Oleh: TereLiye
ChanelMuslim.com – Berkurban adalah salah satu ibadah yang telah disyariatkan Allah kepada Nabi Ibrahim. Sepenting apakah berkurban, mungkin tulisan Tere Liye seorang penulis best seller ini dapat menggugah kita.
Saya menulis cerita ini 5-6 tahun silam. Dan selalu saya repos di momen-momen terbaiknya.
Hari ini saya repos lagi, agar banyak yg bisa membacanya, dan syukur-syukur menjadi inspirasi.
Cerita tentang seekor kambing dan dua remaja putri.
Ada dua kakak-adik perempuan, kita sebut saja, satu namanya Puteri (usia 13 tahun, SMP), satu lagi namanya Ais (usia 16 tahun, SMA). Mereka tidak beda dengan jutaan remaja lainnya, meski tdk berlebihan, juga ikutan gelombang remaja yg menyukai budaya populer saat ini, seperti lagu2, K-Pop, boyband, film2, dsbgnya.
Kabar baiknya, dua anak ini memiliki pemahaman yg baik, dan itu akan menjadi bagian penting dalam cerita ini.
Suatu hari, guru agama di sekolah Puteri menyuruh murid2nya utk membuat karangan tentang berkurban. Ini jadi muasal cerita, jika murid-murid lain hanya sibuk membaca sejarah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, lantas menulis karangan, Puteri, entah apa pasal, memasukkan cerita hebat itu sungguh2 dalam hatinya. Tercengang.
Dia bahkan bertanya pada orang tuanya, di meja makan, apakah keluarga mereka pernah berkurban.
Setelah saling tatap sejenak, orang tua mereka *menggeleng, tidak pernah* . Ayah mereka *buruh pabrik*, Ibu mereka *karyawan honorer*, ibarat gentong air, jumlah rezeki yg masuk ke dalam gentong, dengan jumlah yg keluar, kurang lebih sama, jd mana kepikiran untuk berkorban.
Puteri memikirkan fakta itu semalaman, dia menatap kertas karangannya, bahwa keluarga mereka tidak pernah berkorban, padahal dulu, Nabi Ibrahim taat dan patuh mengorbankan anaknya. Bagaimana mungkin? Tidakkah pernah orang tua mereka terpikirkan untuk berkorban sekali saja di keluarga mereka?
Puteri lantas mengajak bicara kakaknya Ais. Dan seperti yang saya bilang sebelumnya, dua anak ini spesial, mereka memiliki pemahaman yg baik, bahkan lebih matang dibanding orang-orang dewasa.
Maka, mereka bersepakat, mereka akan melakukan sesuatu. Uang jajan Puteri sehari 8.000 perak, dikurangi untuk naik angkot, bersisa 4.000 utk jajan dan keperluan lain. Uang jajan Ais, 10.000 perak, dikurangi untuk naik angkot, bersisa 6.000, juga utk jajan dan keperluan lain. Mereka bersepakat selama enam bulan ke depan hingga hari raya kurban, akan menyisihkan uang jajan mereka. Puteri memberikan 2.000, Ais memberikan 3.000 per hari.
Enam bulan berlalu, mereka berhasil mengumpulkan uang 1,1 juta rupiah. Menakjubkan. Sebenarnya dari uang jajan, mereka hanya berhasil menabung 600.000, mereka juga harus
mengorbankan banyak kesenangan lain. Membeli buku bacaan misalnya, seingin apapun mereka memiliki novel-novel baru, jatah bulanan untuk membeli buku mereka sisihkan, mending pinjam, atau baca gratisan di page/blog, sama saja.
Mereka juga memotong besar-besaran jatah pulsa dari orang tua, itu juga menambah tabungan. Juga uang hadiah ulang tahun dari tante/om/pakde/bude.
Alhasil, enam bulan berlalu, dua minggu sebelum hari raya kurban, mereka punya uang 1,1 juta.
Aduh, ternyata, saat mereka mulai nanya2, harga kambing di tempat penjualan2 kambing itu minimal 1,3 juta. Puteri sedih sekali, uang mereka kurang 200 ribu. Menunduk di depan barisan kambing yang mengembik, dan Mamang penjualnya sibuk melayani orang lain.
Tapi kakaknya, Ais, yang tidak kalah semangat, berbisik dia punya ide bagus, menarik tangan adiknya untuk pulang. Mereka survei, cari di internet. Tidak semua harga kambing itu 1,3 juta. Di lembaga amil zakat terpercaya, dengan aliansi bersama peternakan besar, harga kambing lebih murah, persis hanya 1.099.000.
Dan itu lebih praktis, tidak perlu dipotong di rumah. Dan tentu saja boleh-boleh saja nyari harga kambing yang lebih murah sepanjang memenuhi syarat kurban.
Senang sekali Puteri dan Ais akhirnya membawa uang tabungan mereka ke counter tebar hewan kurban tersebut. Uang lembaran ribuan itu menumpuk, lusuh, kusam, tapi tetap saja uang, bahkan aromanya begitu wangi jika kita bisa mencium ketulusan dua kakak-adik tersebut.
Mereka berdua tidak pernah bercerita ke orang tua soal kurban itu. Mereka sepakat melupakannya, hanya tertawa setelah pulang, saling berpelukan bahagia.
Dua bulan kemudian, saat laporan kurban itu dikirim lembaga amil zakat tersebut kerumah, Ibunya yang menerima, membukanya–kedua anak mereka lagi main kerumah tetangga, numpang menonton dvd film, Ibunya berlinang air mata, foto-foto tempat berkurban, dan plang nama di leher kambing terpampang jelas, nama Ibunya.
Itu benar, dua kakak-adik itu sengaja menulis nama ibunya. Itu benar, dua kakak-adik itu ingin membahagiakan kedua orang tuanya. Tapi di atas segalanya, dua kakak-adik itu secara kongkret menunjukkan betapa cintanya mereka terhadap agama ini.
Mereka bukan memberikan sisa-sisa untuk berkorban, mereka menyisihkannya dengan niat, selama enam bulan.
Itulah kurban pertama dari keluarga mereka. Sesuatu yang terlihat mustahil, bisa diatasi oleh dua remaja yang masih belia sekali. Besok lusa, jika ada tugas mengarang lagi dari gurunya, Puteri tidak akan pernah kesulitan, karena sejak tahun itu, Ibu dan Ayah mereka meletakkan kaleng di dapur, diberi label besar-besar: ‘Kaleng Kurban’ keluarga mereka.
**Masih lama hari raya kurban, masih lama banget. Tapi itulah poin penting kenapa di repos sekarang.
Jika kita menghabiskan uang 100 ribu lebih setiap bulan untuk pulsa internetan, dan lain-lain, maka tidak masuk akal kita tidak punya uang untuk berkorban. Belum lagi ratusan ribu buat makan di luar, nonton, jutaan rupiah buat beli gagdet, pakaian, dan lain-lain.
Begitu banyak rezeki, nikmat dari Tuhan, jangan sampai seumur hidup kita tidak pernah berkurban.
Maka buat yang tidak mampu uangnya, ayo mari menabung sejak sekarang, sisihkan. Buat yang tidak mampu niatnya–padahal uangnya banyak, ayo mari ditabung juga niatnya, dicicil, semoga saat tiba hari raya kurban, niatnya sudah utuh. []