oleh: Kiki Barkiah
ChanelMuslim.com–Pernahkah kita membaca status sosial media anak-anak muda zaman milenial hari ini? mungkin jarang sekali kita menemukan pemikiran-pemikiran hebat yang keluar dari buah pikiran anak-anak muda. Kita cukup takjub ketika melihat tulisan Ananda Afi yang berusia muda. Terlepas dari kontroversi isi tulisannya, banyak orang yang mengapresiasi bahwa ananda memiliki pola pikir yang tidak sama dengan kebanyakan anak-anak muda milenial hari ini yang lebih banyak terbuai dengan hal-hal yang sia-sia. Tapi sayangnya belakangan kita ketahui bahwa ternyata tulisan tersebut bukan original miliknya. Atau pernahkah kita membaca banyaknya status sosial media anak muda yang menuliskan mama b*ngs*t? Tulisan-tulisan yang berisi caci maki yang tak beradab tentang orang tua mereka? Miris sekali! Benarlah pepatah yang mengatakan bahwa teko akan mengeluarkan isi yang ada di dalamnya. Jika kita mengisi dengan hal-hal penting dan bermanfaat maka yang kita keluarkan adalah hal-hal yang bermanfaat, begitu sebaliknya jika yang masuk adalah sesuatu yang omong kosong maka yang keluar pun bersifat omong kosong.
“You are what you read, you are what you see, you are what you hear.” adalah sederetan prinsip yang kami anut dalam proses membangun pola pikir dan konsep diri anak anak kami. Sedari kecil anak-anak dikondisikan mendapatkan informasi yang penting bagi hidupnya. Baik dari apa yang mereka lihat, mereka dengar, ataupun mereka baca. Karena waktu kebersamaan dengan mereka begitu singkat, sebelum mereka kelak bepergian jauh untuk menuntut ilmu dan menjalani kehidupannya sendiri. Kita berlomba dengan waktu di mana anak mencapai usia baligh saat organ reproduksi mereka matang. Bahkan cenderung lebih cepat matang dibanding anak-anak zaman dulu, karena asupan gizi yang masuk hari ini menstimulasi mereka untuk baligh lebih cepat . Sementara melalui pendidikan kita harus mengantarkan mereka mencapai kondisi akil bertepatan dengan pencapaian kondisi baligh.
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur” (Q.S An-Nahl 78)
Seperti apa kepribadian manusia akan sejalan dengan apa yang mereka pikirkan. Sementara pikiran mereka dipengaruhi oleh apa yang mereka lihat dan mereka dengar. Pertanyaannya? Seberapa besar perhatian kita pada apa yang dilihat dan didengar anak anak? Seberapa besar perhatian kita pada buku-buku yang mereka baca? Seberapa besar perhatian kita pada aktivitas sosial media anak? Akun siapa yang mereka follow sebagai teladan? Group apa yang mereka ikuti? Artikel artikel seperti apa yang mereka browsing? Kenapa?? karena itu yang akan mendominasi pikiran anak kita. Seperti apa anak-anak kita akan dipengaruhi oleh seperti apa pihak yang paling dominan berinteraksi dengannya. Apakah kita adalah pihak yang paling dominan dan berpengaruh bagi pola pikir mereka? Ataukah justru yang lain? Apakah yang akan mengajak mereka menapaki jalan surga? Ataukah sebaliknya?
Sebelum anak telanjur mencintai kesia-siaan, sebelum anak telanjur mencintai informasi picisan, sebelum anak telanjur mencintai informasi omong kosong yang tak berfaedah, sebelum anak tenggelam dalam lautan informasi yang penuh kemaksiatan dan kemudharatan, maka jadilah kita pihak yang paling pertama dan utama dalam mengantarkan anak-anak mengenal dunia. Memberikan informasi-informasi yang penting sebagai bekal kehidupan mereka. Sehingga mereka semakin mengetahui siapa diri mereka, seperti apa tugas mereka dalam kehidupan ini, apa yang Allah inginkan dari manusia dalam kehidupan ini, dan apa yang ingin mereka persembahkan kepada Allah selama mereka hidup di dunia ini? Sebuah perjuangan untuk membuat anak-anak rampung mengetahui tujuan hidupnya, rampung mengetahui garis besar hukum-hukum Allah, dan siap melaksanakan perintah dan larangan Allah saat mencapai kondisi baligh. Ternyata durasi memperjuangkan hal itu sangat singkat. 14 tahun pertama yang cukup menentukan warna kehidupan anak-anak di masa yang akan datang. Maka mengantarkan mereka menjadi seorang manusia pembelajar adalah salah satu tugas penting orang tua pada usia 14 tahun pertama anak-anak. Menjadi “a reading mama”, ternyata sebuah pilihan berharga dalam dunia pengasuhan, yang kelak insya Allah akan mengalirkan pahala jariyah yang tidak ada habisnya.
Membimbing mereka menjadi seorang manusia pembelajar adalah sebuah investasi yang paling berharga untuk masa depan anak-anak. Karena seorang manusia pembelajar tidak akan pernah berhenti belajar untuk memecahkan permasalahan dan memberikan kebermanfaatan bagi umat manusia. Membentuk anak-anak menjadi manusia pembelajar ternyata cukup dipengaruhi oleh kehidupan awal-awal tahun usia mereka.
Jadilah a reading mama, yang sedari anak-anak kecil, kita:
1. Membantu anak mendapat informasi yang benar dan penting untuk bekal hidupnya
2. Melatih anak untuk memiliki kemampuan mengambil, menggabungkan, membandingkan, dan menggunakan informasi yang dimiliki untuk diterapkan dalam konteks baru dan keterampilan konseptual
3. Melatih anak untuk memiliki kemampuan dalam beradaptasi dengan lingkungan
4. Melatih anak agar dapat bersikap dan berfikir secara rasional serta bertindak secara efektif dalam menghadapi lingkungannya
5. Melatih anak untuk memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah
6. Melatih anak untuk memiliki kemampuan untuk menciptakan hal baru
7. Melatih anak untuk menemukan atau menciptakan masalah baru yang menjadi peletak dasar munculnya pengetahuan baru
8. Memastikan mereka selalu dalam kegiatan produktif dan terhindar dari kesia-siaan
9. Merangsang anak untuk memiliki kepedulian terhadap lingkungan sosial dan kondisi ummat
10. Bantulah mereka menemukan potensi, minat dan bakat mereka sedari dini, serta siapkan sarana dan prasarana yang menunjang pengembangannya.
11. Merangsang anak untuk memiliki visi misi hidup dan mengarahkan energi mereka untuk meraih visi misi tersebut
12. Menyediakan berbagai sarana untuk mengaktualisasikan diri mereka dalam kegiatan yang bermanfaat
13. Mengajarkan life skill dan melatih kemandirian
Lalu buku-buku seperti apa yang harus kita sediakan untuk anak-anak? Buku apa saja yang mampu memberikan ilmu untuk:
1. Peningkatan kapasitas intelektual yang membuat kita semakin mengenal kebesaran Allah. Sehingga dengan itu kecintaan kepada Allah semakin bertambah. Dengan kata lain apabila ilmu tersebut tidak menambah kecintaan kita kepada Allah maka tidak perlu memadatkan kurikulum dalam pembelajaran kita. Sebaliknya, setiap ilmu apapun yang dipelajari sebaiknya dibahas secara mendalam dalam sudut pandang nilai ilahiah sehingga dengannya kecintaan kita kepada Allah akan bertamba
2. Tambahan pengetahuan yang membuat kita semakin merasa kerdil di hadapan Allah, sehingga dengannya kita semakin tunduk dan khusyuk dalam beribadah kepada Allah. Dengan kata lain apabila ilmu tersebut membuat kita semakin sombong, tidak semakin khusuk dan tunduk kepada Allah, maka ilmu tersebut harus kita tinggalkan. Sebagai contoh, di dunia maya banyak sekali ilmu yang bermanfaat tapi disampaikan oleh lagu-lagu yang nadanya membuat kita lalai dari mengingat Allah. Maka metode seperti ini lebih baik ditinggalkan.
3. Tambahan ilmu yang menumbuhkan kepekaan diri terhadap sebuah masalah, sehingga dengannya muncul kecerdasan sosial dalam diri kita untuk mengambil sebuah peran kekhalifahan dalam kehidupan. Dengan kata lain, ilmu yang kita gali tidak sebatas hanya tambahan wawasan dan wacana, tambahkan point materi sedemikian hingga ilmu tersebut bisa diterapkan untuk memecahkan masalah. Sebagai contoh, anak-anak kami dapat lebih menjiwai mata pelajaran “living and non living thing” apa saja yang menjadi kebutuhan dasar makhluk hidup karena setiap hari mereka memiliki tugas mengurus hewan peliharaan. Learn to do, learn to be, bukan sekadar learn to know.
4. Tambahan informasi yang berbuah keluhuran moral, sehingga dengannya bertambah derajat kita di sisi Allah. Dengan kata lain perbanyak pula wawasan yang menjadikan kita semakin baik akhlaknya dan semakin suci jiwanya. Seperti memperbanyak wawasan dalam meneladani Rasulullah SAW, para sahabat dan salafus sholeh. Sebagai contoh saat anak-anak mempelajari grammar atau vocabulary, konteks kalimat bisa diambil setelah kita membaca cerita yang memuat nilai moral. Dalam homeschooling keluarga kami, setiap hari kami membedah buku yang bercerita tentang hikmah-hikmah seputar kehidupan.
5. Tambahan pengetahuan yang meningkatkan kualitas kinerja dalam profesi yang kita emban, sehingga dengannya keberkahan mengalir dalam setiap pekerjaan yang dilakukan. Dengan kata lain mengasah keahlian untuk membuat kita semakin ahli dalam bidang kita. Pelajaran ini lebih serius dilakukan saat anak-anak sudah mulai terlihat memiliki kecenderungan minat dan bakat pada bidang tertentu. Sementara untuk usia dini dan sekolah dasar kami lebih fokus pada memperkaya wawasan dan memberi sekian banyak pengalaman sambil mengamati tipe kecerdasan dan bidang yang diminati anak-anak.
6. Proses pembelajaran yang mampu memicu perubahan dalam diri kita, sehingga dengannya kita bersemangat melakukan perubahan sosial. Dengan kata lain setiap kali membahas ilmu sentuhlah jiwa kepemimpinan anak-anak sehingga mereka memiliki ide dan semangat untuk melakukan perbaikan. Ajak mereka untuk melakukan perubahan kecil di sekitar mereka. harapannya kelak mereka bisa menjadi agent of change.
7. Tambahan bekal kehidupan yang membuat kita dapat hidup lebih bermartabat dalam sebuah peradaban, sehingga dengannya kita bersemangat membangun peradaban yang bersendikan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan. Dengan kata lain, Ilmu yang bisa meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Hal ini yang kami harapkan dari sebuah proses melahirkan manusia pembelajar dalam homeschooling keluarga kami. Bagaimana anak-anak tidak pernah berhenti belajar tentang ilmu yang dibutuhkan untuk membuat mereka semakin bermanfaat bagi umat manusia dan dapat berkontribusi dalam meningkatkan kualitas hidup manusia.
Oleh karena itu, dunia membaca anak tak melulu soal mengajarkan anak ABC. Banyak orang tua yang menyibukkan anak-anak usia dini dalam kegiatan belajar skill membaca. Bahkan banyak para orang tua yang merasa panik ketika anak-anak belum bisa membaca saat usia lulus TK. Dalam buku Miseducation Preschool at Risk, David Elkind justru merekomendasikan untuk mulai belajar membaca secara simbolik saat usia anak anak kehilangan gigi susu. Meskipun begitu pada beberapa anak yang mampu dan menunjukkan minat serta melakukan dengan senang, proses belajar membaca bisa dilakukan lebih awal. Namun pada awal-awal tahun usia anak, hal yang jauh lebih penting dari mengajarkan skill membaca adalah:
1. Proses menamkan kecintaan kepada buku dan ilmu
2. Melatih kemampuan anak dalam memahami isi bacaan.
3. Memperluas kosakata melalui kegiatan membaca
4. Memperluas wawasan melalui kegiatan membaca
Ketidakbijaksanaan dalam mengajari anak-anak membaca justru dapat berakibat menghilangkan fitrah mereka sebagai manusia pembelajar. Fenomena saat ini banyak anak-anak yang mampu membaca tapi tidak mampu menangkap isi bacaan karena kekurangtepatan langkah awal dalam mengenalkan dunia membaca.
Semoga ikhtiar kita menjadi a reading mama, menjadi salah satu amalan yang memperberat timbangan kita di akhirat kelak. Karena pahala jariyah yang terus menerus mengalir dari ilmu yang kita berikan pada anak-anak. Lalu sampai kapankah pekerjaan ini selesai? Sampai anak mencintai ilmu, mencintai kegiatan membaca buku, sehingga tidak ada hari tanpa buku bagi mereka. Namun tentunya jika terus menerus ada anggota baru di dalam rumah, maka menjadi a reading mama, adalah tugas yang terus berkelanjutan sejalan dengan tambahnya kelahiran murid baru di rumah kita.[ind]