Chanelmuslim.com – Khalifah Umar Menangisi Kepergian Khalid bin Walid
Sewaktu Khalid meninggal dunia, Umar menangis sejadi-jadinya. Dikemudian hari, kaum muslimin mengetahui bahwa tangis Umar bukan sekedar karena kepergian Khalid, tetapi karena ia kehilangan kesempatan untuk mengangkatnya kembali menjadi panglima, ketika figuritas masyarakat kepada Khalid sudah mulai hilang. Sebenarnya, sudah lama Khalifah Umar bertekad mengembalikan kepemimpinanya itu dan menjernihkan sebab-sebab pemberhentiannya. Tetapi, Khalid sudah terlebih dahulu pulang menghadap Allah.
Benar! Pahlawan kita ini buru-buru pergi ke tempatnya di surga.
Bukankah sudah waktunya bagi Khalid untuk beristirahat? Dialah laki-laki yang membuat musuh-musuhnya tidak bisa beristirahat.
Baca Juga: Kebesaran tanpa Kemegahan
Khalifah Umar Menangisi Kepergian Khalid bin Walid
Bukankah sudah waktunya bagi tubuh Khalid untuk sedikit memejamkan mata? Dialah yang dilukiskan oleh para rekan dan musuhnya sebagai “Orang yang tidak pernah tidur dan tidak membiarkan orang lain tidur.”
Adapun dia sendiri, seandainya dibolehkan memilih, tentu ia akan memilih agar Allah menambah usianya, agar ia dapat meneruskan perjuangan menghancurkan sisa-sisa peradaban lama, dan agar dapat menambah amal kebajikan serta perjuangannya demi menegakkan Islam.
Semangat juang dan keharuman ramanya akan selalu dikenang sepanjang masa, selama kuda perang masih meringkik, mata pedang masih berkilatan, dan panji tauhid masih berkibaran di atas pundak balatentara Islam.
Ia pernah berkata, “Malam pengantin atau kelahiran seorang bayi tidak bisa mengalahkan kegembiraanku saat aku bergerak bersama satu pasukan Muhajirin di malam gelap dan dingin untuk menggempur kaum musyrikin di pagi harinya.”
Karena itu, ia sangat sedih jika harus mati di atas ranjang, padahal seluruh hidupnya ia habiskan di atas kuda perang dan di bawah kilatan pedang.
Dialah orang yang telah berperang bersama Rasulullah saw menundukan orang-orang murtad, menjadikan singgasana kerajaan Persia dan Romawi rata dengan tanah, serta mampu berpindah dari satu tempat ke tempat lain dengan cepat, hingga Irak dan Syam berhasil dibebaskan dari tangan penjajahan.
Ketika menjadi panglima, ia seperti prajurit karena beban berat yang dipikulnya dan sikap rendah hati yang dimilikinya. Dan ketika menjadi prajurit, ia seperti panglima karena memiliki rasa tanggung jawab yang besar dan menjadi teladan.
Seorang kesatria di medang perang tentu akan sangat sedih jika harus mati di atas ranjang. Lihatlah, ia berkata sambil meneteskan air mata,
“Aku ikut dalam berbagai pertempuran. Seluruh tubuhku penuh bekas luka pedang, tombak, dan panah. Kini, aku akan mati di atas ranjang, seperti matinya seekor unta. Tidak akan tertidur di mata orang-orang pengecut.”
Kata-kat tersebut merupakan kata-kata yag hanya bisa dikatakan oleh orang-orang seperti pahlawan kita ini.
Saat menjelang ajal, ia menyampaikan wasiatnya.
Tahukan kalian kepada siapa ia berwasiat?
Ternyata, kepada Umar bin Khaththab.
Tahukan kalian kekayaan apa yang ditinggalkannya?
Ternyata, hanya kuda perang dan pedang.
Ada lagi?
Tidak ada lagi. Ia sama sekali tidak memiliki harta kekayaan sebagaimana yang dimiliki orang kebanyakan. Sebab, selama hidupnya, yang bisa memuaskan hatinya adalah kemenangan terhadap musuh Allah. Tidak ada sama sekali dari kekayaan dunia yang bisa menguasai hatinya.
Oh, ada satu, yaitu satu barang yang ia rawat dengan baik. Yaitu, sebuah kopiah. Pernah suatu ketika, di Perang Yarmuk, kopiah itu terjatuh. Ia mencarinya ke mana-mana, bahkan mengerahkan pasukannya. Ketika ada yang menegur, ia menjawab, “Di dalamnya ada beberapa helai rambut Rasulullah. Yang menjadikan aku selalu optimis mendapatkan kemenangan.”
Dan akhirnya, jenazah pahlawan besar ini keluar dari rumahnya diusung oleh para sahabatnya.
Ibu dari sang pahlawan memandangnya dengan kedua mata yang bercahaya memperlihatkan kekerasan hati tapi disaput awan dukacita, lalu melepasnya dengan kata-kata,
“Jutaan orang tidak dapat melibihi keutamaanmu
Mereka tangguh tapi tersungkur diujung pedangmu
Keberanianmu melebihi singa betina
Yang berjuang melindungi anaknya
Engkau lebih pemurah dari banjir
Membagikan airnya tanpa minta balas budi”
Umar mendengar ucapan tersebut. Hatinya bertambah duka dan terharu. Air matanya semakin jatuh berderai. Umar berkata, “Sungguh benar ucapanya. Demi Allah, Khalid memang seperti yang dia ucapkan.”
Sang pahlawan dimasukkan ke liang kuburnya. Para sahabatnya berdiri dengan khusyu’. Dunia sekeliling hening, tenang, dan sepi. Keheningan yang mengharukan itu tiba-tiba pecah oleh ringkik kuda yang datang. Sesudah melepaskan tali kekangnya, segera melompat lalu berlari melintasi jalan-jalan kota Madinah menyusul jenazah tuanya, dibimbing keharuman dan wanginnya jenazah sang pahlawan.
Sewaktu kuda itu sampai di dekat kumpulan orang-orang yang sedang termenung di kuburan yang masih basah, digerak-gerakkannya kepalannya bagaikan mengibarkan panji perang, sambil meringkik. Persis seperti sang pahlawan sedang berada di punggunya, bertempur mengguncangkan istana kerajaan Persia dan Romawi, menghancurkan berhala, kedurhakaan, kemusyrikan, dan kemunduran yang merintangi jalan Islam.
Ia terhenti menatap tajam kearah kubur tuannya. Ia anggukkan kepala beberapa kali seakan mengucapkan selamat jalan kepada sang tuan.
Lalu, ia terdiam. Ia mendongakkan kepala dan air matanya mengalir deras.
Kuda ini telah dibaktikan Khalid di jalan Allah, bersama pedangnya. Apakah ada prajurit lain yang sanggup menungganginya? Apakah sang kuda sendiri mau ditunggangi selain Khalid?
Duhai pahlawan setiap kemenangan,
Duhai fajar yang menyisingkan malam,
Engkau angkat semangat pasukanmu menghadap perlawanan musuh dengan ucapanmu,
“Di kala subuh datang menjelma, pejalan-pejaan malam memanjatkan puja”
Hingga kata-katamu itu menjadi peribahasa.
Dan sekarang engkau telah selesaikan perjalanmu
Pagimu penuh pujian, wahai Abu Sulaiman
Namamu indah, harum dan dikenang selamannya, wahai Khalid
Terakhir, izinkan kami mengulang-ngulang kata-kata Khalifah Umar ketika mengucapkan selamat jalan kepada jasa Khalid,
“Rahmat Allah untuk Abu Sulaiman
Apa yang di sisi Allah lebih baik daripada yang di dunia
Ia hidup mulia dan mati bahagia”
Sumber : 60 Sirah Sahabat Rasulullah SAW/Khalid Muhammad Khalid/Al Itishom