Chanelmuslim.com – Sebagai suami istri jima adalah salah satu hal yang menjadi kebutuhan dan bernilai sedekah. Umumnya hubungan suami istri dilakukan dimalam hari dan mungkin banyak yang kemudian tidur dalam keadaan junub. Bolehkah tidur dalam keadaan junub?
Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Umar bin Khaththab bertanya kepada Rasulullah, ‘Apakah salah seorang dari kami (boleh) tidur dalam keadaan junub? ” Beliau berkata, “Ya, jika ia telah berwudhu, maka hendaklah ia tidur (meski) dalam keadaanjunub” (HR. Muslim)
Baca Juga: Alasan Waktu Tidur Lansia Lebih Sedikit
Bolehkah Tidur di kala Junub?
Hadits diatas diriwayatkan dari Umar bin Khattab dan secara lahiriah Ibnu Umar hadir pada saat umar bertanya kepada Rasulullah. Dalam hadits tersebut disebutkan bolehnya tidur dalam keadaan junub dengan berwudhu terlebih dulu. Hal ini kemudian dikuatkan dengan hadits-hadits lain.
Diriwayatkan dari Urwah dari Aisyah ia berkata, “Biasanya Nabi SAW jika mau tidur sedang ia dalam keadaan junub, maka beliau mencuci kemaluannya dan berwudhu seperti wudhu hendak shalat”
Berwudhu sebagaimana wudhu yang dilakukan oleh seseorang yang akan melaksanakan shalat, bukan berarti ia berwudhu karena hendak mengerjakan shalat.
Diriwayatkan dari Nafi dari Abdullah ia berkata, “Umar meminta fatwa kepada Nabi SA W, ‘Apakah salah seorang dari kami (boleh) tidur dalam keadaan junub?’ Maka beliau bersabda,
‘Ya, jika ia telah berwudhu. “‘
Dari Ibnu Umar bahwa ia berkata, “Umar Bin Khaththabmenyebutkan kepada Rasulullah bahwa ia mengalami junub pada malam hari, maka Rasulullah bersabda kepadanya, ‘Berwudhulah, cucilah kemaluanmu dan tidurlah’.”
Jumhur ulama berpendapat, “Wudhu di sini adalah wudhu secara syar’i. Adapun hikmahnya adalah meringankan hadats apalagi berdasarkan pendapat atau madzab yang membolehkan mandi secara terpisah-pisah.
Sehingga, seseorang yang berniat mandi saat berwudhu akan mengangkat hadats dari anggota wudhu berdasarkan pendapat yang shahih.” Keterangan ini dikuatkan pula oleh riwayat Ibnu Abi Syaibah yang dinukil oleh orang-orang tsiqah dari Syaddad bin Aus. Ia berkata, “Jika seseorang di antara kalian junub pada waktu malam kemudian ingin tidur hendaklah ia berwudhu, sesungguhnya berwudhu itu setengah mandi junub.”
Ada pula yang berpendapat, bahwa hikmahnya adalah karena wudhu merupakan salah satu bentuk dari dua thaharah yang dapat digantikan dengan tayamum. Al Baihaqi telah meriwayatkan dengan sanad hasan dari Aisyah bahwa Nabi SAW jika sedang junub dan ingin tidur, maka beliau wudhu atau tayamum. Kemungkinan tayamum di sini adalah ketika sulit mendapatkan air.
Ada yang mengatakan hikmahnya (wudhu) di sini adalah membangkitkan gairah untuk mengulang jima atau mendorong untuk mandi.
Ibnu Daqiq Al ‘Id berkata, “Imam Syafi’i menetapkan bahwa perbuatan demikian tidak berlaku bagi wanita yang sedang haid. Sebab jika ia mandi (sebelum haidnya berhenti) hadatsnya tidak terangkat, berbeda dengan orang yang junub. Tetapi jika haidnya berhenti, maka hal itu dianjurkan.”
Dari hadits ini kita dapat mengambil pelajaran diantaranya;
- Tidak harus menyegerakan mandi wajib, hanya saja hal itu akan menyulitkan ketika ingin melaksanakan shalat.
- Anjuran untuk membersihkan diri ketika hendak tidur.
- Ibnu Al Jauzi berkata, “Hikmah dari itu semua adalah, karena malaikat akan menjauh dari sesuatu yang kotor dan bau yang tidak enak. Lain halnya dengan syetan yang akan mendekati sesuatu yang kotor dan bau yang tidak enak, wallahu a lam.(w)
Sumber : Fathul Baari, Ibnu Hajar Al Asqalani, Jilid II