ChanelMuslim.com – Hukum pakai obat tetes telinga dan mata saat puasa. Ustaz, saya mau bertanya, menggunakan obat tetes telinga itu membatalkan puasa tidak? Bagaimana hukum pakai obat tetes mata?
Oleh: Ustaz Farid Nu’man Hasan
Jawaban: Menggunakan obat tetes telinga dan mata saat puasa itu tidak apa-apa. Syaikh ‘Abdurrahman bin Muhammad bin Husain bin Umar Rahimahullah menjelaskan:
Baca Juga: Kenali 4 Macam Gangguan Mata yang Bisa Dialami Balita
ابتلى بوجع فى أذنه لا يحتمل معه السكون الا بوضع دواء يستعمل فى دهن أو قطن و تحقق التخفيف أو زوال الألم به بأن عرف نفسه أو أخبره طبيب جاز ذلك و صح صومه للضرورة
Seseorang tertimpa rasa sakit di telinganya dan itu membuatnya tidak nyaman kecuali dengan meletakkan obat yang digunakan pada minyak atau kapas, yang dengannya dia menjadi lebih ringan atau hilang sakitnya,
hal ini telah dia ketahui dan memberitahukannya ke seorang dokter, maka itu boleh dan puasanya tetap sah karena darurat. (Bughiyah Al-Mustarsyidin, Hlm. 182)
Hukum Pakai Obat Tetes Mata dan Telinga
Tetes mata juga tidak apa-apa. Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:
الاكتحال: والقطرة ونحوهما مما يدخل العين، سواء أوجد طعمه في حلقه أم لم يجده، لان العين ليست بمنفذ إلى الجوف. وعن أنس: ” أنه كان يكتحل وهو صائم “. وإلى هذا ذهبت الشافعية، وحكاه ابن المنذر، عن عطاء، والحسن، والنخعي، والاوزاعي، وأبي حنيفة، وأبي ثور. وروي عن ابن عمر، وأنس وابن أبي أوفى من الصحابة. وهو مذهب داود. ولم يصح في هذا الباب شئ عن النبي صلى الله عليه وسلم، كما قال الترمذي.
Bercelak dan meneteskan obat atau lain-lain ke dalam mata, semuanya adalah sama.
Walaupun terasa dalam kerongkongan atau tidak, karena mata bukanlah jalan menuju rongga perut.
Baca Juga: Hukum Menggunakan Sandal atau Sepatu di Pemakaman
Dari Anas: “Bahwa beliau bercelak padahal sedang berpuasa. Inilah mazhab Syafi’iyyah, dan menurut cerita Ibnul Mundzir, ini juga pendapat Atha, Al Hasan, An Nakha’i, Al Auza’i, Abu Hanifah dan Abu Tsaur.
Diriwayatkan pula dari Ibnu Umar, Anas, dan Ibnu Abi Aufa dari golongan sahabat. Ini juga mazhab Daud, dalam masalah ini tak ada satu pun yang sahih dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam
(yang menunjukkan larangan, pen) sebagaimana yang dikatakan oleh Imam At Tirmidzi. (Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Juz. 1, Hlm. 460). Wallahu a’lam.[ind]