ChanelMuslim.com- Imam Besar Umat Islam FPI, Habib Rizieq Shihab, sudah memastikan tanggal kepulangannya. Kepastian itu pun ia sampaikan secara terbuka. Paspor dan tiket pesawat sudah ia pegang. “Insya Allah, Selasa 10 November jam 9 pagi, saya dan keluarga tiba Jakarta,” ungkapnya.
Soal isu kepulangan Habib Rizieq terjawab sudah. Apa yang disampaikan pimpinan Front Pembela Islam (FPI) beberapa hari lalu saat aksi 1310 benar-benar akan menjadi kenyataan. Dan pekan kedua November mendatang akan menjadi saat-saat mendebarkan, bagi umat Islam khususnya Jabodetabek, maupun pihak pemerintah.
Pasalnya, selama kurang lebih 3 tahun, sosok fenomenal Habib Rizieq terus menjadi sorotan. Meski tidak berada di dalam negeri, pernyataan-pernyataan HRS kerap membuat kuping rezim ini terasa memerah.
HRS dengan kekhasan gaya Betawinya yang to the point, kadang seperti bertolak belakang dengan gaya komunikasi Presiden Jokowi dan jajarannya yang “berliku”. Komunikasi seperti inilah yang mudah dipahami kalangan rakyat bawah terlebih umat Islam, walaupun kadang disalahpahami oleh sebagian rakyat kawasan lain.
Begitu pun dengan konsolidasi sepertinya telah dimanfaatkan dengan baik oleh jaringan FPI di seluruh Indonesia. Jaringannya hampir sejalan dengan kiprah para habaib yang memang sudah menyebar dan memasyarakat di sebagian besar wilayah Indonesia. Bahkan bisa dibilang, di mana ada jaringan habaib, di situlah jaringan FPI tersambung.
Gerakan para habaib di negeri ini bukan hal baru. Bahkan, sudah ada sejak kedatangan agama Islam di bumi nusantara. Jauh sebelum Indonesia merdeka. Jadi, jika FPI memainkan kedekatan budaya dan dakwah secara optimal selama masa konsolidasi itu, kekuatan pengaruh HRS tidak lagi bisa dibilang abal-abal atau angin lalu.
Menariknya, jika partai politik memiliki jaringan di seluruh Indonesia, mereka tidak memiliki kekuatan central yang berbasis di Jakarta. Partai apa pun. Tapi FPI, justru di Jakartalah kekuatan mereka nyaris tanpa tandingan.
Hal itu telah dibuktikan dalam kasus penistaan agama 2014 lalu yang berujung pada sederet aksi bela Islam yang begitu fenomenal bahkan dalam cakupan dunia. Dan di balik fenomenal itu, Habib Rizieq menjadi titik central yang begitu efektif menjadi faktor penentu gerakan-gerakan itu.
“Terdamparnya” HRS selama tiga tahun di Arab Saudi, sama sekali bukan menjadi variabel yang melemahkan. Sebaliknya, selama masa tiga tahun itulah, jaringan FPI di seluruh Indonesia melakukan konsolidasi.
Sejumlah hal yang justru muncul di masa ketidakhadiran HRS di tanah air. Antara lain, soliditas kepemimpinan di jajaran FPI yang teruji tidak bergeser sedikit pun dari pijakan semula. Karena kendala jarak dengan Imam Besarnya, justru FPI membangun jaringan media komunikasi publik yang efektif seperti Front TV yang bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Tanpa perlu bergantung dengan media mainstream yang kebanyakan dikuasai cukong yang kurang berpihak pada FPI.
Dan boleh jadi, mereka pun belajar dari beberapa “bolong-bolong” lain yang sebelumnya mungkin melemahkan mereka. Antara lain, jaringan kader yang lebih solid, kekuatan pendanaan, jaringan lobi dengan tokoh-tokoh nasional yang juga segaris dengan perjuangan mereka.
Beberapa tahun belakangan ini, FPI memang terlihat lebih “dewasa” dan matang dalam gerakan di banding saat pada rezim-rezim sebelumnya. Mereka lebih cool, dan tidak gampang terpancing untuk bereaksi terhadap daya tarik tertentu yang boleh jadi bernilai pancingan atau jebakan.
Bisa dibayangkan jika Allah berkehendak kekuatan dahsyat ini menemukan kembali pusat energinya yang terpisah beberapa tahun. Puluhan ribu kader muda FPI melakukan arak-arakan menyambut kembalinya Imam Besar mereka.
Bayangkan juga, jika ratusan tokoh nasional yang selama ini bersikap oposisi dengan rezim ini ikut melakukan penyambutan. Fenomena itu seolah seperti menyatukan berbagai kekuatan yang tercerai berai menjadi satu “kepalan” besar yang siap ditonjokkan dari sosok Habib Rizieq Shihab. (Mh)