ChanelMuslim.com – Kisah Kang Eman dan Madu Hutan dari Ujung Kulon merupakan kisah yang patut dijadikan pelajaran.
Kang Eman mengaku setelah dibina oleh Dompet Dhuafa, usaha Kang Eman menjadi berdaya jual tinggi.
“Sebelum dibina oleh Dompet Dhuafa kami produksinya tradisional, dan harga jualnya terlalu murah, tapi sekarang lebih produktif dan daya jualnya tinggi,” terang Kang Eman, salah satu petani madu hutan asal Desa Ujung Jaya, Kecamatan Sumur, Pandeglang Banten.
Kang Eman dan 116 petani madu lainya yang tergabung dalam Koperasi Hanjuang merupakan salah satu UKM binaan Dompet Dhuafa yang telah merasakan peningkatan ekonomi setelah adanya pembinaan usaha dari Dompet Dhuafa.
Tahun 2012, kang Eman hanyalah petani madu biasa, yang menggantungkan penghasilanya dari madu di hutan Ujung Kulon yang dikelola secara tradisional.
Penghasilannya tidak menentu, dan proses panen madu hutan yang tidak berkelanjutan membuat produksi madu terus menurun.
Setelah adanya pendampingan usaha dari Dompet Dhuafa, pada tahun 2013 terbentuklah Koperasi Hanjuang yang menaungi petani-petani madu hutan disana.
Proses panen madu yang biasanya dilakukan secara tradisional dengan mengambil keseluruhan sarang lebah, diubah dengan metode Panen Lestari yang lebih berkelanjutan. Metode baru ini dilakukan dengan hanya mengambil sebagian madu dan ditinggalkan sebagian, dengan begitu produksi madu lebih cepat, karena lebah tidak harus membuat sarang baru.
“Pertama, makin banyak menerapkan panen lestari di Gunung Ronje. Karena sebelumnya produksinya menurun disebabkan panen yang masih tradisional dengan memangkas habis madu beserta sarang larvanya,” terang Kang Eman dalam keterangan pers Dompet Dhuafa.
Kang Eman mengaku dengan metode baru lebih banyak hasil panennya.
“Sekarang dengan metode baru (Panen Lestari) Cuma nunggu seminggu sudah bisa dipanen lagi, dan lebih banyak produksinya,” tambah pria dengan nama lengkap Eman Sulaeman ini.
Dengan adanya pembinaan dari Dompet Dhuafa, petani madu hutan yang yang tergabung dalam koperasi menjadi lebih sejahtera, dikarenakan produksi yang lebih tinggi. Selain itu, koperasi juga dilatih dalam hal pemasaran, sehingga tidak terjebak pada harga rendah dari tengkulak.
“Dulu harga paling mahal 30 ribu satu kilo, dan kalau tidak laku ya dijual murah. Untuk produksinya itu lama sekali, karena harus menunggu larva membuat sarang kembali,”sebutnya.
Kini, dengan pengelolaan yang lebih professional dari Koperasi Hanjuang membuat para petani madu hutan lebih sejahtera. Penghasilan yang tidak menentu sebelumnya sudah tidak ditemui lagi. Sampai saat ini koperasi berjalan secara swadaya dengan menghasilkan omset ratusan juta rupiah.
“Sekarang anggota koperasi sudah mencapai 116 Anggota aktif dengan omset mencapai 700 juta,” tutup kang Eman penuh rasa syukur.
Masya Allah. Berkah dan terus membentang kebaikan. (jwt/DD)