NIA Marlinda adalah warga Indonesia yang tinggal di Turki. Warga Denpasar Bali ini dikabarkan wafat dalam peristiwa gempa di Turki, Senin lalu.
Tak seorang pun bisa memilih takdir di mana ia lahir dan di mana ia akan mati. Begitu pun dengan Nia Marlinda, 31 tahun.
Pada tahun 2020, Nia minta izin kepada keluarga untuk meniti karir di Turki. Puteri kedua dari pasangan Muhammad Sukarmin dan Bidayati ini akhirnya dilepas keluarga untuk berangkat ke Turki.
Meski berjarak ribuan kilometer, komunikasi di antara mereka tetap terjalin erat. Ada grup WA keluarga yang membuat mereka tetap bisa ngobrol kapan pun mereka mau.
Belum lama tinggal di Kahramanmaras, salah satu daerah di selatan Turki, keberkahan rupanya sudah menanti Nia di sana. Ada seorang pemuda soleh yang meminang Nia. Namanya Yasin Calisir, seorang pemuda tampan asli warga Turki.
Yasin Calisir adalah seorang dosen Bahasa Inggris di sebuah kampus di Turki.
Pada bulan Februari 2021, Allah menyatukan keduanya dalam ikatan pernikahan yang penuh berkah. Keluarga besar di Bali pun sangat bahagia.
Keberkahan untuk Nia tidak hanya di situ. Allah menganugerahkan keduanya dengan seorang putera. Putera yang nampaknya lebih mirip ke ayahnya itu bernama Barkay Azka.
Namun begitu, kebahagiaan Nia dan keluarganya di Bali tidak berjalan mulus. Pasalnya, rentetan momen bahagia itu berlangsung di tengah pandemi covid-19.
Turki memberlakukan kebijakan yang lumayan ketat untuk warganya saat pandemi itu. Salah satunya, melarang warganya untuk bepergian keluar negeri. Kalau pun boleh, anak-anak dilarang ikut.
Hal inilah yang menjadikan Nia, suami, dan si kecil belum bisa berkunjung ke kampung halaman di Denpasar. Penundaan itu bahkan sampai Barkay Azka sudah berusia satu tahun.
Pada empat hari sebelum peristiwa bencana, Nia dan keluarga di Bali sempat video call di grup WA. Salah satu obrolannya, konfirmasi dari Nia akan kunjungannya bersama suami dan si kecil ke Bali dalam waktu dekat.
“Nanti akan disiapkan kamarmu di lantai dua dengan warna cat yang baru. Toilet juga sudah disiapkan yang duduk,” begitu kira-kira yang diucapkan Ibu Bidayati kepada puterinya.
Rona bahagia pun menyeruak di tengah keluarga yang terpisah jauh itu. Mereka seperti tak sabar untuk segera tiba di hari pertemuan keluarga di Bali.
**
Senin duka tanggal 6 Februari itu pun terjadi. Sebuah gempa dahsyat 7,8 M memporak-porandakan Turki bagian selatan dan tenggara.
Seorang kakak Nia Melinda menyimak peristiwa bencana itu. Hal ini karena adik bersama keluarganya tinggal di sana. Ia begitu terkejut karena lokasi bencana persis di wilayah tempat adiknya tinggal, Kahramanmaras.
Sang kakak mengabarkan hal itu ke ibunya. Keduanya pun merasa resah. Telepon Nia pun tak berbalas meski berkali-kali dikontak.
Akhirnya, mereka pun sepakat untuk menanyakan perihal kabar terkini tentang Nia dan keluarganya ke KBRI. Pada keesokan harinya, Selasa (7/2), kabar tentang Nia dan keluarganya disampaikan pihak KBRI kepada keluarga di Bali.
“Alhamdulillah, kami telah menemukan Nia Melinda beserta suami dan puteranya. Tapi, mereka dalam keadaan wafat,” begitu kira-kira yang disampaikan pihak KBRI.
Suasana duka pun menyergap keluarga Nia di Bali: ayah, ibu, kakak, dan adik di sana. Begitu pun dengan keluarga besar dan para tetangga.
Ada keinginan dari salah seorang keluarga agar jenazah Nia bisa dipulangkan ke Indonesia. Hal ini agar bisa dimakamkan di tanah kelahiran.
Namun setelah musyawarah dengan pihak KBRI, akhirnya keluarga ikhlas menerima keputusan pihak KBRI bahwa Nia akan dimakamkan bersama suami dan puteranya di Turki.
“Dimakamkan di sini, Nia bertemu Allah. Begitu pun jika dimakamkan di sana, sama-sama bertemu dengan Allah subhanahu wata’ala,” ungkap Ibu Bidayati penuh ikhlas.
Pada Rabu (8/2), pihak KBRI melakukan video call dengan keluarga Nia di Bali. Video memperlihatkan suasana pemakaman Nia, suami, si kecil dan warga Turki lainnya secara Islam. Mereka dishalatkan, kemudian dimakamkan secara layak.
Kini, kesibukan keluarga besar Nia di Bali bukan lagi tentang menyambut kedatangannya. Tapi melepas kepergiannya untuk selamanya melalui zikir dan tahlil bersama sanak kerabat dan tetangga.
Semoga Allah subhanahu wata’ala menjadikan makam-makam mereka sebagai taman dari taman-taman surga. Dan, melimpahkan kesabaran untuk keluarga yang ditinggalkan. [Mh]