ChanelMuslim.com – Komisi VIII DPR RI dan Menteri Agama RI menyepakati bahwa Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2020 tidak mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2019, yaitu Rp35.235.602 atau USD 2.563. Pembayaran BPIH tahun 2020 ini dilakukan dengan menggunakan mata uang rupiah. BPIH ini tetap dengan menggunakan asumsi jumlah jemaah haji sebanyak 231.000 orang.
Dengan besaran BPIH tersebut, jemaah haji Indonesia hanya membayar 51% dari rata-rata total biaya haji per-jemaah sebesar Rp69.174.167.97,- dan sisanya rata-rata sebesar Rp 33.938.565,97 atau 49% dibiayai dari dana nilai manfaat dan dana efesiensi tahun sebelumnya.
Salah satu penyebab tetapnya BPIH tahun ini adalah karena asumsi mata uang rupiah yang menguat atas mata uang asing, terutama USD dan Saudi Arabia Riyal (SAR). Pada tahun sebelumnya, asumsi Dollar Amerika Serikat atas rupiah sebesar Rp14.200,- maka tahun ini sebesar Rp13.750. Tentu ini berpengaruh terutama terhadap biaya penerbangan yang cukup signifikan sebesar Rp28.600.000,- sementara tahun 2019 lalu sebesar Rp30.079.285,-
Dalam BPIH tahun 2020 ini, jemaah haji Indonesia tetap mendapatkan pelayanan yang selama ini didapatkan antara lain, pemondokan, konsumsi dan transportasi. Jemaah haji Indonesia tetap akan mendapatkan living cost (uang saku) sebesar 1.500 SAR (Rp5.500.005,-) dan biaya visa sebesar SAR 300 (Rp1.100.000,-) yang ditanggung dari BPIH ini. Jadi jemaah haji tidak perlu mengeluarkan biaya kembali untuk pengurusan visa haji.
Sekalipun tidak mengalami kenaikan, pelayanan haji tetap harus ditingkatkan. Tahun 2020 ini, para jamaah haji akan mendapatkan pelayanan konsumsi sebanyak 50 kali, lebih banyak dibandingkan dengan tahun sebelumnya 40 kali. Penambahan 10 kali konsumsi ini diberikan pada saat tiga hari menjelang Puncak pelaksanaan haji Arafah.
Setidaknya ada 5 komponen yang dipastikan pelayanannya semakin meningkat, yaitu:
Pertama, pemondokan atau akomodasi.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Fraksi Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengatakan bahwa prinsip dasarnya, setiap pemondokan yang digunakan harus standar bintang 3 (tiga).
“Di setiap hotel harus tersedia air minum, tempat mencuci dan ruang kesehatan untuk setiap kloter. Kami juga memastikan agar setiap kamar kapasitasnya tidak terlalu banyak agar jemaah nyaman,” kata Ace dalam keterangan tertulis yang diterima Chanelmuslim.com, Kamis (30/1).
Penempatan jemaah haji Indonesia dengan sistem zonasi per-embarkasi tetap dipertahankan. Kebijakan ini sangat mendukung manajemen pembinaan haji di Arab Saudi.
Kedua, tentang konsumsi atau makanan.
“Kami juga menyepakati agar ketersediaan makanan ini cita rasa Indonesia dengan menu yang beragam dan terjamin higinis dan kualitas gizinya diperhatikan,” sambung Ace.
Ace dan Komis VIII juga mengingatkan kepada Kementerian Agama agar menggunakan produk-produk Indonesia dalam makanan. Misalnya, beras, ikan, sayur-sayuran, daging, bumbu dan lain-lain yang berasal dari Indonesia. Ini tentu dapat mendorong perekonomian kita.
“Ketiga, kami meminta agar kualitas transportasi bus shalawat ditingkatkan. Bus sholawat ini akan membawa jemaah haji Indonesia dari hotel ke Masjid Haram. Kami minta agar kualitas bus dan frekuensinya bus ditingkatkan,” tambahnya.
Keempat, pelayanan di Arafah, Mudzdalidah dan Mina. Komisi VIII meminta agar meningkatkan kualitas tenda dan AC.
Kelima, pembinaan manasik haji melalui peningkatan kualitas petugas haji dan pembimbing haji.
“Kami memutuskan BPIH tahun 2020 ini ditetapkan lebih cepat agar Kementerian Agama RI memiliki waktu yang lebih luas untuk mempersiapkan penyelenggaraan haji menjadi lebih baik. Selain itu, bagi jemaah haji yang mendapatkan kesempatan untuk berangkat tahun 2020 ini diberikan waktu untuk melunasi setoran,” tutupnya.[ind/rilis]