ChanelMuslim.com- Pernikahan menghasilkan sebuah keluarga baru. Seperti halnya tanaman hias, pohon baru akan tumbuh di lahan kosong. Bukan tetap di pot yang sama bersama iduknya.
Semua orang mendambakan sebuah keluarga bahagia. Ada kelengkapan anggota, ada juga kelengkapan sarana.
Kelengkapan anggota adalah adanya ayah, ibu, dan anak. Kalaupun ada sosok lain, hanya sebagai pelengkap saja. Seperti, asisten rumah tangga, dan lainnya.
Kelengkapan sarana adalah adanya wadah di mana keluarga itu tumbuh dan berkembang. Tumbuh dan berkembangnya secara mandiri.
Wadah utama dalam keluarga adalah rumah. Di situlah keluarga memiliki identitas. Seperti siapa kepala keluarganya, anaknya berapa, alamatnya di mana, dan seterusnya.
Namun begitu, ada kalanya keluarga baru menetap dalam keluarga lama. Ada juga keluarga lama yang tetap menetap dalam keluarga yang lebih lama lagi.
Rumah dalam Rumah
Keluarga baru pasti butuh rumah. Rumah yang menjadi identitas. Rumah yang menjadi otoritas atau wewenang. Dan rumah yang menjadi pusat mobilitas.
Kalau keluarga baru berada dalam masa transisi, di ruang mana pun ia tinggal akan berfungsi menjadi rumah. Bisa di kamar, faviliun, dan lainnya.
Contoh, di masa awal, ruang keluarga mungkin bisa menyatu dengan keluarga lama. Tapi seiring kebutuhan privasi, kamar yang semula hanya sebagai tempat tidur, akan berfungsi ganda sebagai ruang keluarga.
Bahkan, akan berfungsi sebagai ruang makan. Juga sebagai ruang shalat, ruang tidur anak, dan seterusnya.
Hanya kamar mandi saja yang mau tidak mau akan menjadi “milik” bersama. Tapi, masing-masing yang ke kamar mandi akan membawa “modal” masing-masing: bawa shampo sendiri, sabun sendiri, dan lainnya.
Bayangkan jika yang berkeluarga baru tidak satu anak. Tapi, ada anak-anak lain yang juga sudah berkeluarga baru dan masih tinggal bersama keluarga lama. Wow, suasana rumah akan begitu dinamis. Persaingan memanfaatkan sarana begitu ketat.
Sebagian orang menyebutnya, rumah di dalam rumah. Artinya, ada ruang-ruang lain dalam rumah yang berfungsi seperti rumah.
Kalau persaingannya semakin ketat, boleh jadi, kamar bukan sekadar sebagai ruang keluarga, ruang shalat, ruang tidur anak; bahkan bisa meluas sebagai dapur.
Terlihat dari luar sebagai satu rumah. Tapi kenyataannya, bisa lebih dari dua rumah di dalam sebuah rumah.
Model transisi ganda seperti ini biasanya dilakoni anak-anak wanita yang sudah berkeluarga. Hal ini karena anak wanita punya hubungan lebih dekat kepada ibu.
Anak-anak wanita yang sudah berkeluarga pun umumnya tidak bekerja alias sebagai ibu rumah tangga. Mereka pun menikmati kumpul bersama dengan ibu di rumah: masak bersama, mengasuh anak bersama, mengurus rumah bersama, dan seterusnya. [Mh/bersambung]