Tagihan listrik anda bulan ini tiba-tiba naik? Jika iya, kemungkinan besar anda adalah pelanggan listrik dengan konsumsi daya 900 VA. Pemerintah telah menaikkan (baca:mencabut subsidi) tarif TDL secara berkala khusus untuk pelanggan segmen daya 900 VA, dan hingga per 1 Juli 2017, pelanggan akan menggunakan tarif dasar listrik non subsidi yang sama dengan tarif segmen daya diatasnya. Jika di media sosial, ramai akan klaim pemerintah bahwa tidak ada kenaikan tarif, dan sebaliknya ramai pula komplain masyarakat akan naiknya tagihan listrik mereka, penulis lebih mencermati pada perbandingan tarif listrik negara kita dengan negara tetangga, dan mencari titik solusi untuk membuat tarif kita tetap kompetitif dan tidak membebani masyarakat.
Berdasar Surwono Sudarto, tarif Indonesia hanya lebih mahal dibanding Vietnam, tapi sudah lebih murah daripada Malaysia dan Singapura (1), hal ini didukung pula oleh pernyataan I Made Surpateka, bahwa hanya Vietnam saja yang tarifnya lebih murah dari Indonesia (2).
Benarkah demikian? Nyatanya bahwa tarif negara tetangga tidak flat seperti Indonesia (yang sama dengan Singapura dalam memberlakukan tarif flat), mayoritas menggunakan sistem subsidi berdasar pemakaian, bukan berdasarkan segmen daya sebagaimana berlaku sebelumnya di Indonesia (dan akan diberlakukan tarif sama non subsidi per 1 Juli 2017).
Tabel berikut adalah perbandingan tarif listrik negara tetangga (kecuali Filipina, karena penulis kesulitan mendapatkan sumber yang bisa dipakai) berdasar pemakaian per Kwh dalam rupiah (dengan kurs google per 17 Juni 2017).
Tabel Harga per kWh
Indonesia Rp 1352 (3)
Singapura Rp 2056 (4)
Malaysia
Rp 652 (untuk 200 kWh pertama)
Rp 1038 (untuk 100 kWh berikutnya)
Rp 1604 (301-600 kWh)
Rp 1697 (601-900 kWh)
Rp 1775 (>901 kWh) (5)
Vietnam
Rp 864 (pemakaian 0-50 kWh pertama)
Rp 894 (untuk 50 kWh berikutnya)
Rp 1042 (untuk 100 kWh berikutnya)
Rp 1308 (201-300 kWh)
Rp 1461 (301-400 kWh)
Rp 1510 (>401 kWh) (6)
Thailand
Rp 728 (0-15 kWh)
Rp 979 (16-25 kWh)
Rp 1077 (26-35 kWh)
Rp 1226 (36-100 kWh)
Rp 1265 (101-150 kWh)
Rp 1461 (151-400 kWh)
Rp 1540 (>401 kWh) (7)
Untuk dapat membayangkan berapa total tarif pemakaian dengan tarif di atas, kami membuat simulasi perbandingan untuk pemakaian yang beragam, dari 50 kWh, 100 kWh, 200 kWh, dan 400 kWh, untuk mensimulasikan kira-kira penggunaan listrik oleh kalangan segmen yang berbeda :
Tarif pemakaian untuk konsumsi 50 kWh Urutan Negara Total Harga untuk pemakaian 50 kWh 1 Malaysia Rp 32.600 2 Vietnam Rp 42.200 3 Thailand Rp 49.870 4 Indonesia Rp 67.600 5 Singapura Rp102.800 Tarif pemakaian untuk konsumsi 100 kWh Urutan Negara Total Harga untuk pemakaian 100 kWh 1 Malaysia Rp 65.200 2 Vietnam Rp 87.900 3 Thailand Rp 111.170 4 Indonesia Rp 132.500 5 Singapura Rp 205.600 Tarif pemakaian untuk konsumsi 200 kWh Urutan Negara Total Harga untuk pemakaian 200 kWh 1 Malaysia Rp 130.400 2 Vietnam Rp 192.100 3 Thailand Rp 247.470 4 Indonesia Rp 270.400 5 Singapura Rp 411.200 Tarif pemakaian untuk konsumsi 400 kWh Urutan Negara Total Harga untuk pemakaian 400 kWh 1 Malaysia Rp 394.600 2 Vietnam Rp 469.000 3 Thailand Rp 539.670 4 Indonesia Rp 540.800 5 Singapura Rp 822.400 Dari tabel di atas, jelas bahwa ternyata klaim tersebut tidaklah benar, bahkan konsisten jika Indonesia menempati urutan ke-4, sedangkan tarif termurah justru dimiliki oleh Malaysia untuk pemakaian hingga 400 kWh, dengan asumsi penulis bahwa pemakaian sebesar ini sudah mewakili kalangan menengah masyarakat Indonesia, sedangkan masyarakat kurang mampu, menurut penulis hanya akan memakai listrik dibawah 200 kWh.
Solusi untuk masyarakat Indonesia Dari tabel di atas, kita melihat solusi yang lebih adil bagi masyarakat Indonesia yang berpegang pada nilai-nilai Pancasila terutama sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, dimana, subsidi berhak diterapkan dengan cara yang lebih adil, bukan berdasar pada pembagian segmen daya (yang kini akan bertarif sama untuk semua segmen diatas 900 VA), bukan pula dengan merendahkan masyarakat Indonesia supaya mereka mendaftarkan diri sebagai warga tak mampu ke kelurahan. Solusi yang lebih efektif adalah dengan menggunakan tarif yang berbeda-beda berdasar pemakaian, dengan demikian, rumah tangga yang kurang mampu yang sangat hemat dalam menggunakan listrik, secara otomatis akan tersubsidi karena sesuai dengan penggunaannya, sebaliknya, rumah tangga mampu yang boros dalam menggunakan listrik, akan menggunakan tarif dasar atau bahkan lebih mahal untuk mensubsidi silang bagi mereka yang kurang mampu.
Setidaknya ada beberapa manfaat dengan penerapan tarif progresif:
1. Subsidi tepat sasaran secara otomatis, semakin banyak penggunaan, tarif yang digunakan semakin mahal,
2. Pemerintah dan warga tidak perlu repot dengan pendaftaran warga tak mampu, ini juga menyelamatkan kehormatan warga dan menghemat waktu administrasi pegawai pemerintah.
3. Dengan tarif progresif, pemakaian listrik akan ditekan karena pengguna akan menghindari pemakaian yang berlebihan untuk menghindari tarif termahal, 4. Ini sesuai dengan jargon pemerintah untuk mengamalkan Pancasila sila kelima yakni Keadilan Sosial bagi seluruh rakyatnya. Semoga saran kami didengar oleh pemerintah republik ini, yang tentunya kami berbaik sangka bahwa pemerintah tetap mengamalkan nilai-nilai keadilan sosial sesuai dengan jargon yang digaungkan baru-baru ini, saya Pancasila! (Mh/foto ilustrasi: cnn indonesia)
Sumber: kompasiana.com http://www.kompasiana.com/yojana.hanif/membandingkan-tarif-listrik-indonesia-dengan-negara-tetangga_59448e23450dae028d190e82