Chanelmuslim.com – Tahun 1923 saat Indonesia dijajah Belanda, saat perempuan memiliki keterbatasan untuk mendapatkan pendidikan, seorang putri dari tanah minang yang masih berusia 23 tahun mendirikan sekolah khusus perempuan yang hingga saat ini masih berdiri. Dialah bunda Rahmah El Yunusiyyah yang mendirikan Sekolah Diniyah Putri di Padang Panjang.
Syaikhah Hajjah Rangkayo Rahmah El Yunusiyyah itulah nama asli perempuan yang biasa dipanggil Rahmah. Ia adalah salah satu pahlawan wanita milik bangsa Indonesia. Ia seorang guru, pejuang pendidikan, aktifis kemanusiaan, anggota parlemen wanita RI, dan pejuang kemerdekaan Republik Indonesia.
Rahmah lahir pada 29 Desember 1900 di Nagari Bukit Surungan, Padangpanjang. Terlahir sebagai anak bungsu dari lima bersaudara pasangan Muhammad Yunus al-Khalidiyah dan Rafia. Ayahnya Yunus adalah seorang ulama yang pernah menuntut ilmu di Mekkah selama empat tahun. Ia bekerja sebagai qadi di Pandai Sikek, lima kilometer dari Padangpanjang. Keluarga Rafia memiliki hubungan darah dengan Haji Miskin, ulama pemimpin Perang Padri pada awal abad ke-19.
Ayahnya meninggal pada saat Rahmah berusia 6 tahun, kemudian seorang murid ayahnya dipilihkan untuk mengajarinya mengaji. Kakaknya Zainuddin Labay El Yunusy yang pernah sekolah di Sekolah Desa mengajarinya membaca dan menulis latin dan Arab. Ketika sudah pandai membaca ia sering membaca buku-buku milik kakaknya dan diusia 10 tahun ia sudah senang mendengar kajian dari surau ke surau dan melakukan perbandingan.
Ketika kakaknya mendirikan Dinniyah School sekolah yang memadukan kurikulum umum dan agama, Rahmah ikut mendaftar dan diterima dikelas 3 setara dengan tsanawiyah. Rahmah merasa dengan bercampurnya murid laki-laki dan perempuan dalam kelas yang sama, menjadikan perempuan tidak bebas dalam mengutarakan pendapat dan menggunakan haknya dalam belajar. Ia mengamati banyak masalah perempuan terutama dalam perspektif fiqih tidak dijelaskan secara rinci oleh guru yang notabene laki-laki, sementara murid perempuan enggan bertanya. Kemudian Rahmah mempelajari fiqih lebih dalam kepada Abdul Karim Amrullah di Surau Jembatan Besi, dan tercatat sebagai murid-perempuan pertama yang ikut belajar fiqih, sebagaimana dicatat oleh Hamka.
Setelah itu, Rahmah mendirikan Madrasah Diniyah Lil Banaat (Perguruan Diniyah Putri) di Padang Panjang sebagai sekolah agama Islam khusus wanita pertama di Indonesia pada 1 November 1923. Ia menginginkan agar perempuan memperoleh pendidikan yang sesuai dengan fitrah mereka dan dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tekadnya, “Kalau saya tidak mulai dari sekarang, maka kaum saya akan tetap terbelakang. Saya harus mulai, dan saya yakin akan banyak pengorbanan yang dituntut dari diri saya. Jika lelaki bisa, kenapa perempuan tidak bisa?”
Rahmah meluaskan penguasaannya dalam beberapa ilmu terapan agar dapat diajarkan pada murid-muridnya. Ia belajar bertenun tradisional, juga secara privat mempelajari olahraga dan senam dengan seorang guru asal Belanda. Selain itu, ia mengikuti kursus kebidanan di beberapa rumah sakit dibimbing beberapa bidan dan dokter hingga mendapat izin membuka praktek sendiri. Berbagai ilmu lainnya seperti ilmu hayat dan ilmu alam ia pelajari sendiri dari buku. Penguasaan Rahmah dalam berbagai ilmu ini yang ia terapkan di Diniyah Putri dan dilimpahkan semua ilmunya itu kepada murid-murid perempuannya.
Pada 1926, Rahmah juga membuka program pemberantasan buta huruf bagi ibu-ibu rumah tangga yang belum sempat mengenyam pendidikan dan dikenal dengan nama Sekolah Menyesal.
Selama pemerintahan kolonial Belanda, Rahmah menghindari aktivitas di jalur politik untuk melindungi kelangsungan sekolah yang dipimpinnya. Ia memilih tidak bekerja sama dengan pemerintah penjajah. Ketika Belanda menawarkan kepada Rahmah agar Diniyah Putri didaftarkan sebagai lembaga pendidikan terdaftar agar dapat menerima subsidi dari pemerintah, Rahmah menolak, mengungkapkan bahwa Diniyah Putri adalah sekolah milik ummat, dibiayai oleh ummat, dan tidak memerlukan perlindungan selain perlindungan Allah. Menurutnya, subsidi dari pemerintah akan mengakibatkan keleluasaan pemerintah dalam memengaruhi pengelolaan Diniyah Putri. (Bersambung)
Sumber : Wikipedia