ChanelMuslim.com- Wacana tunda pemilu kian kencang diangkat ke publik. Ketua Umum PKB dan PAN, secara terpisah, mengusulkan agar pemilu ditunda beberapa tahun. Hal ini karena aspirasi dari masyarakat tentang kepuasan kepemimpinan presiden.
Politik tanah air lagi-lagi dihebohkan dengan wacana perpanjangan jabatan presiden. Setelah sebelumnya ada wacana tiga periode, kini diperkecil menjadi “sekadar” penundaan pemilu dua sampai tiga tahun.
Wacana ini seolah menggambarkan adanya “tawar-menawar” politik yang tengah terjadi di tingkat elit. Setelah sebelumnya wacana tiga periode ditolak tegas PDIP dan partai-partai lain, wacana tunda pemilu menjadi usulan berikutnya.
Baik wacana tiga periode maupun penundaan pemilu sama-sama berdampak pada perpanjangan masa jabatan presiden, keanggotaan DPR/MPR, dan kabinet.
Irama Orkestra
Menariknya, wacana tiga periode maupun tunda pemilu seolah memiliki irama orkestra. Dan irama itu dibunyikan oleh pihak-pihak dengan “alat musik”nya masing-masing.
Awalnya, ada pernyataan seorang menteri investasi yang menyatakan bahwa dunia usaha menginginkan kepemimpinan presiden diperpanjang. Tapi, pernyataan ini tidak bergulir lama.
Kemudian, muncul hasil survei pada bulan Januari yang menyatakan bahwa tingkat kepuasan rakyat terhadap presiden mencapai 70 persen lebih. Hasil ini dilaunching melalui berbagai media massa yang sejak awal dikenal sebagai pendukung pemerintah.
Beberapa hari kemudian muncul pernyataan dua ketua umum dari partai politik pendukung pemerintah, yaitu PKB dan PAN. Keduanya menyampaikan bahwa rakyat menginginkan masa jabatan presiden diperpanjang dengan melakukan penundaan pemilu hingga 2 tahun.
Usulan seorang menteri, hasil survei, dan pernyataan dua ketua umum parpol dilakukan oleh pihak yang berbeda, dengan waktu yang berurutan; tapi memiliki tujuan yang sama: perpanjangan masa jabatan presiden.
Kini, “permainan orkestra” seolah memasuki tahap selanjutnya. Yaitu, munculnya sejumlah pakar hukum yang mengomentari kemungkinan dilakukannya amandemen UUD 1945 yang melarang wacana tersebut.
Hambatan yang Ambigi
Dalam UUD 1945 disebutkan bahwa penundaan pemilu bisa dilakukan jika ada keadaan yang memaksa. Seperti, peperangan, pemberontakan atau kerusuhan besar, dan wabah penyakit.
Pertanyaannya, apakah dari keadaan yang memaksa menurut UUD 45 itu memang terjadi saat ini? Saat ini, Indonesia baik-baik saja. Tidak ada peperangan dan tidak ada kerusuhan besar.
Bagaimana dengan pandemi covid-19? Alasan ini boleh jadi akan menjadi perdebatan panjang. Ada sejumlah alasan.
Antara lain, pemerintah pernah memutuskan untuk tetap melakukan Pilkada pada tahun 2020. Padahal, saat itu, pandemi dalam keadaan bahaya. Kedua, pemerintah berkali-kali menyatakan bahwa telah berhasil mengatasi pandemi karena tingkat vaksinasi berhasil, bahkan mendapat pujian dari internasional.
Dengan kata lain, alasan wabah penyakit menjadi terbantahkan dengan sendirinya. Selain itu, pemerintah juga membuka kunjungan warga asing untuk wisata dan investasi. Artinya, pandemi seolah hampir berlalu.
Alasan lain karena pemerintah tidak memiliki uang untuk menyelenggarakan pemilu. Alasan ini memang tidak disebut dalam UUD 1945. Tapi, benarkah alasan ini bisa diterima publik?
Beberapa bulan lalu pemerintah sudah mengklaim bahwa pertumbuhan ekonomi sudah di atas 3 persen. Itu artinya, ekonomi sudah membaik.
Selain itu, proyek-proyek mercusuar yang menyedot dana super besar masih tetap berlangsung. Mulai dari kereta api cepat, hingga ibu kota baru.
Hal ini juga menunjukkan bahwa dugaan bahwa pemerintah tidak punya duit untuk pemilu menjadi terbantahkan dengan sendirinya.
Bantahan Lembaga Survei Indikator
Lembaga survei Indikator Politik Indonesia “meluruskan” kabar hasil surveinya tentang kepuasan rakyat terhadap presiden. Menurutnya, hasil survei kepuasan 70 persen terhadap presiden tidak berhubungan dengan dukungan perpanjangan masa jabatan atau penundaan pemilu.
Hal tersebut karena Indikator juga melakukan survei apakah pemilu tetap sesuai jadwal atau ditunda. Menurutnya, hasil survei menunjukkan bahwa sekitar 67 persen rakyat menginginkan pemilu sesuai jadwal.
Jadi, klarifikasi ini menguatkan kesimpulan bahwa tingkat kepuasan terhadap presiden yang besar sama sekali tidak berhubungan dengan keinginan agar pemilu ditunda.
Pihak-pihak Misterius
Meski “orkestra” pemilu ditunda ini dimainkan dengan begitu jelas, tapi belum menunjukkan pihak mana yang menjadi dirigennya.
Sejak awal presiden sudah menegaskan bahwa dirinya tidak menginginkan perpanjangan masa jabatannya. Bahkan ia menyebutnya usulan itu datang dari pihak yang mencari muka dan akan menjerumuskannya.
PDIP sebagai partai pengusung presiden pun juga menegaskan menolak perpanjangan tiga periode. Dan semua pihak harus mematuhi konstitusi.
Lalu, siapa dirigennya? Permainan orkestra ini memang aneh bin ajaib. Iramanya masih berlangsung sampai saat ini, tapi dirigennya masih misterius.
Sejumlah pihak termasuk ormas besar seperti Muhammadiyah menyatakan agar siapa pun tidak main-main dengan konstitusi. Karena jika hal itu “diotak-atik” akan terjadi “badai besar” yang tidak diinginkan semua pihak. [Mh]