ChanelMuslim.com – Sahabat Muslim, selain meneladani Rasulullah, kita juga bisa mengambil inspirasi lain dari para nabi, salah satunya adalah Nabi Ibrahim. Kita bisa lihat bagaimana Nabi Ibrahim mendidik Nabi Ismail sehingga menjadi anak yang taat kepada Allah dan inspirasi lainnya.
Baca Juga: Nabi Ibrahim Ibarat Satu Umat, Tafsir An-Nahl 120
Mengambil Inspirasi dari Nabi Ibrahim
Dikutip dari channel telegram Generasi Shalahuddin featuring @lazucare, 4000 tahun bukanlah waktu yang sedikit. Jarak kita dengan Nabi Ibrahim terlalu jauh. Sudah berapa negeri berdiri dan runtuh, berapa umat yang lahir lalu hancur, berapa raja-raja yang mati-matian mengabadikan namanya dalam prasasti, tetapi ternyata yang kita ingat sekarang bukanlah mereka semua.
Hal yang kita ingat justru adalah manusia-manusia yang Allah-lah tujuan utama hidupya. Bahkan Allah jadikan kisah Ibrahim, Ismail dan Ibunda Hajar sebagai hari raya yang Allah perintahkan kita untuk bahagia menjalaninya.
Kita bisa bertanya, mengapa Nabi Ibrahim demikian abadi namanya sepanjang sejarah umat manusia? Apa yang menyebabkan beliau mendapatkan keberkahan yang tumpah ruah sehingga digelari sebagai Bapak Para Nabi dan Khalilurrahman?
Di antara banyak jawabannya, salah satunya adalah, orientasinya yang Robbani. Semua yang beliau lakukan, tolok ukurannya bukan pada nominal apalagi penghasilan, bukan tentang dirinya sendiri dan bukan tentang cara menguntungkan pribadinya.
Sejak awal, semua umurnya total untuk Allah. Semuanya diukur dengan apakah manusia mengenal Allah atau tidak, apakah dakwah meluas atau tidak.
Sebuah untaian syair mengabarkan pada kita mengapa Baginda Ibrahim begitu harum namanya dalam kenangan sejarah, wangit betul jasanya diabadikan oleh Al Qur’an.
Malu pada Bapak Para Anbiya
Patuh dan taat pada Allah semata tanpa pernah mengumbar kata-kata jalankan perintah tiada banyak bicara
Kuncinya ada pada ketaatan. Dengan taat pada Allah, maka Allah sendiri-lah yang menjamin hidup kita. Sesederhana itu, tetapi tidak semua manusia mampu melaksanakannya.
Betapa banyak masalah-masalah bangsa ini yang begitu rumit untuk diurai, tapi kita malah angkuh menjauh dari Allah. Padahal dalam saat-saat menghimpit seperti ini, justru inilah saatnya memupuk taat pada-Nya.
Pada saat bumi menyempitkan ruangnya untukmu, hadapkan harapanmu ke langit. “Hunaaka sa’adatun mukhtabi’ah tantadzir istighfaraka litadzhar” sebenarnya ada kebahagiaan yang bersembunyi, menunggu istighfar kita agar dia menampakkan diri.
Baca Juga: Belajar dari Kedermawanan Nabi Ibrahim
Hidup untuk Memberi Manfaat
Ciri khas kedua yang diajarkan oleh Baginda Ibrahim, Ismail dan Ibunda Hajar adalah; hidupnya untuk memberi manfaat, bukan untuk mendulang pemberian.
Kita menamakannya dengan bahasa yang lebih sederhana dengan nama berkorban.
Bekerja itu seperti menanam pohon, dan berkorban adalah pupuk yang mempercepat pertumbuhannya. Kita mengenang Nabi Ibrahim hari ini karena ia bekerja menabur kebajikan di ladang hati manusia.
Tanpa henti, kita mengenang Nabi Ibrahim hari ini karena pengorbanannya yang tidak terbatas.
Apabila bekerja adalah simbol keberdayaan dan kekuatan, maka pengorbanan adalah simbol cinta dan kejujuran. Itu nilai yang menjelaskan mengapa bangsa-bangsa bisa bangkit dan para pemimpin bisa memimpin.
Hanya mereka yang memimpin dengan gairah berkorban penuh cinta yang dapat mengantarkan rakyatnya menuju kebaikan. Dan ternyata, begitulah perintah Allah untuk kita; tetap beramal, tetap beraksi, jangan diam di tempat dan jangan sampai tertinggal. [Cms]