ChanelMuslim.com- Ahmad Ishomuddin, ahli agama yang memberikan kesaksian meringankan di sidang penistaan agama oleh Basuki T Purnama alias Ahok membuat gelisah umat Islam, khususnya Lampung. Rencananya, ba’da shalat Jumat (24/3) sejumlah ormas Islam akan menggelar aksi damai di Bundaran Tugu Adipura, Bandar Lampung.
Sejumlah ormas Islam yang akan melakukan aksi tersebut antara lain, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Paku Banten, Persatuan Islam (Persis), Front Pembela Islam (FPI) Lampung, Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), Hidayatullah, Gerakan Mubaligh Indonesia (GMI), GNPF-MUI, dan lain-lain.
Anggota GMI Lampung, Imam Asyrofie Alfarisi, seperti dilansir republika.co.id, menyatakan bahwa pernyataan Ishomuddin dalam sidang penistaan agama lalu (Selasa/21/3) telah menyinggung umat Islam Lampung. Ishomuddin menyatakan Alquran sudah tidak relevan lagi saat ini.
“Itu menunjukkan kerangka berpikir Ishomuddin sudah berada di luar Islam,” jelas Alfarisi.
Alasan lain adalah seperti yang diungkapkan Sekretaris Umum Ikatan Keluarga Alumni Institut Agama Islam Raden Intan II Lampung (Ikaril), Heri Ch Burmelli.
Menurutnya, Ishomuddin yang juga dosen IAIN Raden Intan Lampung ini menyematkan KH (kiai haji) dan doktor di namanya. Padahal menurut Heri, Ishomuddin belum berhaji dan belum menyelesaikan gelar doktornya.
“Saya katakan dia itu (Ishomuddin) bodong, karena pakai KH tapi belum pernah haji dan pakai gelar doktor, tapi belum selesai-selesai doktornya sudah lama,” jelas Heri Ch Burmelli, seperti dikutip Republika.
Seperti diberitakan sejumlah media, Ahmad Ishomuddin dalam kesaksiannya di sidang tersebut menyatakan bahwa perlu analisis mendalam ketika menggunakan ilmu tafsir. Melihat arti surat Almaidah ayat 51 diterapkan pada zaman yang berbeda, maka hukumnya untuk saat ini pun berbeda.
Di kesempatan lain, Komisi Hukum MUI, Anton Tabah Digdoyo, menyanggah pendapat Ishomuddin itu. Menurutnya, Alquran itu berlaku sejak kenabian Muhammad saw. sampai hari kiamat.
“Harus ada dasar dari Alquran atau Sunnah,” jelasnya.
Anton menambahkan, ulama tidak boleh ngawur dan tidak asal bicara dalam menafsirkan Alquran karena harus wajib ada dalil rujukan dari Allah dan RasulNya. (mh/foto: rakyatjakarta.com)