ChanelMuslim.com – Menjual derita, membeli simpati. Fenomena ketimpangan ekonomi yang terjadi di masyarakat saat ini seringkali ‘memaksa’ banyak orang untuk kreatif menjemput rezeki.
Tak sedikit pula yang menjual kesedihan atau deritanya ketimbang menjajakan barang dagangannya atau keterampilannya.
Di depan sebuah minimarket, seorang Ibu menggendong anaknya berdiri di depan pintu minimarket, tangannya menggenggam sebuah plastik berisi peyek kacang.
Ibu itu membukakan pintu bagi setiap pelanggan yang akan masuk ke toko. Tentu saja, secara tak langsung, para pelanggan akan memperhatikan keberadaannya dan merasa iba.
Di minimarket yang lain, tampak seorang anak muda memakai kaus dan celana pendek, tubuhnya ditutupi oleh cat berwarna perak, orang menyebutnya silverman.
Ia berdiri di depan pintu minimarket dan bertugas sebagai doorman, tentu ia tak digaji bos minimarket, tapi berharap sumbangan dari pelanggan yang lalu lalang.
Anak-anak muda ini biasa kita temui di pinggir jalan, di lampu merah, di bawah terowongan, ataupun di pom bensin.
Tak ada yang dilakukannya, hanya berdiri mematung dengan membawa ember kecil tempat sumbangan ala kadarnya.
Di sudut jalan lain, seorang bapak tengah menunggu pelanggan datang. Bapak itu duduk di atas sepeda motornya yang penuh ban sepeda. Di depan dan belakang motornya, sebuah kertas terpampang bertuliskan: TERIMA SERVICE SEPEDA.
Begitu pula yang dilakukan oleh seorang bapak di sebuah kota di negara kita, Indonesia. Wajahnya sempat viral di media sosial. Bapak itu berfoto di samping motornya, sebuah kertas besar bertulis: TERIMA JASA BERSIH-BERSIH WC/KLOSET.
Kreatif dan banyak jalan menjemput rezeki yang dilakukan warga Indonesia di tengah himpitan ekonomi dan kebijakan PPKM yang kian menyudutkan masyarakat.
Baca Juga: Hukum Menjual Produk Kecantikan
Menjual Derita, Membeli Simpati
Lantas, bagaimana komentar warga lainnya terhadap aksi para penjemput rezeki itu?
Hikmah Rivita (37) warga Kabupaten Bogor mengatakan bahwa ia tak pernah menaruh curiga terhadap ibu-ibu yang menggendong anaknya berjualan di depan minimarket.
“Memang kadang berpikir begitu, kita curiga jangan-jangan dia membawa anak kecil agar banyak yang beli tapi berpikir positif saja, kalau kita membeli untuk sekalian membantu mengapa enggak? Urusan niat si penjual, serahkan saja sama Allah,” ujar Hikmah kepada ChanelMuslim, Kamis (9/9).
Hal senada juga diungkapkan oleh Arianita (38), warga Bekasi itu biasanya membeli barang dagangan dengan niat bersedekah.
“Iya beli karena kasihan, tapi balik lagi ke niat sih. Kalau saya niatnya membeli sambil menolong (sedekah), soal niat si penjual, biarlah menjadi urusan si penjual dan Allah karena kita enggak tahu keadaan sebenarnya dari si penjual,” ungkap Arianita.
Ustazah Inna Nur Susiami yang juga akademisi Ekonomi Syariah mengatakan bahwa fenomena tersebut merupakan sinyal bahwa warga miskin berjuang sendiri untuk kehidupannya yang seharusnya menjadi kewajiban negara.
“Ini tugas negara ya, untuk memelihara fakir miskin, tapi nyatanya, warga negara harus berjuang sendiri. Saya sampai tidak tega melihat sekitar sehingga tidak sempat menaruh curiga. Yang ada hanya kasihan. Kalau barang yang dijual saya perlukan, akan saya beli. Tapi kalau tidak perlu, saya kasih saja seikhlasnya,” kata Ustazah Inna Nur Susiami.
Ia juga selalu berpesan kepada anak-anaknya untuk melebihkan pembayaran kepada para pengemudi online dan melakukan aksi sosial kepada tetangga yang membutuhkan.
“Saya selalu pesan ke anak-anak dari sebelum pandemi untuk melebihkan pembayaran ke tukang ojek, go food, tukang antar paket, dan lain-lain. Sesering mungkin membeli sembako, dibagikan kepada tetangga yang membutuhkan dan juga kepada tukang ojek, go food, paket, dan lain-lain. Mereka senang sekali. Tidak harus banyak, semampunya saja,” jelas Ustazah Inna yang juga alumnus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara itu.
Salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk menekan angka kemiskinan menurut Ustazah Inna yaitu dengan memajukan UMKM.
“Dengan membeli produk mereka supaya bisa terus berlanjut usahanya. Menggiatkan dan mengelola wakaf produktif,” kata Ustazah Inna.
Idealnya, tambah Ustazah Inna, negara mempunyai satu lembaga Ziswaf yang dikelola profesional.
Saat ini, wakaf yang dapat dikelola masih kecil padahal potensi wakaf sangat besar, itu pun pemanfaatannya masih berkisar 4 M (Masjid, Mushola, Madrasah, Makam).
“Jika dikelola secara profesional dapat seperti wakaf Usman bin Affan yang dapat mensejahterakan banyak orang bahkan hingga beberapa generasi. Wallaahua’lam,” jelasnya.
Sahabat Muslim, semoga fenomena menjual derita, membeli simpati bukanlah realitas yang terjadi di masyarakat. Bisa saja sejatinya mereka sedang menunggu Sahabat Muslim untuk merangkul mereka dan memberikan solusi ekonomi sehingga mereka lebih berdaya.[ind]