TANPA kita sadari, seseorang itu dikendalikan oleh pusat kendali internal dan pusat kendali eksternal. Saat seseorang memiliki pusat kendali internal yang dominan maka orang tersebut memiliki keyakinan bahwa ia bisa mengendalikan hidupnya dan ia juga yakin mampu mengendalikan apa saja yang terjadi pada diri mereka.
Mengenal Pusat Kendali Internal dan Eksternal dalam Konsep Parenting
Oleh: Randy Ariyanto W. (Pendiri Rumah Pintar Aisha, ASN Berprestasi)
Tulisan ini adalah oleh-oleh saat saya membaca buku yang berjudul “The Danish Way of Parenting, Rahasia Orang Denmark Membesarkan Anak” yang ditulis oleh Jessica Jelly Alexander, Iben Dissing Sandahl. Buku ini telah memberikan ilmu baru bagi saya tentang sebuah konsep parenting yang menarik. Berikut ini, saya bagikan konsep tersebut kepada Ayah dan Bunda.
Tanpa kita sadari, seseorang itu dikendalikan oleh pusat kendali internal dan pusat kendali eksternal. Saat seseorang memiliki pusat kendali internal yang dominan, orang tersebut memiliki keyakinan bahwa ia bisa mengendalikan hidupnya dan ia juga yakin mampu mengendalikan apa saja yang terjadi pada diri mereka.
Sebaliknya, seseorang yang pusat kendalinya dominan eksternal, ia percaya bahwa hidup mereka dikendalikan oleh faktor eksternal seperti lingkungan, budaya, status sosial.
Kabar tidak baiknya, bagi orang dewasa, remaja dan anak-anak sekalipun yang mempunyai pusat kendali eksternal cenderung mudah cemas dan depresi saat menghadapi masalah. Mereka tidak yakin dengan dirinya sendiri, mereka pasrah dengan keadaan dan cenderung menyalahkan lingkungan.
Akibat Perlakuan Orangtua
Baca Juga: 5 Prinsip Parenting Membentuk Karakter Positif pada Anak
Nah, sekarang pertanyaannya adalah, apa yang menyebabkan seseorang menjadi dominan pusat kendali eksternalnya.
Penyebabnya pertama, saat mereka masih anak-anak, orang tuanya terlalu mengekang, terlalu khawatir, terlalu cemas kepada anaknya sehingga banyak larangan yang orang tuanya terapkan kepada anak-anaknya.
Penyebab kedua adalah terlalu memaksakan kehendak orang tua kepada anak-anaknya. Saat orang tua memaksakan anak melakukan sesuatu, sedangkan anak merasa tidak senang, tidak nyaman, tidak bersemangat dan tidak bergairah melakukan perintah orang tuanya, lalu anak ditakut-takuti.
Jika anak tidak melakukan sebagaimana orang tua perintahkan maka anak akan merasa cemas dan takut. Perasaan cemas dan takut itu, semakin lama semakin menumpuk, semakin bertambah, semakin membuatnya lebih cemas dan lebih takut bahkan bisa menjadikan anak stress.
Seringkali kita melihat seorang anak yang ingin mengakhiri hidupnya karena perasaan cemas dan takutnya yang berlebihan.
Saya juga sering membaca di kolom psikolog remaja bahwa anak-anak khususnya remaja banyak yang stress dan depresi. Mereka dipaksa ikut les ini dan itu.
Sepulang sekolah, badan capek, masalah di sekolah belum juga selesai, mereka harus berangkat mengikuti berbagai macam kursus mulai dari kursus matematika, kursus bahasa inggris, kursus piano, kursus bahasa Jepang, kursus ini, itu dan masih banyak lagi.
Sepulang kursus, anak remaja ini masih saja mendapatkan masalah yang datang dari orang tuanya. Ia sering dimarahi, diomeli, yang membuat hatinya senantiasa dirundung kesedihan.
Baca Juga: Engkau Orang Tua, Bukan Bos
Coba bayangkan kondisi jiwanya, pagi belajar, siang kursus, malam mendapatkan kemarahan dari orang tuanya. Ia merasa tertekan, selalu cemas dan takut, akhirnya mereka ingin mengakhiri semuanya dengan cara ingin mati saja.
Itulah awal dari dominannya pusat kendali eksternal pada anak. Anak-anak yang sering ditekan dan dipaksa maka pusat kendali internalnya akan semakin melemah sebaliknya pusat kendali eksternal semakin menguat.
Bagi anak usia TK misalnya, jika ia dipaksa membaca, menulis, berhitung sejak dini, mungkin awalnya anak akan lebih unggul daripada temannya yang lain.
Akan tetapi, pada tahun-tahun berikutnya level membaca mereka akan sama, namun ada efek buruknya bagi anak yang sering dipaksa membaca yakni tingkat kecemasannya meningkat dan kelak saat mereka dewasa, mereka akan sulit bersaing dengan orang lain.
Baca Juga: Parenting in The West, an Islamic Perspective (4)
Kenapa? Karena kecemasan dan ketakutan yang ada dalam dirinyalah yang membuat mereka redup sebelum bertanding. Berarti tidak boleh dong mengajari anak TK calistung.
Bukannya tidak boleh, sangat boleh sekali asalkan anak belajar dalam kondisi senang dan gembira. Bukan calistungnya yang tidak boleh tetapi “dipaksa” nyalah yang tidak boleh.
Kembali lagi Bun, mari kita tingkatkan pusat kendali internal dan mengurangi apa saja yang dapat mempengaruhi dominannya pusat kendali eksternal pada anak-anak kita untuk masa depan mereka yang lebih baik.[ind]