ChanelMuslim.com – Ustaz, saya mau bertanya tentang hukum menggunakan sandal atau sepatu di pemakaman. Ada hadits yang menyatakan tidak boleh memakai sandal atau sepatu ke dalam komplek pekuburan atau pemakaman. Mohon penjelasan Ustaz.
Apakah boleh membeli tanaman untuk kita tanam di rumah yang dijual oleh penjual bunga dalam komplek pekuburan/pemakaman?
Ustaz Farid Nu’man Hasan menjelaskan mengenai hal ini yaitu sebagai berikut.
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
يَا صَاحِبَ السِّبْتِيَّتَيْنِ، وَيْحَكَ أَلْقِ سِبْتِيَّتَيْكَ» فَنَظَرَ الرَّجُلُ فَلَمَّا عَرَفَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَلَعَهُمَا فَرَمَى بِهِمَا
Wahai pemakai sendal! Celaka kamu, lepaskan sendalmu! Maka laki-laki itu memandang dan tahu bahwa itu adalah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam maka dia melepas kedua sendalnya dan melemparnya.
(HR. Abu Daud No. 3230, Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrad No. 775. Shahih)
Baca Juga: Pemakaman Muslim di Jerman Alami Serangan Vandalisme
Hukum Menggunakan Sandal atau Sepatu di Pemakaman
Ada keragaman komentar para ulama kita terhadap hadits ini:
1. Bahwa berjalan di antara kubur dengan sendal adalah makruh. (‘Aunul Ma’bud, 9/36)
2. Bahwa berjalan di antara kubur dengan sendal adalah boleh, kecuali sendal sibtiyah.
Ini pendapat Imam Ibnu Hazm. Namun pendapat ini dikoreksi, para ulama seperti Imam Ibnu Hajar, yang menurutnya itu merupakan jumud yang parah dari Ibnu Hazm, bagi Imam Ibnu Hajar larangan tersebut mutlak bagi semua sendal.
Ada pun sendal sibtiyah karena memang sendal yang biasa dipakai saat itu. (Fathul Bari, 3/206)
3. Larangan ini terkait karena kesombongan (khuyala) si pemakainya.
Sebagaimana kata Imam Al Khathabi. (‘Aunul Ma’bud, 9/37) Ini juga dikritik oleh Imam Ibnu Hajar, bahwasanya para sahabat terbiasa memakai sendal sibtiyah, bagaimana mungkin itu disebut pakaian khuyala (sombong). (Fathul Bari, 3/206)
4. Perintah melepaskan sendal karena untuk menghormati kuburan dan menghindari kesombongan. Ini dikatakan Imam Al ‘Aini (‘Aunul Ma’bud, Ibid)
6. Sementara Imam Ath Thahawi mengatakan tidak makruh, sebab larangan Nabi saw kepada laki-laki itu disebabkan adanya kotoran pada sendal laki-laki tersebut.
Dalil lain ketidakmakruhannya adalah hadits shahih bahwa mayit mendengarkan suara sendal pengantarnya.
Juga hadits shahih bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam shalat menggunakan sendal di masjid, maka itu menunjukkan jika di masjid dibolehkan maka di kubur lebih utama untuk dibolehkan.
(‘Aunul Ma’bud, Ibid, Fathul Bari, 3/206 dan 10/309)
7. Imam Ibnu Hajar mengoreksi Imam Ath Thahawi, bahwa larangan ini untuk menghormati mayit, sebagaimana hadits larangan duduk di kuburan, penyebutan sendal sibtiyah bukan menunjukkan pengkhususan.
Larangan ini sudah disepakati. (Ibid)
Namun jika melepaskan sendal justru memudharatkan seperti tertusuk duri, panas, terkena najis, atau sulit dan repot membukanya seperti khuf, maka ini tidak apa-apa tetap memakainya karena Adh Dharar Yuzaal – bahaya mesti dihilangkan. Al Masyaqqat Tajlibut Taysir, kesulitan membawa kemudahan.
Wallahu a’lam.[ind]