BARA` dan Anas bin Malik berperang untuk menggapai surga. Pada satu pertempuran di Irak, kekejaman di luar batas dan cara keji kemanusiaan dilakukan pasukan Persia.
Mereka menggunakan pengait-pengait besi yang diikat dengan rantai panas. Pengait-pengait itu dilemparkan dari dalam benteng dan mengenai sebagian pasukan Islam.
Baca Juga: Thalhah dan Zubair adalah Tetangga Rasulullah di Surga
Berperang untuk Menggapai Surga
Bara’, Anas dan beberapa tentara Islam ditugaskan membuka jalan menuju benteng itu. Tiba-tiba, satu pengait mengenai Anas. Anas sendiri tidak bisa melepaskan diri dari pengait panas itu.
Melihat itu, Bara’ segera menghampiri saudaranya yang mulai terseret ke arah dinding benteng. Bara’ memegang rantai panas dan dengan sekuat tenaga menebasnya dengan pedang, hingga akhirnya rantai itu putus.
Anas pun selamat. Dan ternyata, telapak tangan Bara’ terkelupas. Semua dagingnya hangus terbakar. Yang terlihat hanya tulang-tulang. Butuh waktu yang cukup lama untuk memulihkan telapak tangannya.
Belum berakhirkah masa penantian sang perindu syahid ini?
Sebentar lagi. Ya…, sebentar lagi. Di sini. Di Perang Tustur, saat pasukan Islam berhadapan dengan pasukan Persia. Di sinilah, Bara’ merayakan kemenangannya.
Penduduk Ahwaz dan Persia telah berhimpun dalam suatu pasukan tentara yang sangat besar hendak menyerang kaum muslimin.
Khalifah Umar bin Khattab menulis surat kepada Sa’ad bin Abi Waqqash di Kufah dan kepada Abu Musa al-Asy’ari di Basrah agar mengirimkan pasukan ke Ahwaz, sambil berpesan dalam surat itu, “Angkatlah Suhail bin Adi sebagai panglima pasukan, dan hendaklah ia didampingi oleh Bara’ bin Malik.”
Kemudian, pasukan dari Kufah dan pasukan dari Basrah berhimpun untuk menghadapi tentara Persia di suatu pertempuran yang dahsyat dan mencekam.
Dua bersaudara, Bara’ dan Anas ikut dalam pasukan itu.
Pertempuran dinilai dengan perang tanding satu lawan satu. Bara’ sendiri berhasil menghalahkan 100 prajurit Persia.
Kemudian, kedua pasukan saling menyerang. Pertempuran berlangsung sangat dahsyat dan mencekam. Korban dari kedua belah pihak berguguran dan sangat banyak.
Beberapa orang sahabat mendekati Bara’ dan berkata, “Masih ingatkah engkau akan sabda Rasul tentang, ‘Betapa banyak orang yang berambut acak-acakan, berdebu dan hanya memiliki dua pakaian usang.
Mereka tidak dihargai orang, padahal seandainya ia memohon kepada Allah, pasti dikabulkan. (Bara’ termasuk di antara mereka).
Wahai Bara’, memohonlah kepada Allah agar menghancurkan mereka dan memberi kemenangan kepada kita.” Bara’ menengadahkan dua tangannya ke langit dengan rendah hati, Ialu berdoa, “Ya Allah, berikan kami kemudahan untuk memenggal kepala mereka.
Ya Allah, kalahkan mereka. Berilah kami kemenangan. Dan pertemukan aku dengan Nabi-Mu hari ini.”
la melemparkan pandangan ke arah Anas yang sedang bertempur di dekatnya, seakan hendak mengucapkan selamat tinggal.
Kaum muslimin bergerak menyerbu dengan gagah berani. Keberanian yang sulit dicari tandingannya.
Pertempuran sengit ini berakhir dengan kemenangan di pihak kaum muslimin.
Allahu Akbar!
Di antara deretan para syuhada perang, wajah Bara’ tersenyum merekah bak sinar pagi. Tangan kanannya menggenggam pasir yang berlumuran darahnya yang suci.
Pedangnya tergeletak di sebelahnya. Masih kokoh, tidak rusak sedikit pun.
Sang musafir sudah kembali ke kampung halamannya. Bersama rekan- rekannya para syuhada, ia telah menyelesaikan perjalanan panjangnya yang begitu indah dan luar biasa. Mereka mendengarkan seruan,
‘Itulah surga yang diwariskan untuk kalian sebagai balasan atas amal perbuatan kalian,”(al-Araf: 43) [Cms]
Sumber : Biografi 60 Sahabat Nabi, Penerbit Al Itishom