oleh: Dr. Sitaresmi S. Soekanto (Doktor Ilmu Politik UI)
Chanelmuslim.com-Pasca gagalnya upaya kudeta militer tanggal 15 Juli yang lalu, pemerintah Turki segera mengambil langkah-langkah tegas membersihkan instansi-instansi pemerintahan dari anasir-anasir yang diduga kuat memiliki keterkaitan erat dengan jaringan Gulen. Jaringan yang dipimpin oleh Fethulah Gulen ini ditengarai menjadi dalang upaya kudeta yang gagal tersebut. Maka segera terlontar tuduhan dan tudingan terutama dari negara-negara Barat bahwa pemerintahan Erdogan telah bersikap otoriter dan anti demokrasi. Apakah benar pemerintahan Turki dengan tindakan tegas yang dilakukannya pasca kudeta kemudian menjadi pemerintahan otoritarian dan anti demokrasi?
Kasus Jaringan Gulen di Indonesia
Menurut sumber Anadoly Agency, kantor berita Turki, hal penting pertama yang harus digarisbawahi terkait dengan imbauan pemerintah Turki agar pemerintah Indonesia menutup lembaga pendidikan yang terindikasi sebagai jaringan Gulen di Indonesia adalah nampak adanya kesalahpahaman. Sebab sebenarnya sekolah-sekolah tersebut boleh terus berjalan, namun manajemennya akan diambil alih oleh pemerintah Turki atau pemerintah Indonesia sehingga tidak dikelola lagi oleh jaringan Gulen. Menurut pihak kedubes Turki, mereka bisa memahami adanya kekhawatiran anak-anak dan orang tua, namun persoalan signifikannya adalah sekolah-sekolah tersebut juga melakukan kaderisasi jaringan Gulen yang bermula dari Turki. Bagi mereka, jaringan sekolah tersebut bukan sekadar urusan bisnis semata, melainkan bagian dari rencana besar mereka di dunia politik dan kekuasaan. Sebagaimana halnya di Turki, aktivitas rahasia jaringan Gulen dimulai oleh kader-kader mereka sejak 30 tahun yang lalu berdasarkan perintah FETO atau organisasi Fethullah Gulen.
Hal penting kedua adalah Gulen dianggap selama ini telah mengeksploitasi nama pemerintah Turki terutama di dunia Islam sebagaimana yang juga nampak di Indonesia. Mereka mempromosikan diri sebagai representasi resmi Turki. Padahal secara faktual sama sekali bukan, karena mereka sama seperti halnya LSM atau yayasan lainnya tidak ada yang dapat secara resmi merepresentasikan Pemerintah Turki. Mereka sebenarnya dapat memainkan perannya sebagai LSM, namun kelompok Gulen ini sekali lagi membuktikan bahwa mereka tidak memiliki batasan-batasan demi mencapai target-target yang ditentukan oleh pimpinan tertinggi mereka.
Hal penting ketiga yang perlu diketahui termasuk oleh masyarakat Indonesia adalah bahwa ‘the leader is not an ‘ulama’, pemimpin mereka yakni Fethullah Gulen bukanlah seorang ulama. Sebenarnya melalui sejarah dapat dilihat adanya beberapa orang berubah menjadi seperti Gulen yakni seolah-olah menjadi pemimpin besar melalui cara-cara yang irasional. Beberapa artikel yang ditulis oleh Prof. Mahmut Erol K?l?ç dan Assoc. Prof. Yusuf Kaplan menyentuh isu tersebut dan secara sangat jelas mereka menyamakan kelompok Gulen dengan aliran Kristen Mormon, atau kelompok-kelompok menyimpang lainnya di AS. Menurut mereka, kelompok Gulen ini juga menyimpang dari pemahaman dan praktek Islam mainstream atau pada umumnya, mereka memainkan peran menjadi LSM di bidang pendidikan dan urusan sosial/pelayanan masyarakat, namun menyembunyikan agenda tersembunyinya untuk mendapatkan kekuasaan politik tidak hanya di Turki melainkan juga di negara-negara lain termasuk di Indonesia. Hal itulah yang menjadi pertimbangan bagi Pemerintahan Turki untuk menghentikan aktivitas mereka di Turki dan di luar negeri.
Menurut Azam, koresponden di Istanbul, semestinya Indonesia, sebagai sesama negara Muslim yang memiliki hubungan baik dengan Turki juga memberikan dukungan yang konkrit kepada pemerintah Turki dalam membersihkan jaringan teroris FETO di ?ndonesia. Saat ini, masyarakat Indonesia memang diributkan dengan aksi protes dari sekolah serta anak-anak yang pernah bersekolah di sekolah-sekolah jaringan Gulen yang menyatakan bahwa mereka bukan teroris. Mereka memang bukan teroris namun bisa jadi tanpa disadari mereka telah menjadi proyek dan sekaligus ‘cover’ FETO untuk mendapatkan dukungan dan simpati dari masyarakat dunia, bahwa seolah-olah FETO tidak berdosa sama sekali karena hanya bergerak di bidang pendidikan dan pelayanan masyarakat, dan pemerintah Turki telah menzhalimi mereka. Masyarakat di Indonesia pada umumnya memang tidak mengenal dan tidak memahami siapa sebenarnya Gulen dan jaringannya. Maka sebenarnya, persoalan sesungguhnya adalah bukan lagi sekadar konflik antara Erdo?an dan FETO, melainkan bagaimana dunia bahu membahu memerangi gerakan terorisme di negara manapun. Namun nyatanya pihak Barat yang memang tidak menginginkan Turki maju terus merongrong Turki dengan segala cara termasuk malah mengecam tindakan pemerintahan Turki yang ingin menyelamatkan demokrasi dan negaranya.
Padahal terkait pemberantasan terorisme, jika secara obyektif dilihat dari kelaziman langkah-langkah yang dilakukan negara-negara lain dalam menghadapi terorisme yang harus dianggap sebagai kondisi darurat, mereka langsung bertindak tegas dan mengabaikan masalah kebebasan individu serta menyasar semua sumber-sumber yang berhubungan dengan aksi teror tersebut untuk menyingkap aksi sesungguhnya dari para teroris. (Anadolu Agency, Istanbul: 30 Juli 2016)
Bersambung…