KETUA DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan Anis Byarwati mewanti-wanti kondisi global yang bergejolak akan turut berdampak pada kinerja perekonomian Indonesia.
“Memang harus kita akui, tahun 2025 tidak mudah, selain kondisi ekonomi global yang masih diliputi ketidakpastian juga kondisi ekonomi nasional yang masih rentan dengan tekanan,” ujarnya di Komplek Parlemen, Jakarta (20/6/24).
Menurut anggota komisi XI DPR RI ini ruang fiskal dalam APBN sebagian besar sudah terisi dengan anggaran yang bersifat mandatori, seperti anggaran pendidikan, transfer ke daerah dan Dana Desa.
“Apalagi saat ini, Pemerintah punya hajatan pembangunan IKN yang menyedot anggaran cukup besar. Hanya sebagian kecil yang masih terbuka untuk memasukkan program baru seperti makan bergizi,” katanya.
Baca juga: Anis Byarwati Kunjungi 10 Posko PPK Kecamatan di Jakarta Timur
Kondisi Global Berdampak pada Kinerja Perekonomian Indonesia
Wakil Ketua BAKN ini mengingatkan untuk APBN 2025 salah satu kuncinya, Pemerintah saat ini harus berkomitmen hanya mengusulkan anggaran yang bersifat baseline dan tidak mengusulkan anggaran yang menyedot anggaran besar.
“Dengan demikian, defisit APBN 2025 bisa ditekan ke batas bawahnya range antara 2.0% – 2.2% sehingga Pemerintah baru nantinya punya ruang untuk menjalankan program strategisnya. Tentunya harus melalui APBNP 2025. Sebaiknya program pemberian makanan bergizi dilakukan secara bertahap dan proporsional dengan kondisi anggaran yang ada, agar hasilnya bisa optimal,” ungkapnya.
Menurut Legislator Perempuan PKS ini Pemerintah harus punya strategi yang tepat untuk melakukan pembayaran utang, termasuk SBN dan pinjaman jatuh tempo.
Untuk SBN yang jatuh tempo, praktis yang bisa dilakukan Pemerintah adalah dengan menerbitkan SBN baru.
“Di sinilah Pemerintah harus bisa memanfaatkan dana SBN yang diperoleh untuk proyek-proyek yang produktif dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, jika tidak maka akan jadi beban Pemerintah yang berat,” katanya.
Anggota Fraksi PKS juga mengungkapkan terkait dengan pinjaman, jika memang memungkinkan untuk dilakukan renegoisasi atau meminta penjadwalan ulang tentunya lebih baik bagi Pemerintah.
“Jadi pemerintahan baru nantinya akan menghadapi tantangan fiskal yang tidak ringan. Kuncinya disiplin penggunaan anggaran dan meningkatkan kualitas pengelolaan utang yang lebih efektif,” tuturnya.[ind]