“Nggak boleh sayang. Nanti saja kalau Ben sudah hafal 8 Juz dan sudah kelas 3 SMP.”
Zaman modern kayak gini, yang semua anak pegang hape.
Bahkan suatu hari, “Ummi, Ben ngomong sama siapa? Semua orang pegang hape dan Ben ngomong sendiri.”
Aku yang juga lagi pegang hape tersentak. Benar juga. Kalau hanya satu orang nggak pegang hape dan semua orang pegang hape maka yang satu orang tersebut ngomong sama siapa?
Baca juga: Menghayati Cerita Nabi Nuh
Sejak itu kalau ada Ben, aku nggak pegang hape kecuali sangat terpaksa. Seperti lihat jadwal mengajar misalnya. Kenapa? Jadi ceritanya gini.
Sejak online, akhirnya anak-anak pada punya hape masing-masing. Nah, dari situ timbul banyak masalah. Aku merasa kehilangan Ben yang seharusnya. Kepolosannya, tatap mata kekanakan dan pola pikirnya. Kok rasanya kayak beda ya, kayak ketinggian, kayak bukan anak umur 8 tahun.
Lain tempat, aku melihat anak-anak seusianya ansos benar (anti sosial), ketika ada orangtua datang mereka hanya menoleh sejenak lalu kembali sibuk.
“Salim, Nak,“ kata ibunya.
Anaknya salim lalu kembali ke hape. Jadi, kita mau tanya dan ngomong macam-macam nggak bisa karena anaknya asik dengan hape dan ibunya diam saja.
Jadi, kalau kita nggak bisa mengawasi anak dan hapenya, jangan dikasih hape pribadi. Untuk belajar pakai laptop kita. Dan kita ada di sampingnya. Kalau tak bisa keduanya… ya sudahlah, home schooling.
“Tidak ada pemberian seorang ayah untuk anaknya yang lebih utama dari pada (pendidikan) tata krama yang baik.” (HR At-Tirmidzi dan Al-Hakim)
Website:
https://ChanelMuslim.com/jendelahati
https://www.jakartaislamicschool.com/category/principal-article/
Facebook Fanpage:
https://www.facebook.com/jisc.jibbs.10
https://www.facebook.com/Jakarta.Islamic.Boys.Boarding.School
Instagram:
www.instagram.com/fifi.jubilea
Twitter: