Chanelmuslim.com- Senin (17/10) bisa dibilang hari bersejarah bagi PPP Djan Faridz dalam manuver politik di pentas Jakarta. Hari itu, partai berlambang Ka’bah itu menyatakan dukungan secara resmi ke calon pasangan Ahok-Djarot di Pilkada DKI 2017.
Walau tak diakui sebagai dukungan resmi oleh Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta karena sudah melewati masa pendaftaran calon, PPP Djan Faridz begitu yakin dengan politik dukungan ke Ahok itu. Walaupun, tiga hari sebelum itu, sebagian besar ormas Islam menyatakan “penolakan”nya terhadap Ahok-Djarot.
Menariknya, dari sekian partai Islam yang ada, hanya kubu Djan Faridzlah yang berani mengambil pilihan itu. Ada apa? Kenapa kubu Djan Faridz berani mengambil resiko akan diditinggalkan konstituen dan kader, khususnya di Jakarta?
Strategi politik “Suara Sumbang”
Seperti diketahui publik, Partai Persatuan Pembangunan atau PPP mengalami perpecahan menjadi dua kubu: kubu Romahurmuzi dan kubu Djan Faridz.
Walau mengklaim sudah mengantongi putusan pengadilan tinggi sebagai pemegang sah PPP, kubu Djan Faridz masih mengalami jalan buntu untuk bisa diterima sebagai pengendali PPP oleh pemerintah.
Hingga saat ini, kubu PPP Romahurmuzilah yang diterima koalisi Presiden Jokowi sebagai partai pendukung pemerintah. Sementara, kubu Djan Faridz masih seperti belum dianggap.
Padahal, basis kubu Djan Faridz begitu kuat di wilayah Jakarta, dan beberapa kota besar lainnya. Bahkan, kantor resmi PPP berada dalam kendali kubu Djan Faridz. Dan, Abraham Lunggana atau Lulung pun tercatat sebagai ketua PPP kubu Djan Faridz untuk wilayah DKI Jakarta.
Di pentas Pilkada Jakarta, koalisi partai terpecah pada tiga calon. PDIP yang menjadi partai pendukung utama pemerintah berada di barisan koalisi Ahok-Djarot bersama Golkar, Nasdem, dan Hanura. Di mana PPP?
Pertanyaan inilah yang boleh jadi dibaca oleh kubu Djan Faridz sebagai peluang. Kenyataannya, kubu PPP Romahurmuzi menjadi pendukung di poros Cikeas. Seperti ada celah antara PPP Romahurmuzi dengan Jokowi dan PDIPnya yang berada di kubu Ahok-Djarot. Dan, celah inilah yang dimainkan kubu Djan Faridz.
Seperti diketahui banyak kalangan, hubungan antara Ahok dan Jokowi terjalin begitu kuat sejak keduanya menjadi pasangan di Pilkada DKI 2012. Bahkan, posisi Ahok saat ini merupakan kelanjutan kepemimpinan Jokowi di Jakarta.
Masih segar dalam ingatan publik ketika Menko Rizal Ramli yang mempreteli kewenangan Ahok dalam Reklamasi Pantai Jakarta. Perseteruan terbuka Rizal dengan Ahok pun kian meruncing dan masuk dalam kewenangan Presiden Jokowi.
Menariknya, hanya dalam hitungan hari, Rizal Ramli masuk dalam daftar menteri yang kena reshufle Jokowi.
Pertanyaannya, apakah kubu PPP Romahurmuzi yang berada di poros Cikeas di Pilkada DKI menyinggung posisi keberadaan partai koalisi, khususnya PPP di pemerintah?
Memang, tidak mudah menjawabnya. Tapi boleh jadi, inilah celah yang mungkin sedang dimainkan kubu Djan Faridz dengan bergabung bersama PDIP dalam dukungan Ahok-Djarot.
Dalam kalkulasi Ahok-Djarot, bergabungnya PPP Djan Faridz bisa dianggap signifikan. Dipungkiri atau tidak, masyarakat Jakarta, terutama yang berada di akar rumput seperti mendapat legitimasi “halalnya” memilih Ahok-Djarot bersamaan dengan gabungnya PPP Djan Faridz.
Dalam kalkulasi kubu PPP Djan Faridz, dukungan kepada Ahok-Djarot berarti mempertaruhkan emosional kader dan konstituen partai berlambang Ka’bah ini, khususnya di Jakarta.
Namun, kalkulasi yang lain bagi kubu Djan Faridz juga mengatakan bahwa apalah artinya dukungan emosional sebagai partai Islam, jika secara nasional belum juga dianggap oleh pemerintah.
Dua kalkulasi inilah yang boleh jadi saat ini menjadi program utama, sekaligus pertaruhan hidup mati PPP kubu Djan Faridz di mata masyarakat Jakarta, khususnya umat Islam.
Strategi politik “suara sumbang” yang dimainkan kubu Djan Faridz sepertinya tidak bertepuk sebelah tangan.
Pada Senin kemarin (17/10), Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly menyatakan masih mengkaji proses konflik dualisme kepemimpinan PPP.
Yasonna menyatakan pihaknya masih terus menelusuri konflik dua partai berlambang Ka’bah itu. Pasalnya, kata Yasonna kepada Tempo, PPP dari kubu Djan Faridz memiliki novum atau bukti baru yang bisa membatalkan keputusan sebelumnya. (mh/foto: tempo)