Oleh: Ustaz Farid Nu’man Hasan
ChanelMuslim.com – Hukum belajar agama karena mau jadi ustaz. Ustaz, saya mau bertanya, bagaimana menurut Ustaz kalau kita belajar ilmu agama dengan tujuan atau niat ingin menjadi ustaz kemudian membangun sebuah pondok pesantren dengan belajar ilmu agama tersebut?
Jawaban: Belajar agama dengan tujuan agama pula, mengabdi kepada Islam, dengan membangun pondok dan menjadi ustadznya, tidak masalah. Itu sama sekali bukan menganulir keikhlasan.
Baca Juga: Seorang Mahasiswa Hukum Meninggal dalam Pelukan Ibunya
Hukum Belajar Agama
Ini sama seperti jika seorang anak yang sedang belajar buat persiapan Ujian Nasional. Jika kita tanya, buat apa belajar?
Dia jawab “Saya belajar karena besok ada ujian”.. Ini jawaban tidak salah, jangan kita katakan: “Itu syirik, seharusnya belajar itu mencari ridha Allah”..
Atau pertanyaan: “Buat apa kamu puasa Arafah?” Dia jawab: “Mengikuti perintah nabi dan agar terhapus dosa tahun lalu dan akan datang”, jawaban ini juga tidak salah, dan jangan dibenturkan dengan “ridha Allah”.
Sebab, itulah memang fadhilah atau keutamaannya.
Mencari ridha Allah, bukan berarti menggugurkan target-target “administratif” yang alamiah dalam kehidupan manusia,
tidak pula menggugurkan target-target yang memang Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam stimulus-kan untuk umatnya.
Baca Juga: Hukum Ibu Mandi bersama Anak Perempuannya
Belajar untuk Mendapatkan Pahala
Misalnya, seseorang membaca Al Mulk, agar mendapatkan syafaat. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
سُورَةٌ مِنْ الْقُرْآنِ ثَلَاثُونَ آيَةً تَشْفَعُ لِصَاحِبِهَا حَتَّى يُغْفَرَ لَهُ تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ
‘Ada suatu surat dari al qur’an yang terdiri dari tiga puluh ayat dan dapat memberi syafa’at bagi yang membacanya, sampai dia di ampuni, yaitu; “Tabaarakalladzii biyadihil mulku…”. (HR. Abu Daud no. 1400)
Hadits ini dishahihkan oleh Imam Ibnu Hibban, Imam Hakim, dan Imam Adz Dzahabi. Dihasankan oleh Imam At Tirmidzi dan Syaikh Al Albani. (Shahih Abi Daud, 5/144)
Maka “agar mendapatkan syafaat”, tidaklah terlarang dan tidak pula seseorg mencurigai keikhlasannya. Sebab, itulah cara Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam merangsang umatnya untuk mau melakukannya.
Wallahu a’lam.[ind]