Chanelmuslim.com – Pernah menghadapi situasi di mana anak hanya mau melakukan sesuatu yang diinginkan saja? Permintaan orang tua diabaikan dan bahkan cenderung tidak didengar? Di saat-saat seperti ini kesabaran orang tua memang benar-benar diuji. Lalu bagaimana mengatasi anak yang suka melawan ini?
Saking kesalnya karena si anak gemar melawan, orang tua pun melabeli anaknya dengan sebutan ‘pembangkang’. Duh, padahal label negatif ini akan membuat anak tumbuh dalam karakter yang negatif.
Terapis keluarga, Tricia Ferrara, menyarankan orang tua untuk melakukan strategi ‘serangan saat setrika dingin’ untuk menghadapi anak yang suka melawan. Karena tidak akan banyak yang bisa dilakukan orang tua ketika berada dalam situasi panas, yakni saat anak melawan dan orang tua kesal.
Lalu bagaimana melakukan strategi itu? Tricia memberi saran dengan memulai memberikan suatu janji pada anak. Misalnya saja di akhir pekan anak akan diajak ke taman bermain yang merupakan tempat favoritnya. Namun, tegaskan pada anak, kegiatan ini akan dilakukan jika Anak menunjukkan perilaku anak yang baik, seperti membereskan mainan, mandi tepat waktu, dan sebagainya.
Nah, jika anak menunjukkan perilaku yang tidak baik, ingatkan saja dengan rencana dan syarat yang sudah dibuat sebelumnya. Kata Tricia, hal ini akan memicu anak untuk melakukan sesuatu yang memang mereka harus lakukan.
“Di rumah saya berlaku ‘bertingkah tidak akan mendapat apa-apa,” ujar Tricia dikutip dari CNN.
Dengan demikian anak tidak akan menggunakan perilaku negatif sebagai ‘senjata’ untuk mendapatkan yang diinginkan. Sebaliknya, anak-anak akan melakukan hal-hal yang seharusnya mereka lakukan.
Alan Kazdin, profesor di bidang psikologi di Yale University mengingatkan orang tua untuk tidak mudah melabeli anak dengan sesuatu yang negatif. Ketika anak dilabeli ‘pembangkang’ maka seolah-olah masalah hanya ada pada anak, sementara orang tua baik-baik saja. Padahal tidak selalu demikian.
Ketika anak tidak menuruti perkataan orang tua, sebaiknya orang tua pun mencari tahu apa yang membuat kondisi itu terjadi. Misalnya, apakah orang tua sudah berbicara dengan kata-kata dan intonasi yang baik? Atau sebaliknya kesannya memerintah sehingga anak jadi enggan menurutinya?
Prof Kazdin mengatakan cara orang tua menyampaikan instruksi kepada anak-anaknya mempengaruhi kemungkinan anak untuk mematuhinya. Misalnya kalimat: ‘tolong bereskan mainan kamu’ dengan ‘bereskan mainan kamu’.
Anak kemungkinan lebih patuh saat Anda menyematkan kata ‘tolong’. Ini karena ketika seseorang menggunakan kata tolong, biasanya intonasi atau nada suara lebih enak didengar.
Selain itu beberapa orang tua mengeluh sudah lelah dan stres bekerja seharian, di rumah semakin stres menghadapi anak yang suka melawan. Nah, perlawanan anak bisa jadi muncul karena nada suara orang tua yang memang membuatnya tidak nyaman. “Stres bisa mengubah intonasi,” ucap Prof Kazdin.
Karena itu ada baiknya memperhatikan intonasi ketika berbicara, utamanya saat menghadapi anak yang sedang melawan.
Yang jangan sampai dilupakan orang tua adalah memberikan apresiasi atas hal baik yang telah anak lakukan. Misalnya jika anak membereskan mainan tanpa disuruh atau bangun pagi tanpa dibangunkan, rasanya mereka layak mendapat apresiasi.
Menurut Prof Kazdin, apresiasi ini akan membuat menjadi terbiasa melakukan tindakan positif. Apalagi soal kebiasaan berperilaku baik itu dibentuk secara bertahap. Agar menjadi kebiasaan, tentu perlu dilakukan berulang-ulang bukan?(ind/dethealth)