Jakarta – Kisruh mengenai UU Cipta Kerja belum juga usai. Belum selesai kasus mengenai jumlah halaman kini menyusul kabar pengakuan pihak istana yang menghilangkan secara sengaja satu pasal di UU Cipta Kerja. Anggota Badan Legislasi DPR RI dari Fraksi PKS, Mulyanto, menilai semua ini melanggar aturan formal pembentukan perundang-undangan.
Menurut Mulyanto, kisruh mengenai UU Omnibus Law ini bermula dari permintaan Jokowi agar pembahasan UU Cipta Kerja ini dikebut. Sehingga tak heran dalam pembahasannya timbul berbagai persoalan: seperti munculnya drama pasal 46 UU Migas dalam RUU Ciptaker; gonta-ganti naskah; dan recall 16 oktober yang merevisi 158 item RUU Ciptaker dalam dokumen 88 halaman sebagai upaya “cleansing” oleh Setneg. Rupanya kerja cepat, yang diperintahkan Presiden, praktek di lapangannya berubah menjadi kerja serampangan alias ugal-ugalan.
"Padahal pada saat awal pembahasan RUU Ciptaker ini, kita baru saja memasuki masa pandemi Corona, bencana kedaruratan kesehatan, yang sangat dahsyat, yang belum pernah dialami sebelumnya oleh bangsa kita.
Pembahasan RUU Ciptaker ini menerapkan protokol Covid-19, dengan membatasi peserta rapat untuk hadir fisik, sehingga kebanyakan anggota Panja hadir secara virtual dengan berbagai keterbatasannya," ujar Mulyanto.
Mulyanto mengaku heran kenapa harus tergesa-gesa? Apakah RUU Ciptaker ditujukan untuk penanggulangan Covid-19? Bukankah untuk penanggulangan Covid-19, Pemerintah sudah membuat Perpu No. 1/2020 yang populer dengah sebutan Perppu Corona, yang kemudian disahkan menjadi UU. No. 2/2020. Bahkan dalam UU ini hak budgeting DPR dipangkas.
"Sebenarnya RUU Ciptaker ini tidak ada hubungannya dengan pandemi Covid-19, karena memang RUU ini sudah dirancang jauh-jauh hari sebelum musibah Corona itu datang. Dengan demikian, maka semestinya pembahasan RUU Ciptaker ini tidak harus tergesa-gesa, kejar tayang, menabrak hari libur, waktu reses, dll," lanjut Mulyanto.
Mulyanto mengingatkan saat menghadiri Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan di awal Januari 2020, Presiden minta pembahasan omnibus law RUU Ciptaker perlu dipercepat agar pemerintah bisa melakukan reformasi di bidang perizinan. Apalagi, banyak izin-izin yang tumpang tindih antara pusat dan daerah, baik di provinsi, kabupaten, dan kota.
Lebih lanjut presiden mengatakan omnibus law perlu dibuat agar Indonesia bisa mengantisipasi dampak perkembangan ekonomi nasional maupun global.
"Jadi kalau ditanya siapa yang memerintahkan agar RUU Ciptaker ini dikerjakan dengan cepat? Ya presiden sendiri. Dalam beberapa kali kesempatan presiden menyatakan itu," tukas Mulyanto.
Bahkan, dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan di atas, Presiden Jokowi menegaskan, bahwa Presiden akan angkat dua jempol kalau DPR bisa menyelesaikan RUU Ciptaker dalam 100 hari. Menurut Jokowi, bukan hanya dirinya, tetapi juga kita semua akan mengacungkan jempol jika RUU Ciptaker itu bisa diselesaikan dalam 100 hari.
Hal tersebut sekali lagi dikuatkan Presiden Jokowi dalam rapat terbatas mengenai RUU Ciptaker di Istana Kepresidenan Bogor, Jumat, 27 Desember 2019, bahwa Presiden ingin kerja cepat, terkait penyelesaian RUU ini.
"Sayangnya kerja cepat yang dimaksud diterjemahkan para pembantu Presiden menjadi kerja asal cepat, meski serampangan atau ugal-ugalan," tandas Mulyanto.[My]