KETUA Umum PP Lidmi Asrullah Syaharuddin mengatakan bahwa gerakan literasi intelektual dan parlemen jalanan kemahasiswaan harus dipandu oleh gravitasi moral.
Ketum Pimpinan Pusat Lidmi (Lingkar Dakwah Mahasiswa Indonesia) Asrullah Syaharuddin, S.H., M.H. lebih lanjut menyatakan bahwa dahulu Islam berjaya karena memulai gerakannya dengan perspektif moralitas sebagai sentrum utama membangun sendi peradaban.
“Tetapi ingat yang mengisi sendi itu adalah Islam sebagai Agama yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan tradisi literasi intelektual,” kata Asrullah, Senin (13/03/2023).
Asrullah menambahkan, literasi intelektual itu merupakan fenomena yang tidak terpisahkan dari setiap kemajuan zaman.
Kegiatan Dialog Kebangsaan tersebut diselenggarakan oleh Pimpinan Daerah Lidmi Palu dihadiri puluhan aktivis pemuda.
Mengusung tema “Eksistensi Gerakan Pemuda, Refleksi dan Konklusi Untuk Masa Depan Bangsa,” kegiatan bertempat di Aula Fakultas Teknik Universitas Tadulako, Kota Palu, Sulawesi Tengah.
Baca Juga: KH Muhammad Zaitun Rasmin: Lidmi Harus Menjadi Pelopor Perbaikan Negeri Ini
Ketua Umum PP Lidmi: Gerakan Literasi Intelektual dan Parlemen Jalanan Kemahasiswaan Harus Dipandu oleh Gravitasi Moral
Sohib Asrullah sebagaimana sapaan akrabnya, menambahkan bahwa literasi harus dipandu oleh gravitasi moral agar tercipta kebenaran dan keadilan.
“Sekarang ini literasi kita banyak, tetapi jika literasi ini tidak dipandu oleh gravitasi moral, sebagai berier utama dalam memandu gerakan agar kebenaran dan keadilan berpihak pada yang berhak,” ujarnya.
Dia juga memaparkan bahwa sumber peradaban Islam harus dimulai dari gravitasi moralitas dan diorkestrasi lewat simbol bernama masjid.
“Islam dibangun dari gravitasi ibadah yang bertempat di masjid, sumber peradaban Islam harus dimulai dari gravitasi moralitasnya. Jantung untuk melakukan diskursus moralitas diorkestrasi dalam simbol yang bernama masjid,” paparnya.
Sohib Asrullah mengajak para pemuda untuk menerjemahkan problem hari ini dengan satu kaca mata yang konferhensif.
Menurutnya, bagi aktivis Islam yang harus kita lakukan tidak hanya menghafalkan dan memahami Al-Qur’an dan Sunnah.
“Tetapi bagaimana men-downgrade pelajaran dan kajian Al-Qur’an dan Sunnah itu dalam makna gerakan sehingga Al-Qur’an dan Sunnah menjadi gerakan yang teraplikasi bukan dengan slogan tapi dengan aktualisasi,” pungkasnya.[ind]