GENOSIDA masih terjadi, krisis kemanusiaan di Gaza semakin dalam dan epidemi baru meningkat.
Dilansir dari trtworld, hampir 40.000 warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, telah terbunuh oleh serangan Israel sejak 7 Oktober tahun lalu, menurut catatan resmi.
Angka yang mengejutkan ini kemungkinan akan berubah karena laporan menunjukkan jumlah korban tewas yang akurat dapat mencapai hingga 186.000, atau 7,9 persen dari populasi Gaza.
Para penyintas perang hidup dalam kondisi yang menyedihkan, menghadapi kesulitan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan kondisi kehidupan yang keras, kekurangan makanan dan air bersih yang memadai.
Menggambarkan situasi tersebut, Yousef Abu Rabie, seorang penduduk dari Gaza utara, menyebut kondisi tersebut tidak cocok bahkan untuk hewan.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Di tengah reruntuhan bekas rumah mereka, ribuan orang berbagi tenda yang penuh sesak di bawah terik matahari.
Akibat kerusakan kota, sampah dan air limbah memenuhi jalan, menyebabkan masalah pembuangan limbah dan kondisi yang tidak higienis.
“Tempat penampungan tidak bersih, sehingga menimbulkan banyak kasus penyakit kulit dan jamur, dan juga kurangnya petugas atau fasilitas untuk membuang limbah dan sampah di jalan, sekolah, dan jalan raya,” kata Abu Rabie.
Infrastruktur yang rusak menyebabkan air limbah membanjiri jalan-jalan dan tenda-tenda, menciptakan kondisi bagi penyebaran penyakit epidemik di antara orang-orang dengan kekebalan tubuh yang lemah.
Seorang dokter Palestina di Rumah Sakit Martir Al Durrah di Deir al Balah memperingatkan munculnya jenis epidemi baru.
Krisis Kemanusiaan di Gaza Semakin Dalam, Epidemi Baru Meningkat
“Kini, kami melihat epidemi yang sebelumnya tidak ada di rumah sakit kami, dan jumlahnya pun sangat besar,” tutur Dr. Izzeddin Shaheen.
“Gigitan serangga dan beberapa infeksi kulit, yang belum pernah kita lihat sebelumnya, kini menjadi hal yang umum.”
Dari infeksi jamur hingga penyakit menular seperti bronkitis, infeksi saluran pernapasan, meningitis, dan ensefalitis, orang-orang di Gaza menderita berbagai penyakit.
Kondisi cuaca, termasuk gelombang panas, memperburuk situasi yang sudah suram.
Dr. Shaheen berkata, “Gelombang panas membuat penyakit lebih mudah menular, bahkan di bangsal rumah sakit, dan berdampak pada anak-anak.”
Baca juga: Pengungsi Warga Gaza Terancam Terinfeksi Berbagai Penyakit
Selama 300 hari terakhir, pembatasan bantuan kemanusiaan oleh Israel di Gaza telah mengakibatkan kekurangan gizi dan melemahnya sistem kekebalan tubuh.
Krisis makanan dan air telah melemahkan sistem kekebalan tubuh masyarakat, membuat mereka rentan terhadap infeksi bakteri dan virus, yang dalam beberapa kasus menyebabkan kondisi fatal.
“Malnutrisi melemahkan kekebalan tubuh, menyebabkan anemia, membuat anak-anak rentan terhadap infeksi dan penyakit menular,” jelas Dr. Shaheen.
“Sebagian besar kasus di bangsal anak-anak terkait dengan kelaparan dan kekurangan gizi,” lanjutnya.
Dr. Shaheen mengingat seorang gadis kecil berusia 8 tahun bernama Hanan al Zaanin, yang dirawat di rumah sakit karena kekurangan gizi parah, meninggal dalam waktu 24 jam.
Menganalisis situasi tersebut, Dr. Shaheen berkata, “Perawatan yang biasanya memakan waktu satu atau dua hari, seperti flu biasa, kini membutuhkan waktu dua minggu untuk sembuh.”[Sdz]