Chanelmuslim.com – Saat ini, masyarakat begitu akrab dengan kata idola. Siapa pun yang disukai masyarakat karena kelebihannya, keluarbiasaannya, ia akan disebut sebagai idola. Masalahnya, bagaimanakah pandangan ajaran Islam tentang idola? Hal ini supaya umat Islam tidak salah nilai.
Makna Idola
Idola dalam bahasa Indonesia berarti orang yang dipuja. Dalam bahasa Inggris tempat kata idola berasal mempunyai banyak turunan. Antara lain, idolatry artinya penyembahan berhala. Idolatrous artinya bersifat menyembah atau memuja. Idolize berarti terlampau menyanjung. Dan, idolization punya arti pemujaan atau pendewaan.
Jika dicermati dari makna kata idola, hubungannya begitu dekat dengan keyakinan atau akidah. Karena idola sangat beriringan dengan pengagungan dan berujung pada penyembahan.
Tidak heran jika orang yang mengidolakan seseorang akan memberikan perlakuan yang luar biasa untuk idolanya. Seperti mengikuti cara sang idola dalam hal apa pun. Mulai dari cara berpakaian, potongan rambut, gaya bicara, dan lain-lain.
Bahkan pada tingkat tertentu, orang yang mengidolakan seseorang bersedia untuk melakukan apa pun demi sang idolanya, termasuk melakukan perzinahan. Na’udzu billah. Dan ini pernah terjadi di Indonesia.
Bahkan, lebih parah dari itu pun bisa terjadi. Orang yang mengidolakan seseorang, bersedia mati demi kepuasan sang idola.
Perhatikanlah para penonton konser artis yang rela membayar berapa pun tiket masuk konser. Bukan itu saja, mereka rela bersakit-sakit demi bisa mendapatkan tiket. Termasuk bermalam di tempat antrian tiket.
Islam menilai idola
Jika idola sudah seperti makna di atas, maka secara jelas hal itu terlarang dalam ajaran Islam. Karena sudah menjadikan sosok lain yang menjadi pujaan, kecintaan, pengorbanan, dan akhirnya penghambaan selain Allah swt.
Inilah makna dari Laa ilaaha illallah. Tidak ada yang patut dipuja, dicintai, dan disembah selain Allah swt.
Sebagian ulama kontemporer membedakan antara idola seperti makna di atas dengan hanya sebuah kekaguman pada seseorang karena mempunyai keluarbiasaan tertentu. Jadi, kekaguman itu bukan pada sosok orangnya, tapi pada keterampilannya.
Misalnya, kekaguman pada pemain sepak bola seperti Ronaldo. Orang mengagumi Ronaldo bukan karena gantengnya, tapi karena tehnik permainannya, atau keterampilannya. Sebatas itu saja. Tidak menjadikan Ronaldo sebagai panutan dalam semua hal: berpakaian, cukuran rambut, shampo yang ia pakai, dan lain-lain.Kekaguman seperti ini dinilai boleh dan halal.
Begitu pun idola yang mesti dibedakan dengan sebuah penghormatan. Walaupun orang yang dihormati non muslim, tapi karena ia memiliki kepatutan untuk dihormati, maka penghormatan itu menjadi boleh.
Dalam hal ini seperti yang dilakukan Rasulullah saw. dalam menghormati Abu Thalib dan mendiang ibunya, Aminah. Rasulullah saw. begitu menghohrmati Abu Thalib walaupun ia non muslim, karena adanya sifat dan sikap yang baik ditunjukkan Abu Thalib dalam membela perjuangan Islam.
Begitu pun dengan mendiang ibu Rasulullah saw., Aminah. Rasulullah saw. menghormati mendiang ibunya yang non muslim dengan berziarah ke makam ibunya.
Allah swt. berfirman dalam surah Luqman ayat 15. Dan jika keduanya memaksamu untuk menyekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janglah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik….”
Keteladanan lebih jelas daripada idola
Kata teladan lebih jelas dalam arti tidak mengandung kemusyrikan daripada sebutan idola. Alquran dan hadits Rasulullah saw., serta ucapan para sahabat r.a. membatasi hubungan seseorang dengan orang lain sebatas pada keteladanan. Dan sebaik-baik teladan adalah Rasulullah saw., dan para sahabat Rasulullah saw.
Dari Imam Ibnu Abdil Barr disebutkan, Abdullah bin Mas’ud mengatakan, “Siapa di antara kalian yang ingin mengambil teladan (setelah kepada Rasulullah saw., red), maka hendaknya berteladan kepada para sahabat Rasulullah saw. Karena, mereka adalah orang-orang yang paling baik hatinya di umat ini, paling dalam pemahaman (agamanya), paling jauh dari sikap berlebih-lebihan, paling lurus petunjuknya, dan paling baik keadaannya. Mereka adalah orang-orang yang dipilih oleh Allah untuk menjadi sahabat Nabi-Nya, maka kenalilah keutamaan mereka dan ikutilah jejak-jejak mereka, karena sesungguhnya mereka berada di atas petunjuk yang lurus.” (Mh/berbagai sumber)