HARI Kartini, masyarakat Indonesia mengenalnya sebagai hari emansipasi wanita yang disimbolkan oleh kehadiran Raden Ajeng Kartini dalam surat-suratnya kepada temannya yang orang Belanda.
Namun, tahukah Sahabat Muslim, selain Kartini, ada 4 pahlawan berhijab yang berjuang atas nama kaumnya, mengangkat derajat perempuan dalam bidang pendidikan.
Baca Juga: Inilah Hikmah Hari Kartini dalam Sharing Parenting Salimah Pati
Syaikhah Hajjah Rangkayo Rahmah El Yunusiyyah
Muslimah asal Padang Panjang, Sumatera Barat ini adalah seorang reformator pendidikan Islam dan pejuang kemerdekaan Indonesia.
Perjuangannya dalam menyediakan pendidikan untuk kaum perempuan membuahkan penghargaan dari Universitas Al-Azhar Mesir yang memberikannya gelar “Syaikhah”.
Ia wafat dalam usia 68 tahun dan meninggalkan warisan lembaga pendidikan/perguruan, meliputi taman kanak-kanak hingga sekolah tinggi.
Pendiri Masyumi di Sumatera itu juga sempat menjadi anggota DPR dan mendukung pemerintahan revolusioner Republik Indonesia.
Ia adalah anak bungsu dari pasangan Muhammad Yunus al-Khalidiyah dan Rafia, memiliki dua kakak perempuan dan dua kakak laki-laki. Keluarga itu adalah penganut agama yang taat. Yunus adalah seorang ulama yang pernah menuntut ilmu di Mekkah selama empat tahun.
Baca Juga: Inilah Kisah Pendiri Sekolah Pertama Islam Khusus Perempuan (1)
Kalau Lelaki Bisa, Kenapa Perempuan Tidak Bisa?
Dalam usia enam puluh tahun, Yunus wafat meninggalkan Rahmah yang masih berusia enam tahun. Keluarganya memilihkan salah seorang murid Yunus sebagai guru mengaji Rahmah.
Dua abangnya yang pernah belajar di Sekolah Desa mengajarkan Rahmah baca tulis Arab dan Latin.
Di bawah asuhan ibu dan kakak-kakaknya, Rahmah tumbuh sebagai anak yang keras hati dan memiliki kemauan kuat.
Kesungguhannya untuk mewujudkan gagasannya ia sampaikan kepada abangnya,
“Kalau saya tidak mulai dari sekarang, maka kaum saya akan tetap terbelakang. Saya harus mulai, dan saya yakin akan banyak pengorbanan yang dituntut dari diri saya.
Jika kakanda bisa, kenapakah saya, adiknya, tidak bisa. Jika lelaki bisa, kenapa perempuan tidak bisa.”
Rahmah meninggal mendadak dalam usia 68 tahun dalam keadaan berwudu hendak salat Magrib pada 26 Februari 1969.
Jenazahnya dimakamkan di pekuburan keluarga yang terletak di samping rumahnya.
Sehari sebelum ia wafat, Rahmah sempat menemui Gubernur Sumatera Barat saat itu, Harun Zain, mengharapkan pemerintah memperhatikan sekolahnya.
Dalam pertemuannya dengan Harun Zain, ia mengatakan, “Pak Gubernur, napas ini sudah hampir habis, rasanya sudah sampai di leher.
Tolonglah Pak Gubernur dilihat-lihat dan diperhatikan Sekolah Diniyah Putri.”
Sepak terjang Rahmah di bidang pendidikan dan perjuangan kemerdekaan Indonesia diakui oleh negara dengan penganugerahan tanda kehormatan Bintang Mahaputra Adipradana secara anumerta pada 13 Agustus 2013.
Baca Juga: Pejuang Wanita Indonesia, Apa Cuma Kartini Saja?
Hajjah Rangkayo Rasuna Said
Bagi sebagian besar penduduk Jakarta, pasti sudah tak asing lagi dengan kawasan HR Rasuna Said. Ternyata, nama jalanan paling macet di Jakarta ini diambil dari seorang pahlawan berhijab.
Ia dikenal sebagai pahlawan yang memperjuangkan persamaan hak laki-laki dan perempuan. Ia memiliki pandangan berbeda dengan perempuan kebanyakaan saat itu.
Rasuna yang merupakan kawan karib Rahmah El Yunusiyyah ini berpendapat perjuangan kaum wanita tidak hanya dapat dilakukan melalui pendidikan.
Namun juga, dapat diwujudkan melalui perjuangan politik.
HR Rasuna Said pernah menjabat sebagai DPR RIS dan kemudian menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung sejak tahun 1959 sampai meninggal.
Dari berbagai sumber disebutkan jika perempuan dari Sumatera Barat ini meninggal pada tahun 1969.
Baca Juga: Anna Mariana, Sosok Kartini Pengrajin Tenun dan Songket di Indonesia
Siti Walidah Nyai Ahmad Dahlan
Nama besar Siti Walidah banyak memberi pengaruh pada perjuangan kemerdekaan RI. Istri Ahmad Dahlan, pendiri organisasi Muhammadiyah ini memiliki peranan yang luar biasa dalam peta perpolitikan Indonesia.
Kisahnya hidupnya yang inspiratif telah diangkat ke layar lebar dalam film Nyai Ahmad Dahlan tahun 2017.
Perempuan asal Yogyakarta ini mendirikan organisasi Sopo Tresno, yang sekarang berganti nama menjadi Aisyah.
Melalui organisasi ini, Siti Walidah menjadi salah satu orang di balik keputusan besar Presiden Soekarno.
Menariknya lagi, dalam buku yang berjudul Muhammadiyah yang terbit di tahun 1934, terkuak bahwa Siti Walidah sudah memperkenalkan tutorial hijab sejak lama.
Ia menggambarkan tahapan mengenai hijab melalui ilustrasi gambar.
Kala itu, ia memilih gambar perempuan berkebaya yang sedang mempraktikkan cara memakai hijab yang sesuai dengan syariat Islam. Salah satunya, harus menutup bagian dada.
Baca Juga: RA Kartini, Alquran, dan Ramadan
Opu Daeng Risaju
Nama Opu Daeng Risaju begitu dikenal oelah masyarakat Sulawesi Selatan. Sejak kecil ia sudah banyak belajar mengenai ilmu agama dan budaya.
Meskipun tak bisa membaca huruf latin, namun pemahamannya mengenai Alquran patut diacungi jempol.
Opu juga dikenal sebagai pahlawan berhijab yang paling frontal melawan NICA.
Perjuangannya yang sangat berani melawan Belanda, membuatnya mendapat siksaan yang begitu kejam. Mengakibatkan fungsi pendengaran Opu menjadi terganggu hingga akhir hayatnya.
Itulah 4 pahlawan berhijab asal Indonesia yang kiprahnya sangat mengagumkan.
Hari Kartini, bukanlah peringatan buat sosok seorang perempuan saja, melainkan pengingatan bagi muslimah pada umumnya untuk terus berjuang meningkatkan kualitas hidupnya.[ind]
sumber: dream, wikipedia