Oleh : Khairul Hibri, Ketua PENA Jawa Timur
chanelmuslim.com – Meski telah dilebeli sebagai makhluk nan lemah (dhaif), nyatanya tidaksedikit manusia yang merasa dirinya sosok perkasa, lebih unggul, baik, dan sebagainya, sehingga memberi potensi tumbuh suburnya bibit kesombongan dalam diri.
Karena begitu besarnya kecondongan itu (menyombongkan diri), agama Islam sangat tegas lagi keras memberi ancaman agar segenap manusia jangan sekali-kali menggunakan ‘pakaian’ ini.
Tujuannya jelas, agar manusia bisa mengerti, karena mempertimbangkan besarnya resiko yang akan diterima bila masih tidak mengindahkan apa menjadi batas-batas Allah dan Rasul-Nya.
Bayangkan; Siapa yang tidak ngeri atau merinding mendengar, bila berperilaku sombong diancam neraka selama-lamanya, meski besarnya kesombongan itu hanya sebiji atom.
Penyababnya
Lalu apa yang menyebabkan manusia mudah melakukan kesombongan? Alasannya karena mereka telah merasa berkecukupan (istaghna), sehingga tidak membutuhkan pihak di luar dirinya, termasuk juga Allah.
Karena ini adalah sumbernya, maka kunci untuk meredamnya, hilangkan rasa ‘berkecukupan’ itu. Kemudian, mari menata diri, bahwa kita merupakan sosok yang penuh kekurangan lagi merupakan pribadi yang senantiasa butuh pertolongan, terutama Allah, sehingga tidak pantas sedikitpun untuk menyombongkan diri.
Apa yang mau disombongkan, bila diri ini sangat memahami tidak kuasa apa-apa? Apa yang hendak disombongkan, bila kita menyadari, bahwa kita sejatinya tidak memiliki apa-apa.
Ini adalah di antara langkah ‘metafisik’ (hati) bagaimana mengubur kesombongan dalam diri; mengosongkan diri dari merasa memiliki apa yang ada digenggaman.
Rumus Lapisan Langit
Bilalah kiranya diri ini begitu sukar (sulit) menjalankan tips pertama di atas untuk meredam kesombongan, masih ada cara lain, terkhusus bagi mereka yang belum mampu. Apa itu? Menggunakan jurus ‘lapisan langit’.
Apa yang dimaksud dengan jurus satu ini?? yang menyatakan ‘di atas langit masih ada langit’.
Maksud dari pribahasa ini, mengajak pembacanya untuk menghilangkan rasa sombong dengan apa yang telah dimiliki, dengan langkah menyadari bahwa di luar dirinya, masih banyak terdapat sosok-sosok yang lebih hebat. Dan ini tidak bisa disangkal.
Bila memiliki kemampuan menulis, misalnya, dan telah telah tembus beraneka ragam media massa; cetak maupun on-line, tahan diri jangan keburu sombong
dengan prestasi itu.
Yakinlah bahwa di luar diri INI, masih ada penulis-penulis lebih handal yang karya tulisnya sangat fenomenal, menumental serta diakui dunia.
Lha, kalau tahu kayak gini, karya tulis apanya yang mau disombongkan. Masih beranikah menyombongkan diri sebagai sosok penulis handal, kalau tetangga rumah kita saja, bahkan keluarga kita, tidak mengenal bahwa kita sosok penulis. Apa lagi membaca karya kita. Ini baru masuk aspek kuantitas tulisan. Belum masuk ke ranah kualitasnya.
Lalu modal apa untuk digunakan untuk berperilaku sombong. Sangat tidak layak. Begitu juga terhadap profesi/kemampuan yang lainnya. Dan kalaulah kita telah mampu tampil sebagai sosok terpakar dalam satun profesi dan duniapun ‘angkat topi’. Juga belum bisa menjadi modal kita untuk berperilaku sombong. Sebab, kepakaran kita hanya dalam satu jenis profesi saja. Sedangkan di luar diri kita, masih terdapat ribuan profesi yang kita buta terhadapnya. Jadi, kita tetap bukanlah ‘the special one’
Semakin kita menyadari bahwa diri ini masih belum apa-apa dibanding sosok-sosok di luar sana, maka bisa menjadi wasilah perontokan kesombongan dalam diri. Nah, pada titik ini juga, nampak penting ‘menengok’ alam raya. Sehingga tidak merasa paling hebat, karena hanya ‘mengeram’ di kawasan itu-itu saja.
Istilah pribahasanya; “Bagai katak dalam tempurung.” Sebuah gambaran akan orang yang tidak memiliki pengetahuan luas atau sangat sedikitpengetahuannya, kurang luas pandangannnya.Semoga Allah melindungi kita dari sifat buruk yang berpotensi menyelakakan kita ini. Aamiin.