Chanelmuslim.com – Khabbab bin Arat ikut serta dalam semua peperangan yang diikuti Rasulullah. Seluruh hidupnya ia habiskan untuk memelihara keimanan dan keyakinannya. Dan, ketika kas negara melimpah ruah dengan harta kekayaan di masa pemerintahan Umar dan Utsman, Khabbab mendapatkan tunjangan hidup yang cukup besar, karena termasuk golongan Muhajirin yang masuk Islam di masa-masa awal.
Baca Juga: Ketabahan Khabbab bin Arat
Dengan tunjangan yang cukup besar ini, ia membangun rumah sederhana di Kufah. Harta kekayaan yang disimpan di satu tempat. Tempat itu diketahui oleh rekan dan tamu-tamunya. Siapa pun dari mereka yang sedang dalam kesulitan keuangan, dipersilahkan mengambil seperlunya dari tempat simpanan itu.
Walaupun demikian, Khabbab tidak pernah tidur nyenyak dan air matanya selalu menetes setiap teringat Rasulullah saw dan rekan-rekan seperjuangannya. Mereka semua telah mendahuluinya bertemu Sang Khaliq sebelum pintu dunia dibukakan bagi kaum muslimin dan harta kekayaan melimpah ruah.
Dengarkanlah pembicaraanya dengan para pengunjung yang datang menjenguknya ketika dia sedang sakit menjelang kematiannya.
Mereka berkata kepadanya, “Senangkanlah hatimu, wahai Abu Abdillah (Khabbab), karena engkau akan berjumpa dengan sahabat-sahabatmu.”
Ia menjawab sambil menangis, “Sungguh, aku tidak merasa kesal atau kecewa, tetapi kalian telah mengingatkanku kepada segolongan orang dan sahabat-sahabat yang telah membawa semua pahala mereka. Mereka sama sekali belum mendapatkan pahala mereka di dunia sedikit pun. Sementara kita masih hidup hingga mendapatkan ganjaran dunia yang cukup banyak, sampai-sampai tiada tempat untuk menyimpannya kecuali tanah.”
Lalu, ia menunjuk kearah rumahnya yang sangat sederhana, dan menunjuk kearah tempat penyimpanan semua harta kekayaannya. Ia berkata, “Demi Allah, aku tidak pernah menutupnya walau dengan sehelai benang, dan aku tidak pernah menolak orang yang meminta.”
Setelah itu, ia menoleh kearah kain kafan yang telah disediakan untuknya. Ia melihat terlalu mewah baginya, “Lihatlah kain kafanku! Bukankah kain kafan Hamzah, paman Rasulullah saw ketika gugur sebagai syahid hanyalah burdah abu-abu, yang jika ditutupkan ke kepalanya terbukalah kedua ujung kakinya, jika ditutupkan ke ujung kakinya, kepalanya terbuka?”
Khabbab meninggal dunia pada tahun 37 Hijriah. Guru besar itu telah menghadap penciptanya. Dialah guru besar dalam seni membuat pedang di masa Jahiliah. Dialah guru besar dalam seni perjuangan dan pengorbanan di masa Islam.
Dialah laki-laki yang pernah dibela oleh Al-Qur’an, ketika para bangsawan Quraisy menuntut agar Rasulullah saw menyediakan hari tertentu untuk mereka, dan menyediakan hari tertentu orang-orang miskin seperti Khabbab, Shuhaib, Bilan dan yang lain. Ternyata Al-Qur’an menyambut orang-orang miskin itu dengan penghormatan dan pemuliaan bagi mereka.
Allah berfirman,
“dan janganlah engkau mengusir orang-orang yang menyetu Tuhannya sepanjang pagi dan petang. Mereka itu mengharap keridhaan-Nya. Engkau sedikitpun tidak diminta pertanggungjawabkan menjadi perhitungan bagi mereka. Begitupun perhitungan bagimu tidak akan dimintakan tanggungjawab mereka sediit pun. Apabila engkau mengusir mereka, pasti engkau termasuk orang-orang zalim. Demikianlah Kami uji sebagian mereka dengan sebagian lainnya, sehingga mereka berkata, ‘Itukah orang-orang yang diberi karunia oleh Allah di antara kita?’ (Allah berfirman), ‘Tidakkah Allah lebih mengetahui orang-orang yang bersyukur?’ Dan jika datang kepadamu orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat kami, ucapkanlah kepada mereka, ‘Kesejahteraan untuk kalian, Tuhan kalian telah mewajibkan diri-Nya rasa kasih saying.” (Al-An’am : 52-54)
Demikianlah, setelah turunnya ayat ini, Rasulullah saw sangat memuliakan mereka. Beliau membentangkan kain selendang beliau untuk menyambut mereka, dan merangkul pundak mereka.
Beliau bersabda, “Selamat datang wahai orang-orang yang karena merekalah aku dinasihati Allah.”
Satu dari putra terbaik masa kenabian telah meninggal dunia.
Satu dari putra terbaik generasi pengorbanan telah meninggal dunia.
Mungkin kata-kata yang terbaik yang bisa kita ucapkan untuk melepas kepergiannya adalah apa yang diucapkan oleh Khalifah Ali ra. Ketika ia kembali dari perang Shiffin dan pandangannya jatuh pada sebuah kuburan yang basah dan segar.
Ali bertanya,”Kuburan siapa ini?”
Mereka menjawab, “Kuburan Khabbab.”
Ia termasuk khusyu’ cukup lama. Kedukaan juga terlihat di wajahnya, lalu berkata,
“Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada Khabbab
Ia masuk Islam tanpa paksaan
Ia hijrah mengikuti ketaatan
Ia jalani hidup sebagai mujahid pejuang.”
Sumber : 60 Sirah Sahabat Rasulullah SAW/Khalid Muhammad Khalid/Al Itishom