oleh: Ustaz Farid Nu’man Hasan
ChanelMuslim.com – Assalamualaikum. Ustaz, apa hukumnya merayakan Israj Mi’raj di bulan Rajab sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian masyarakat di Indonesia?
Jawaban:
Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuh. Bismillahirrahmanirrahim. PHBI (Peringatan Hari Besar Islam), diperselisihkan para ulama sebagaimana perselisihan fiqih lainnya. Perbedaan pendapat dalam hal ini sudah sangat tua, dan belum pernah ada titik temu karena memang mustahil menghilangkan perbedaan pendapat fiqih.
Perbedaan pendapat ini sudah terjadi bahkan sejak masa sahabat nabi, di hadapan Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam.
Pihak yang melarang
Di antaranya para ulama Arab Saudi dan pengikutnya di dunia, termasuk di tanah air. Termasuk para ulama di Asy Syabakah Al Islamiyyah, yang diketuai oleh Syaikh Abdullah al Faqih Hafizhahullah.
Mereka beralasan bahwa hal ini tidak ada dasarnya dalam Islam. Jika memang baik, niscaya umat terbaik sudah mencontohkannya. Mereka mengatakan:
فإن المولد أو الموالد التي تقام في ليلة الإسراء والمعراج بدعة ليست من دين الإسلام الذي بعث الله به رسوله صلى الله عليه وسلم، وذلك لأمور: الأول: أن النبي صلى الله عليه وسلم وصحابته الكرام وأئمة الإسلام لم يحتفلوا بليلة الإسراء والمعراج، ولو كان الاحتفال بها مشروعاً لسبقونا إليه، لأنهم أحرص منا على الخير والثواب العظيم…..
Sesungguhnya acara maulid yang dilaksanakan pada malam Isra Mi’raj adalah bid’ah, dan bukan berasal dari agama Islam yang mana Allah Ta’ala utus Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dengannya. Hal ini karena beberapa alasan, pertama, Nabi dan para sahabatnya yang mulia, serta para imam Islam, tidak pernah membuat acara pada malam Isra dan Mi’raj. Jika memang memperingatinya adalah hal yang disyariatkan, niscaya mereka akan lebih dahulu melakukannya dibanding kita, karena mereka generasi yang paling bersemangat dibanding kita dalam melakukan kebaikan dan mengejar pahala yang besar.
(Fatawa asy Syabakah al Islamiyah no. 38815)
Pihak yang membolehkan
Pihak yang membolehkan seperti Darul Ifta’ al Mishriyyah, termasuk para ulama di Indonesia umumnya. Alasannya hal-hal baru yang sejalan dengan ajaran Islam itu tidak terlarang, bukan termasuk bid’ah yang tercela. Betapa sering para sahabat nabi melakukan hal-hal baru dan bermaslahat, atas inisiatif mereka namun tidak ada yang mengingkarinya.
Mereka memfatwakan:
فإن الاحتفال بهذه الذكرى في شهر رجب جائزٌ شرعًا ولا شيء فيه ما دام لم يشتمل على محرمٍ، بل على قرآن وذكر وتذكير؛ وذلك لعدم ورود النهي.
فإن قيل: إن هذا أمر مُحدَثٌ، وقد قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم: «مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ».. [رواه مسلم]، قلنا: نعم، ولكن من أحدث فيه ما هو منه فليس بردٍّ، بل هو حسن مقبول؛ فهذا سيدنا بلال رضي الله تعالى عنه وأرضاه لم يتوضأ وضوءًا إلا وصلَّى بعده ركعتين، وهذا صحابي جليل يقول بعد الرفع من الركوع: ربنا ولك الحمد حمدًا كثيرًا طيبًا مباركًا فيه، وعلِم النبي صلى الله عليه وآله وسلم بذلك وسمعه؛ فبشَّرهما، بالرغم من أن الشرع لم يأمر بخصوص ذلك.
وتلاوة القرآن الكريم وذكر الله تعالى من الدين، وإيقاع هذه الأمور في أيِّ وقت من الأوقات ليس هناك ما يمنعه، فالأمر في ذلك على السعة.
Sesungguhnya peringatan ini (Isra mi’raj) di bulan Rajab, adalah boleh secara syar’i. Hal itu tidak apa-apa selama tidak terkandung di dalamnya hal-hal yang diharamkan, tetapi di atas Alquran, dzikir, dan peringatan. Hal ini tidak ada dalil tentang larangannya.
Jika ada yang bilang: “Ini perkara baru, padahal Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengatakan: “Siapa pun yang menciptakan hal baru dalam urusan agama ini, maka tertolak.” (HR. Muslim).”
Kami katakan: “Ya, tetapi apa-apa yang baru tapi ada dasarnya, maka bukan termasuk yang tertolak, bahkan itu hal yang baik dan bisa diterima. Inilah Sayyidina Bilal Radhiallahu ‘Anhu, dia tidaklah berwudhu melainkan setelahnya dia shalat dua rakaat.
Seorang sahabat yang mulia, dia membaca setelah bangkit dari ruku: “Rabbana wa lakal hamdu hamdan katsiran thayyiban mubarakan fiih”, dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mendengar hal itu, justru Rasulullah memberikan kabar gembira kepada keduanya, meskipun secara khusus syariat tidak memerintahkan hal itu.
Alquran dan Dzikrullah termasuk bagian dari agama. Maka, mewujudkan hal ini di waktu kapan pun tidak ada hal yang melarangnya, maka dalam hal ini, masalahnya lapang saja. (selesai)
SIKAP KITA
Silahkan pilih mana yang paling kuat, dengan timbangan ilmu, namun jangan ingkari yang lain, dan jangan rusak persaudaraan. Apalagi sampai saling tuduh beda aqidah, beda manhaj. Sikapilah seorang muslim tetap muslim, walau dia berbeda dengan yang lainnya dalam beberapa atau banyak masalah fiqih atau cabang.
Teladani para salaf saat berselisih pendapat
Imam Yahya bin Sa’id Al Qaththan Rahimahullah berkata:
ما برح أولو الفتوى يفتون فيحل هذا ويحرم هذا فلا يرى المحرم أن المحل هلك لتحليله ولا يرى المحل أن المحرم هلك لتحريمه.
Para ahli fatwa sering berbeda fatwanya, yang satu menghalalkan yang ini dan yang lain justru mengharamkannya. Tapi, mufti yang mengharamkan tidaklah menganggap yang menghalalkan itu binasa karena penghalalannya itu. Mufti yang menghalalkan pun tidak menganggap yang mengharamkan telah binasa karena fatwa pengharamannya itu.
(Imam Ibnu Abdil Bar, Jami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlih, 2/161)
Ada nasihat yang bagus sebagai berikut:
وليس العيب في الخلاف ولكن العيب في التعصب للرأي والحجر على عقول الناس وآرائهم، هذه النظرة إلى الأمور الخلافية جمعت القلوب المتفرقة على الفكرة الواحدة، وحسب الناس أن يجتمعوا على ما يصير به المسلم مسلماً كما قال زيد ـ رضي الله عنه
Bukanlah aib dan cela manakala kita berbeda pendapat. Tetapi yang aib dan cela adalah sikap fanatik (ta’ashub) dengan satu pendapat saja dan membatasi ruang lingkup berpikir manusia. Menyikapi khilafiyah dengan cara seperti inilah (toleran) yang akan menghimpun hati yang bercerai berai kepada satu pemikiran. Cukuplah manusia itu terhimpun atas sesuatu yang menjadikan seorang muslim adalah muslim, seperti yang dikatakan oleh Zaid Radhiallahu ‘Anhu.
(Majmu’ah Ar Rasail, Mu’tamar Khamis, hlm. 187)
Demikian. Wallahu a’lam.[ind]