ChanelMuslim.com – Asma binti Abu Bakar lahir di kota Mekkah sekitar 27 tahun sebelum Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam hijrah ke Madinah ia dibesarkan ayahnya, Abu bakar as-Siddiq yang memiliki sifat baik karena dia adalah manusia yang paling utama setelah Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam.
Asma hidup bersama ayahnya dan belajar banyak darinya tentang akhlak akhlak mulia, hingga tumbuh dengan menyenangi setiap bentuk kemuliaan. Ketika cahaya Islam menyinari tanah jazirah Arab, ayahnya, Abu bakar as-Siddiq adalah orang yang pertama memeluk Islam dari golongan laki-laki dewasa.
Oleh sebab itu tidak heran jika Asma memeluk Islam sejak dini hingga termasuk orang-orang yang pertama masuk Islam.
Baca Juga: Pilar-Pilar Kesetiaan Suami Istri dalam Rumah Tangga
Pengorbanan dan Kesetiaan Asma binti Abu Bakar kepada Suaminya
Jika dibuat nomor urut daftar orang-orang yang masuk Islam, maka Asma berada pada urutan ke 18. Artinya hanya ada 17 orang yang lebih dulu masuk Islam darinya, baik laki-laki maupun perempuan.
Takdir Allah menempatkan Asma dipersunting oleh salah seorang dari 10 sahabat yang dijamin masuk surga, yaitu Zubair bin Awwam, pengawal setia Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam.
Zubair adalah seorang laki-laki yang miskin, tapi statusnya sebagai mukmin melebihi segala-galanya. Asma binti Abu Bakar as-Siddiq menuturkan saat menikah denganku Zubair tidak memiliki harta benda, budak, atau barang apa pun kecuali kuda.
Aku selalu menyiapkan makanan dan merawatnya. Aku menumbuk kurma yang sudah matang, memberinya makan dan minum.
Selain itu aku juga menjahit sendiri tempat minum dari kulit dan membuat adonan roti. Sebenarnya aku tidak pandai membuat roti, namun wanita-wanita Anshar membantuku membuatkannya. Mereka adalah wanita-wanita yang tulus.
Asma melanjutkan, “Aku biasa mengambil kurma dari kebun Zubair hasil pemberian Rasulullah dan membawanya di atas kepalaku. Padahal jaraknya dari rumahku sekitar dua pertiga farsakh (sekitar 3,4 km).
Pada suatu hari aku sedang membawa kurma di atas kepalaku, di tengah perjalanan tiba-tiba aku bertemu Rasulullah dan para sahabatnya. Beliau mendoakanku, lalu aku mendengar beliau memberi aba-aba kepada untanya. “ekh ekh.”
Tujuannya, beliau hendak menyuruhku naik unta dan duduk dibelakang beliau. Aaku merasa malu berjalan bersama rombongan laki-laki dan teringat dengan besarnya kecemburuan Zubair. Karena aku tahu, Zubair sangat pencemburu.”
Asma melanjutkan, “Rasulullah mengerti bahwa aku sangat malu maka beliau melanjutkan perjalanannya setelah tiba di rumah dan bertemu Zubair, aku berkata
“Tadi aku bertemu dengan Rasulullah ketika aku sedang membawa kurma di atas kepalaku. Beliau disertai beberapa orang sahabat. Beliau berhenti dan menyuruh untanya duduk agar aku naik ke atas punggungnya. Aku merasa malu dan teringat dengan sifatmu yang pencemburu.”
Ia berkata, “Demi Allah keadaanmu yang membawa kurma di atas kepala lebih memberatkan hatiku daripada naik unta bersama beliau.”
Asma menutup penuturannya, “Keadaanku sehari-hari tetap seperti itu sampai suatu ketika Abu bakar memberiku seorang pembantu, sehingga aku tidak perlu lagi mengurus dan merawat kuda. Aku merasa seakan-akan dia telah membebaskanku.” [Ln]
Sumber: 35 Sirah Shahabiyah, Oleh: Mahmud Al-Mishri