ALPHI (Asosiasi Lembaga Pemeriksa Halal Indonesia) membeberkan Perhitungan Tarif Sertifikasi Halal yang kini tengah menjadi perbincangan di kalangan pelaku usaha karena dianggap mahal.
Ketua ALPHI Elvina Rahayu menjelaskan bahwa biaya sertifikasi halal dipengaruhi oleh skala usaha, jenis produk, serta jumlah fasilitas (pabrik / outlet) atau cabang yang dimiliki oleh pelaku usaha.
Tarif ini telah diatur secara resmi oleh BPJPH melalui beberapa regulasi, yaitu Keputusan Kepala BPJPH 141 Tahun 2021, yang kemudian direvisi menjadi Keputusan Kepala BPJPH 83 Tahun 2022, dan yang terbaru adalah Keputusan Kepala BPJPH Nomor 22 Tahun 2024.
Oleh karena itu, besaran biaya yang dikenakan oleh LPH dalam proses pemeriksaan halal telah memiliki dasar aturan yang jelas dan bukan merupakan angka yang ditentukan secara sembarangan.
Sebuah restoran waralaba dengan puluhan hingga ratusan cabang tentu memerlukan proses audit yang lebih kompleks dibandingkan dengan warung makan kecil yang hanya memiliki satu outlet. Hal ini berpengaruh pada jumlah auditor dan hari yang dibutuhkan selama proses audit, sehingga biaya yang dikenakan pun akan berbeda.
“LPH itu, menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah saksi ulama. Pekerjaan kami ini cukup berat, maka kami [LPH] perlu bekerja secara profesional. Halal itu gratis, tapi pemeriksaan halal itu tidak gratis. Sertifikasi halal itu proporsional. LPH itu juga bagian dari ekosistem yang melakukan proses bisnis halal. Yang utama, bagaimana kami melakukan proses pemeriksaan kehalalan ini dengan cara yang halal,” ungkap Elvina pada Media Gathering, Rabu (19/03) di Hotel Grandhika Iskandarsyah, Jakarta.
Baca juga: PPKUKM DKI Jakarta Berhasil Berikan 1000 Sertifikat Halal pada UMKM Binaan
ALPHI Beberkan Perhitungan Tarif Sertifikasi Halal
Sementara itu, Direktur LPPOM MUI Muti Arintawati menekankan pentingnya mewaspadai calo yang mengaku konsultan, padahal hanya memungut biaya besar, tanpa membantu proses sertifikasi halal.
“Pelaku usaha perlu cermat memperhatikan rincian biaya apabila menggunakan jasa konsultan. Waspada terhadap calo berkedok konsultan yang hanya mengambil untung!” pungkasnya.
Meski sering dianggap mahal dan lama, tarif dan waktu pemeriksaan halal telah diatur dengan standar tertentu agar tetap transparan dan efisien.
“Persiapan yang baik termasuk pemahaman dan implementasi SJPH, maka dapat mempercepat dan mempermudah proses sertifikasi halal,” tegas Muti.
Dengan semakin meningkatnya kesadaran halal di Indonesia, diharapkan proses ini dapat terus berkembang dan menjadi lebih mudah diakses oleh seluruh pelaku usaha.
“Sertifikasi halal merupakan bagian dari regulasi yang melibatkan berbagai pihak, termasuk BPJPH sebagai regulator, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai otoritas pemberi fatwa, serta LPH yang bertugas melakukan pemeriksaan kehalalan produk. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat dan pelaku usaha untuk memahami bagaimana proses sertifikasi halal dilakukan dan bagaimana tarifnya ditentukan agar tidak terjadi kesalahpahaman,” ujar Elvina menutup diskusi.[ind]