Chanelmuslim – Mahkamah Konstitusi hari ini, Kamis (20/7), menggelar sidang lanjutan uji materiil Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH).
Sidang tersebut merupakan pengajuan dari Paustinus Siburian yang berprofesi sebagai advokat. Ia menilai UU JPH tidak memberikan pembatasan-pembatasan mengenai halal tidaknya suatu produk, baik menyangkut bahan maupun proses produksi.
Pemohon yang mengajukan uji materiil Diktum huruf b, Pasal 1 ayat (1) dan (2), Pasal 3 huruf a, Pasal 4, dan Pasal 18 ayat (2) UU JPH merasa tidak tepat jika pembentuk undang-undang menyusun undang-undang tersebut untuk masyarakat. Sebab, Pemohon adalah anggota masyarakat yang tidak diwajibkan untuk mendapatkan jaminan produk halal.
Prof. Ir. Sukoso. MSc.Ph.D, Ketua APKAHI (Asosiadi Pusat Kajian Halal Indonesia) menyatakan, UU tersebut sudah jelas tidak perlu dipertanyakan lagi.
“Undang-undang nomor 33 ini sudah jelas. Tinggal mengimplementasikan,” ungkapnya saat dihubungi lewat pesan singkat.
Ia menyatakan, UU tersebut mengenai sertifikasi halal. Jika tidak memenuhi jangan pasang logo halal.
“Undang-undang nomor 33 itu kan mengatur tentang sertifikasi halal. Tentunya kalau tidak memenuhi sertifikasi halal ya jangan pasang logo halal. Gitu kan?” tulis Pria yang menjabat Ketua Pusat Studi Halal Thoyyib Universitas Brawijaya, Malang.
Oleh karena itu, produk yang memang tidak halal tidak bisa disertifikasi halal.
Menurutnya, UU tersebut untuk melindungi konsumen mendapatkan produk halal, karena itu produsen harus memenuhi standar sertifikasi halal.
“Untuk melindungi konsumen mendapatkan produk halal, ya produsen harusnya memenuhi standar halal untuk dapat sertifikasi halal,” tegasnya
Lanjutnya, produsen yang cerdas tentunya melihat pasar Indonesia dan semakin meningkatnya kesadaran konsumen mendapat produk halal, pastinya produsen akan berusaha memenuhi standar halal untuk dapat sertifikasi halal.
Prof. Sukoso mengingatkan “Halal” sering menjadi issue persaingan usaha. Pada tahun 1988 ketika issue lemak babi meledak, produsen industri pangan mengalami penurunan produksi 20-30 persen dan kehilangan kepercayaan konsumen.
Lalu tahun 2002 kasus Ajinomoto juga produsen mengalami kerugian materiil dan hilangnya kepercayaan konsumen.
Ia berharap, UU ini dapat melindungi produsen dan menjamin kepercayaan konsumen.
“Dengan UU 33 ini harapannya justru melindungi produsen dari issue dan menjamin kepercayaan konsumen sehingga produsen fokus membangun competitiveness dalam persaingan usaha secara jujur dan terlindungi undang-undang,” tutupnya (mh/ilham)