ChanelMuslim.com—Pemerintah dan DPR tengah memproses Rancangan Undang-undang tentang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty. RUU inisiasi Pemerintah ini mengundang polemik, ada yang pro dan kontra.
Pada dasaranya pengampunan pajak bukanlah hal baru dalam praktik perpajakan. Dalam jangka pendek, pengampunan pajak dianggap sebagai cara yang efektif untuk menggenjot penerimaan pajak serta memperluas basis pajak.
Selain itu, kebijakan ini dapat mendorong repatriasi yakni kembalinya uang-uang yang selama ini “parkir” di luar negeri dari kegiatan apapun, baik uang halal dan uang haram.
“Namun, kebijakan pengampunan pajak ini dapat mencederai rasa keadilan, khususnya mereka para wajib pajak yang selama ini patuh,” kata Wakil Ketua Fraksi PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan Ecky Awal Mucharam menanggapi RUU tersebut.
Menurut Ecky, mengingat tarif tebusan yang ditawarkan dalam RUU itu sangat rendah, yakni 1-6 persen, itu jauh sekali dibandingkan dengan tarif PPh, ditambah penghapusan sanksi administrasi dan pidana perpajakan. Berbagai studi, katanya, menunjukkan bahwa pada akhirnya pengampunan pajak dapat menggerus penerimaan pajak karena wajib pajak yang sudah patuh cenderung menjadi tidak patuh karena mereka mengharapkan pengampunan pajak akan berlaku lagi.
Dia menunjukkan pengalaman negara-negara lain yang pernah melakukan kebijakan tax amnesty. Faktanya pertama, kebijakan pengampunan pajak yang sukses justeru jarang ditemui. Dalam jangka panjang pengampunan pajak akan merugikan negara karena berdampak negaif kepada pemasukan pajak dan menggerus ketaatan wajib pajak.
Kedua, sambung Ecky, pengampunan pajak tidak mungkin berhasil tanpa perbaikan administrasi pajak, penguatan institusi pajak, serta penegakan hukum. Dan ketiga, dari pengalaman pengampunan pajak yang berhasil, kuncinya justeru terdapat pada penguatan kapasitas institusi perpajakan.
“Untuk itu, perbaikan aspek regulasi melalui revisi atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) menjadi syarat perlu,” katanya. Revisi terakhir atas UU KUP ini melalui UU Nomor 16 Tahun 2009, lanjutnya, dirasa belum memadai sehingga pemerintah sudah mengajukan RUU atas Revisi UU KUP ke dalam Prolegnas Prioritas 2015, lalu ke Prolegnas 2016. “Namun sayangnya, belakangan justeru RUU Pengampunan Pajak ini yang lebih dulu dibahas,” terangnya.
Untuk menjamin aspek keadilan dan efektifitasnya, menurut Ecky, pengampunan pajak harus dilihat sebagai bagian dari paket kebijakan reformasi perpajakn yang menyeluruh, bukan kebijakan yang berdiri sendiri tanpa persiapan seperti saat ini. “Dengan demikian, pengampunan pajak saat ini sebetulnya belum layak untuk diimplementasikan,” pungkasnya. (mr/ChanelMuslim/foto:sindonews)