GUNAWAN Setiawan merupakan generasi keempat pembuat dan penjual batik di keluarganya, dan berasal dari kota kerajaan bersejarah Surakarta, atau Solo, di Jawa Tengah yang juga dikenal sebagai ibu kota batik Indonesia.
Dikutip dari Aljazeera.com, meski asal muasal teknik ini sulit dipastikan, batik diperkirakan sudah ada sejak zaman kuno ketika orang melilitkan kain di tubuh mereka sebagai pakaian dan mulai mewarnainya dengan warna berbeda serta menghiasinya dengan motif, kata Setiawan.
Batik diperkirakan berasal dari Indonesia tetapi teknik serupa juga ditemukan di Mesir, Malaysia, Sri Lanka, India dan beberapa wilayah Cina.
Solo bukan satu-satunya tempat di mana batik mencerminkan lingkungan. Masyarakat yang tinggal di dekat laut cenderung menggunakan warna biru dan hijau, kata Setiawan, sementara mereka yang tinggal di dekat gunung berapi aktif menggunakan warna merah dan jingga.
Gunawan Setiawan, Generasi Keempat Pembuat dan Penjual Batik
Oleh karena itu, ada desain batik khusus yang diperuntukkan bagi ibu hamil, ibu yang baru melahirkan, bayi yang sedang belajar berjalan, acara pernikahan, pemakaman, dan bahkan saat seseorang mendapat promosi jabatan.
Namun, meski batik telah diproduksi di Indonesia selama berabad-abad, kini batik menghadapi tantangan untuk mengikuti perkembangan zaman.
Alpha Febela Priyatmono, pakar batik di Solo, mengatakan seni batik perlu dipahami dalam konteks yang lebih luas, bukan sekadar tekstil.
Ia menambahkan bahwa beberapa desain modern menggunakan senyawa kimia untuk memecah lilin sebelum mencetak kain dan tidak dapat diklasifikasikan sebagai batik karena menyimpang dari proses tradisional.
Untuk mengedukasi masyarakat, Priyatmono memiliki berbagai program, termasuk mengajarkan batik kepada anak muda melalui motif yang lebih sederhana dan tidak rumit. Ada pula pilihan yang menggunakan lilin dan kain yang ramah lingkungan, serta pewarna alami untuk membuat batik.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Beroperasi sejak tahun 1546, Kampung Batik Laweyan di Solo merupakan salah satu pusat batik utama di kota ini. Kawasan itu mengalami pasang surut nasib.
Dari yang pada puncak kejayaannya menjadi tempat tinggal bagi ratusan pembuat dan pedagang batik, permintaan menurun pada tahun 1970-an dan pandemi COVID-19, Laweyan mengalami dampak buruk.
Namun, saat ini kata Priyatmono, sudah ada kebangkitan kembali, dengan sekitar 40 hingga 50 pedagang berdiri di kawasan itu. Sementara itu, Setiawan mengatakan prospek batik cukup menjanjikan.
Indonesia telah lama memberikan pakaian dan produk batik kepada para tamu kehormatan. Pada pertemuan puncak Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) tahun lalu, para pemimpin terlihat menyambut Presiden Joko Widodo dengan mengenakan batik.
Para pemimpin Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) juga mengenakannya saat bertemu di Indonesia pada tahun 2013.
Beberapa tokoh masyarakat Indonesia juga dikenal sebagai pemakai batik rutin di dalam dan luar negeri, termasuk wakil presiden terpilih dan mantan walikota Solo, Gibran Rakabuming Raka, dan menteri pariwisata, Sandiaga Uno.
Versi Indonesia dari Jumat santai juga memperlihatkan pegawai negeri sipil dan pekerja kantoran mengenakan batik dan negara ini merayakan Hari Batik Nasional pada tanggal 2 Oktober setiap tahun. [Din]