IZIN bertanya Ustaz, bagaimana hukum seorang istri yang tdak mau membayarkan utang suami yang sudah meninggal padahal si isteri bekerja sebagai PNS?
Oleh: Ustaz Farid Nu’man Hasan
Jawaban: Istri tidak wajib membayarkan utang suami dengan hartanya. Tidak lantas menjadi kewajiban ahli waris dengan hartanya, tapi sangat bagus jika ahli waris membayarkannya, itu amal shalih yang besar bagi anak-anaknya.
Yang WAJIB adalah jika orang tua punya harta peninggalan (tirkah), maka dari situlah wajib dibayar utangnya yang dieksekusi oleh ahli warisnya. Jika tidak cukup, sebaiknya dibantu oleh ahli warisnya, walau itu bukan kewajibannya.
Baca Juga: Hukum Suami Menggantung Status Perceraian dan Berutang atas Nama Istri
Istri Tidak Mau Membayarkan Utang Suami yang Sudah Meninggal
Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid Hafizhahullah mengatakan:
إذا مات الميت وترك مالاً فالواجب على ورثته أن يبدؤوا بتجهيزه وتكفينه من التركة , ثم بعد ذلك يلزمهم إخراج الديون من التركة , ثم إخراج الوصايا من ثلث التركة , إن كان قد أوصى في ماله بشيء ؛ كل ذلك قبل قسمة التركة على من يستحقها من الورثة
Jika seorang wafat dan meninggalkan harta maka wajib bagi ahli warisnya mengurus jenazahnya dan mengkafaninya dengan harta tirkah (peninggalannya),
kemudian melunasi utang dengan tirkah, kemudian mengeluarkan wasiat sebanyak 1/3 dari harta tirkah, itu jika memang dia ada wasiat harta, semua hal ini dilakukan sebelum harta tirkah itu dibagikan sebagai harta waris ke ahli warisnya.
(Al Islam Su’aal wa Jawaab no. 200127)
Cara pembebanannya berapa bagian, tidak ada ketetapan khusus dalam syariat. Sesuai kerelaan masing-masing saja dan proporsional/pantas.
Di sisi lain, menurut Ustaz Slamet Setyawan, S.HI, aset orang yang meninggal dunia tidak boleh dibagikan kepada ahli waris terlebih dahulu sebelum tanggungan finansial mayit terpenuhi.
Tanggungan-tanggungan tersebut meliputi biaya pemulasaraan jenazah, termasuk pembayaran rumah sakit jika ada, wasiat serta urusan utang piutang.
Allah subhânahâ wa ta’âlâ berfirman:
مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ
Artinya: “(Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (setelah dibayar) utangnya.” (QS An-Nisa’: 11)
Di antara catatan penting pada ayat di atas adalah tentang masalah utang piutang. Utang mayit (orang yang wafat) secara finansial dibagi menjadi dua kategori.
Pertama, utang finansial yang berhubungan dengan Tuhan seperti tanggungan zakat, orang tua yang sudah tidak kuat lagi menjalankan ibadah puasa Ramadan sehingga ia harus membayar fidyah, dan lain sebagainya.
Begitu juga seumpama ada orang yang selama hidupnya tidak pernah membayar zakat sama sekali padahal ia masuk kategori orang mampu, sedangkan ia meninggal dalam keadaan masih belum membayar zakat-zakatnya.
Kedua, utang finansial yang berhubungan dengan sesama manusia seperti utang uang, pakaian, beras dan lain sebagainya. Demikian. Wallahu a’lam.[ind]