USTAZ, saya mau bertanya tentang menunda utang puasa. Ada perempuan masih punya utang puasa di tahun kemarin tapi tahun ini sudah masuk ramadan.
apakah boleh membayar utang puasa tahun kemarin setelah Ramadan ini?
Ustaz Farid Nu’man Hasan menjelaskan bahwa menunda utang atau qadha puasa sampai berjumpa bulan sya’ban selanjutnya tidak apa-apa, apalagi jika ada uzur, sebagaimana riwayat berikut:
‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha berkata:
ما كنت أقضي ما يكون علي من رمضان إلا في شعبان حتى توفي رسول الله صلى الله عليه و سلم
Aku tidak pernah meng-qadha apa-apa yang menjadi kewajiban atasku dari Ramadan, kecuali di bulan Sya’ban, sampai wafatnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. (HR. At Tirmidzi No. 783, katanya: hasan shahih)
Baca Juga: Bolehnya Puasa Sunnah Sebelum Membayar Hutang Puasa
Hadis ini jelas bahwa ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, meng-qadha shaum Ramadan di bulan Sya’ban selanjutnya. Itu tidak mengapa.
Sebagian ulama bahkan membolehkan kapan saja waktunya tanpa batasan, berdasarkan ayat berikut:
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
Maka barang siapa di antara kamu yang sakit atau dalam keadaan perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. (QS. Al Baqarah: 184)
Menangguhkan Utang Puasa Hukumnya Boleh
Dalam ayat ini, tidak dibatasi kapankah “hari-hari lain itu,” sehingga bagi mereka boleh sampai kapan pun.
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:
قضاء رمضان لا يجب على الفور، بل يجب وجوبا موسعا في أي وقت، وكذلك الكفارة. فقد صح عن عائشة: أنها كانت تقضي ما عليها من رمضان في شعبان ولم تكن تقضيه فورا عند قدرتها على القضاء.
Meng-qadha shaum Ramadan tidak wajib bersegera, tapi ini kewajiban yang waktunya lapang kapan saja waktunya, begitu juga kafarat.
Telah sahih dari ‘Aisyah bahwa Beliau meng-qadha kekewajiban Ramadan di bulan Sya’ban, dia tidak menyegerakannya padahal dia mampu melakukannya. (Fiqhus Sunnah, 1/470)
Hanya saja menurut mayoritas ulama, jika seseorang menunda qadha tanpa adanya ‘uzur, bukan karena sakit, hamil, menyusui, tapi karena sengaja menunda-nunda maka bukan hanya qadha tapi juga fidyah.
Syaikh Wahbah Az Zuhaili Rahimahullah menjelaskan:
وأما إذا أخر القضاء حتى دخل رمضان آخر، فقال الجمهور: يجب عليه بعد صيام رمضان الداخل القضاء والكفارة (الفدية). وقال الحنفية: لا فدية عليه سواء أكان التأخير بعذر أم بغير عذر.
Jika menunda qadha sampai masuk Ramadan selanjutnya, maka mayoritas ulama mengatakan: wajib baginya setelah puasa Ramadan dia melakukan qadha dan kafarat sekaligus (yaitu fidyah).
Adapun Hanafiyah mengatakan: “Tidak ada fidyah baginya, sama saja apakah dia menundanya karena ada ‘udzur atau tidak ada ‘udzur.” (Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 3/108)
Bagi mereka, apa yang dilakukan oleh ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, Beliau tanpa fidyah hanya qadha sehingga cukup qadha saja tanpa fidyah.
Selain Imam Abu Hanifah Ini juga pendapat Hasan Al Bashri, Ibrahim An Nakha’i, dan lainnya. Wallahu a’lam.[ind]