MEDIA sosial dalam perspektif al-qur’an, ditulis oleh Dr. Ahmad Kusyairi Suhail, M.A., Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (IKADI) dan Dosen Fakultas Dirasat Islamiyah.
Sampai sekarang, sudah banyak orang yang menjadi korban postingan dan komentar-komentar sembarangan di media sosial.
Sebagai Ummatu’l Qur’an (umat Al-Qur’an), kita harus faham sesungguhnya Al-Qur’an telah mengantisipasi kemajuan perkembangan teknologi yang memberikan kemudahan dalam mengakses informasi di mana pun dan kapanpun dari berbagai penjuru.
Keberadaan media sosial (medsos) telah menjadi tren kehidupan masa kini yang tidak bisa terhindarkan lagi.
Di antara Taujihat (arahan dan regulasi) Al-Qur’an tentang menerima dan menyebarkan suatu informasi adalah firman Allah,
يا أيها الذين آمنوا إن جاءكم فاسق بنبإ فتبينوا أن تصيبوا قوما بجهالة فتصبحوا على ما فعلتم نادمين*
“Wahai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu seseorang yang fasik membawa suatu berita (tentang apa pun), maka telitilah kebenarannya agar kami tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan) yang akhirnya akan membuatmu atas perbuatanmu itu (merasa) menyesal”.
(QS Al Hujuraat [49]: 6).
Baca Juga: Tips Aman Menggunakan Media Sosial
Menggunakan Medsos dengan Bijak adalah Bagian dari Iman
Ayat di atas menegaskan, bahwa menyikapi dan mengakses suatu informasi, baik menerima maupun menyebarkannya, melalui berbagai macam media,
termasuk media sosial merupakan qadhiyyah imaniyyah (diskursus keimanan) yang berpengaruh pada kualitas keimanan seseorang.
Untuk itulah, ayatnya diawali dengan Yaa Ayyuhalladziina Aamanuu (Wahai orang-orang yang beriman).
Jadi, kualitas keimanan seseorang tidak hanya dilihat dari urusan dan ritual ibadah-ibadah mahdhah saja.
Ketika seseorang terlalu percaya terhadap semua informasi yang tersebar di beragam media, baik di dunia nyata maupun dunia maya tanpa tabayyun dan kroscek validitasnya, itu jelas menunjukkan rendahnya kualitas imannya.
Begitu pula, jika seseorang biasa mem-posting atau men-sharing suatu informasi atau komentar tanpa saring dan pikir panjang tentang resiko yang ditimbulkannya, itu menunjukkan lemahnya kualitas imannya.
Karena itu, menggunakan media sosial dengan bijak adalah bagian iman.
Baca Juga: IKADI Mengecam Serangan Brutal Israel di Masjidil Aqsha di Bulan Suci Ramadan
Medsos adalah Sarana untuk Menyampaikan Ide atau Kritik yang Baik dan Menebar Kebaikan dan Perbaikan
Seorang mukmin yang sejati akan selalu memanfaatkan beragam nikmat dan beragam media, termasuk medsos untuk dijadikan sarana menyampaikan ide-ide cemerlangnya, gagasan-gagasan cerdasnya, juga nasihat atau kritik yang baik.
Dan di era kemajuan teknologi informasi yang pesat ini, media sosial menjadi sarana efektik dalam menebar kebaikan dan perbaikan.
Al-Qur’an mengajarkan kepada kita, bahwa ada hisab atau perhitungan dan pertanggungjawaban atas setiap detail dari perbuatan dan ucapan atau komentar yang keluar dari lisan kita.
Ada hisab terhadap Lisan Manthuq (ucapan atau komentar yang terucap), ada juga hisab terhadap Lisan Maktub (ucapan atau komentar yang tertulis), di antaranya melalui medsos.
Allah Subhanahu wa taala berfirman,
ما يلفظ من قول إلا لديه رقيب عتيد*
“Tidak ada yang diucapkannya suatu kata pun melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat)”. (QS Qaaf [50]: 18).
Media Sosial dalam Perspektif Al-Qur’an
Ayat ini menegaskan, bahwa setiap gerak gerik manusia, termasuk ucapan dan komentar dari lisannya, maupun postingannya di medsos, tidak luput dari pengawasan malaikat.
Mu’adz bin Jabal radhiyallahu anhu, sempat mengonfirmasi dan bertanya kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam tentang azab atas ucapan manusia, dia bertanya,
“Wahai Nabi Allah, apakah kita akan disiksa lantaran ucapan yang kita lontarkan?” Beliau Shallallahu alaihi wa sallam menjawab,
ثقلتك أمك يا معاذ! وهل يكب الناس في النار على وجوههم – أو قال: على مناخرهم – إلا حصائد ألسنتهم*
“Bagaimana sih kamu ini Mu’adz! Tidaklah seseorang dijerumuskan wajahnya ke dalam neraka, melainkan karena hasil dari ucapan lisannya (yang tidak baik) …”
(HR Tirmidzi, no. 2541 dan menurut beliau hadis ini hadis hasan shahih).
Untuk itu, harus selalu hati-hati dalam berucap dan berkomentar di medsos, karena semuanya ada hisab, perhitungan dan pertanggungjawabannya di akhirat, dan di dunia bisa diperkarakan.
Kritik Dapat Disampaikan Melalui Sarana Apa pun termasuk Medsos
An Naqd Al Banna’ (kritik membangun) pada dasarnya dapat disampaikan melalui sarana apa pun, termasuk medsos. Karena nasihat dan kritik bagian penting dalam agama Islam.
Nasihat adalah penopang utama agama, bahkan nasihat, termasuk di dalamnya kritik yang konstruktif adalah inti dari agama itu sendiri.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
“الدين النصيحة”، قلنا: لمن؟ قال: “لله ولكتابه ولرسوله ولأئمة المسلمين وعامتهم”*
“Agama itu nasihat.” Kami pun bertanya, “Untuk siapa (nasihat itu)?”. Beliau menjawab,
“Untuk Allah (dengan menunaikan hak-hak-Nya), kitab-Nya (dengan mengimaninya dan mengamalkan isinya), Rasul-Nya (dengan menaatinya),
para pemimpin/pemerintah kaum muslimin (dengan mendukung kebijakan baiknya dan mengkritik dan meluruskannya jika ada yang tidak baik),
dan rakyat (kaum muslimin) umumnya (dengan amar makruf nahi mungkar misalnya)”. (HR Muslim, no. 55).
Tentu saja, kritikan melalui jurnal, buku atau forum-forum seminar dan diskusi yang dikemas lebih ilmiah, akan lebih baik, tapi semuanya kembali kepada kapasitas masalahnya.
Yang pasti, nasihat dan kritik yang baik harus disampaikan dengan cara yang hikmah, dan hanya mereka yang berjiwa besar dan imannya kuat, yang selalu senang dan lapang dada menerima saran, nasihat dan kritik.
Karena memberi dan menerima nasihat dan kritik sangat menentukan kelas iman dan kualitas agama seseorang. Wallahu a’lam bish showab.[ind]