ChanelMuslim.com – Assalamualaikum Pak Ustadz, pernah dengar tentang tidak bolehnya mencela pemimpin, dan harus patuhnya kita pada pemimpin walau dia zalim sekalipun. Dan berdosanya kita kalau berusaha menjatuhkan pemimpin yang tidak baik itu. Terima kasih Pak Ustaz.
Mencela dan Mencopot Pemimpin yang Zalim dijelaskan oleh Ustaz Farid Nu’man Hasan
Artikel ini adalah kelanjutan dari Mencela dan Mencopot Pemimpin yang Zalim (3)
Kapankah Pemimpin Boleh Dima’zulkan/Dicopot?
Berikut ini pandangan Imam Abul Hasan Al Mawardi dalam Al Ahkam As Sulthaniyah tentang keadaan yang membuat dibolehkannya dicopotnya seorang pemimpin:
وإذا قام الإمام بما ذكرناه من حقوق الأمة فقد أدى حق الله تعالى فيما لهم وعليهم ، ووجب له عليهم حقان الطاعة والنصرة ما لم يتغير حاله والذي يتغير به حاله فيخرج به عن الإمامة شيئان : أحدهما جرح في عدالته والثاني نقص في بدنه . فأما الجرح في عدالته وهو الفسق فهو على ضربين : أحدهما ما تابع فيه الشهوة .
والثاني ما تعلق فيه بشبهة
، فأما الأول منهما فمتعلق بأفعال الجوارح وهو ارتكابه للمحظورات وإقدامه على المنكرات تحكيما للشهوة وانقيادا للهوى ، فهذا فسق يمنع من انعقاد الإمامة ومن استدامتها ، فإذا طرأ على من انعقدت إمامته خرج منها ، فلو عاد إلى العدالة لم يعد إلى الإمامة إلا بعقد جديد
Jika imam (pemimpin) sudah menunaikan hak-hak umat seperti yang telah kami sebutkan sebelumnya, maka otomatis ia telah menunaikan hak-hak Allah Ta’ala, hak-hak mereka, dan kewajiban-kewajiban mereka. Jika itu telah dia lakukan, maka dia punya dua hak dari umatnya.
Mencela dan Mencopot Pemimpin yang Zalim (4)
Pertama, ketaatan kepadanya
Kedua, membelanya selama keadaan dirinya belum berubah
Ada pun dua hal yang dapat mengubah keadaan dirinya, yang dengan berubahnya kedua hal itu dia mesti mundur dari kepemimpinannya:
1. Adanya cacat dalam ke- ’adalah-annya.
2. Cacat tubuhnya
Ada pun cacat dalam ‘adalah (keadilan) yaitu kefasikan, ini pun ada dua macam; Pertama, dia mengikuti syahwat (dalam perilaku); Kedua, terkait dengan syubhat (pemikiran).
Bagian pertama (fasik karena syahwat) terkait dengan perbuatan anggota badan, yaitu dia menjalankan berbagai larangan dan kemungkaran, baik karena menuruti hawa syahwat, dan tunduk kepada hawa nafsu. Kefasikan ini membuat seseorang tidak boleh diangkat menjadi imam (pemimpin), dan juga sebagai pemutus kelangsungan imamah (kepemimpinan)-nya.
Jika sifat tersebut terjadi pada seorang pemimpin, maka dia harus mengundurkan diri dari imamah-nya. Jika ia kembali adil (tidak fasik), maka imamah tidak otomatis kembali kepadanya, kecuali dengan pengangkatan baru. ………. (Imam Abul Hasan Al Mawardi, _Al Ahkam As Sulthaniyah, Hlm. 28. Mawqi’ Al Islam)
Jika seorang pemimpin fasiq bisa dicopot, tentunya pemimpin kafir radikal lebih layak untuk dicopot.
Imam Ibnu Hajar Al Asqalani Rahimahullah berkata:
أَنَّهُ يَنْعَزِلُ بِالْكُفْرِ إِجْمَاعًا فَيَجِبُ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ الْقِيَامُ فِي ذَلِكَ فَمَنْ قَوِيَ عَلَى ذَلِكَ فَلَهُ الثَّوَابُ وَمَنْ دَاهَنَ فِعْلَيْهِ الْإِثْمُ وَمَنْ عَجَزَ وَجَبَتْ عَلَيْهِ الْهِجْرَةُ من تِلْكَ الأَرْض
” Sesungguhnya pemimpin dilengserkan karena kekufuran yang mereka lakukan menurut ijma’ ulama. Wajib setiap muslim melakukan hal itu. Siapa yang mampu melakukannya, maka dia mendapat pahala. Dan siapa yang basa-basi dengan mereka, maka dia mendapat dosa. Dan siapa yang tidak mampu, wajib baginya untuk hijrah dari daerah itu”. (Fathul Bari, 13/123)
Cara mencopotnya tentu dengan cara yang paling minim mudharatnya, walau dalam sejarah umat ini bisa dilakukan oleh Ahlul Halli wal Aqdi, atau pernah dengan people power.
Demikian. Wallahu a’lam