ChanelMuslim.com – Eksekusi mati terhadap 6 (enam) terpidana narkortika dan obat-obatan (narkoba) yang dilakukan pada Minggu (18/1) dinihari mendapatkan reaksi keras dari pemerintah Belanda dan Brasil, yang warganya termasuk di antara mereka yang dieksekusi.
Kedua negara itu langsung menarik dua duta besarnya di Jakarta. Menanggapi reaksi tersebut, Presiden Joko Widodo
(Jokowi) mengakui dirinya sempat menerima telepon dari
penguasa Kerajaan Belanda, Raja Willem-Alexander, yang meminta agar keputusan eksekusi mati tak dilaksanakan, khususnya terhadap Ang Kiem Soei (warga negara
Belanda).
Telepon serupa juga diperoleh dari Presiden Brasil, Dilma Rousseff. Presiden Brasil yang meminta agar pemerintah Indonesia tak menghukum mati Cardoso Moreira (Brasil).
Terhadap kedua telepon itu, Presiden Jokowi telah memberikan jawaban, jika keputusan hukuman mati merupakan putusan pengadilan di Indonesia. Oleh karena itu, Presiden meminta keputusan tersebut harus dihormati sebagai bagian dari kedaulatan negara.
“Kita harus menghormati upaya negara lain yang dilakukan
untuk warganya, begitu pula dengan warga negara kita di
negara lain. Kita harus menghormati apa yang jadi kedaulatan sebuah negara,” kata Presiden Jokowi yang
dicegat wartawan di sela-sela melakukan sepeda santai di
Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (18/1) pagi.
Tidak Bisa Setengah-Setengah
Melalui fanpage facebooknya, Presiden Jokowi
menambahkan alasannya, bahwa perang terhadap Mafia
Narkoba tidak boleh setengah-setengah, karena Narkoba
benar-benar sudah merusak kehidupan baik kehidupan
penggunanya maupun kehidupan keluarga pengguna
narkoba.
“Tak ada kebahagiaan hidup yang didapat dari menyalahgunakan Narkoba. Negara harus hadir dan langsung bertempur melawan sindikat Narkoba,” tulis Presiden Jokowi dalam fan page facebooknya yang
diunggahnya Minggu (18/1) kemarin.
“Indonesia Sehat, Indonesia tanpa Narkoba….,” tegas Jokowi melanjutkan.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Sebanyak 6 (enam)
terpidana narkoba) telah dieksekusi mati di dua tempat
berbeda oleh Kejaksaan Agung.
5 (lima) orang dieksekusi mati di Nusakambagan, Cilacap, Jawa Tengah, Minggu (18/1) dinihari. Seorang lainnya dieskusi di Mako Brimob Subden 3 Detasemen C di Gunung Gendil, Desa Kragilan Mojosongo Boyolali, Jawa Tengah.
Kelima terpidana mati yang dieksekusi di Nusakambangan adalah Ang Kim Soei (warga negara Belanda), Marco
Archer Cardoso Mareira (Brasil), Namaona Denis (Malawi),
Daniel Enemua (Malawi), dan Rani Andriani atau Melisa Aprilia (Indonesia). Sementara seorang yang dieksekusi
mati di Boyolali adalah warga negara Vietnam, Tran Thi
Bich.
Jaksa Agung HM. Prasetyo mengatakan, bahwa eksekusi
mati bukanlah hal yang menggembirakan, bukan satu hal
yang menyenangkan. Namun, ini suatu keprihatian yang
harus dilaksanakan.
“Hukum harus ditegakkan, dan tugas jaksa melaksanakan
eksekusi, melaksanakan keputusan pengadilan yang telah
berkekuatan hukum tetap,” kata Prasetyo kepada
wartawan di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta,
Minggu (18/1) pagi.
Terhadap pelaksanaan eksekusi mati itu, Jaksa Agung HM
Prasetyo mengatakan, ketika putusan pengadilan telah
berkekuatan hukum tetap, semua aspek yuridis telah
terpenuhi, tentunya putusan itu harus dilaksanakan demi
tercapainya kepastian hukum atas penyelesaian perkara
itu.
“Semua hak hukum telah diberikan kepada masing-masing
terpidana yang bersangkutan, tidak ada satupun yang
terlewati,” tegas Jaksa Agung.
Menurut Prasetyo, eksekusi mati merupakan proses akhir
dari perjalanan penanganan perkara. Itu yang sudah
dilakukan selama ini, dan semua wujud perlakukan dari sisi
kemanusiaan telah diberikan pemerintah kepada para
terpidana yang dieksekusi mati itu.
“Sisi kemanusiaan bagi yang bersangkuta tetap kita
perhatikan, dan kita junjung tinggi, termasuk semua
permintaan terakhir dari para terpidana mati telah kita
penuhi seluruhnya ,” jelas Jaksa Agung HM. Prasetyo.
Sumber : setkab.go.id