ChanelMuslim.com – Dzulhijjah Bulan Ekonomi Syariah, oleh: Ustaz Rikza Maulan, Lc., M.Ag.
Bulan Dzulhijjah memiliki berbagai keistimewaan, di antaranya adalah bulan ekonomi syariah. Simak penjelasan Rasulullah saw dalam hadits berikut.
عَنْ جَابِرٍ بْنِ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ حَجَّةِ الْوَدَاعِ : إنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا أَلَا كُلُّ شَيْءٍ مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ تَحْتَ قَدَمَيَّ مَوْضُوعٌ، وَدِمَاءُ الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعَةٌ، وَإِنَّ أَوَّلَ دَمٍ أَضَعُ مِنْ دِمَائِنَا دَمُ ابْنِ رَبِيعَةَ بْنِ الْحَارِثِ كَانَ مُسْتَرْضِعًا فِي بَنِي سَعْدٍ فَقَتَلَتْهُ هُذَيْلٌ، وَرِبَا الْجَاهِلِيَّةِ مَوْضُوعٌ وَأَوَّلُ رِبًا أَضَعُ رِبَانَا رِبَا عَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَإِنَّهُ مَوْضُوعٌ كُلُّهُ… (رواه مسلم)
Dari Jabir bin Abdillah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda dalam Haji Wada’, Sesungguhnya menumpahkan darah, merampas harta sesamamu adalah haram sebagaimana haramnya berperang pada hari ini, pada bulan ini, dan di negeri ini. Ketahuilah, semua yang berbau Jahiliyah telah dihapuskan di bawah undang-undangku, termasuk tebusan darah masa jahilijyah. Tebusan darah yang pertama-tama kuhapuskan adalah darah Ibnu Rabi’ah bin Harits yang disusukan oleh Bani Sa’ad, lalu ia dibunuh oleh Huzail. Begitu pula telah kuhapuskan riba jahiliyah; yang mula-mula kuhapuskan ialah riba yang ditetapkan Abbas bin Abdul Muthalib. Sesungguhnya riba itu kuhapuskan semuanya…” (HR. Muslim)
Baca Juga: Nilai-Nilai Ekonomi Syariah bersifat Universal
Dzulhijjah Bulan Ekonomi Syariah
Hikmah Hadits:
1. Bahwa bulan Dzulhijjah di samping memiliki keutamaan dan keistimewaan sebagai bulan haram (bulan yang dimuliakan Allah swt), dan juga bulan berpadunya segala aktivitas ibadah dan amal shaleh (khususnya di sepuluh hari pertama di bulan dzuhijjah), ia juga merupakan bulan ekonomi syariah.
Karena di bulan inilah Rasulullah saw memberikan wasiat-wasiat kepada umatnya, dan di antara wasiat terpenting yang terkandung di dalamnya adalah wasiat yang bermuatan ekonomi syariah.
Hal ini seperti penegasan beliau terhadap haramnya riba, haramnya memakan harta orang lain dengan cara yang bathil, perintah untuk menjaga kehormatan sesama muslim, dsb. Pesan-pesan tersebut merupakan nilai-nilai yang mendasar dalam ekonomi syariah.
2. Pesan-pesan tersebut disampaikan pada bulan Dzulhijjah, di tahun ke-10 H dalam sebuah rangkaian pelaksanaan ibadah haji beliau bersama para sahabatnya, yang kemudian dikenal dengan peristiwa Haji Wada’.
Haji Wada’ artinya haji perpisahan atau haji terakhir. Karena Rasulullah saw tidak melaksanakan ibadah haji, selain haji wada’ ini, yang juga merupakan satu-satunya ibadah haji yang dilaksanakan oleh beliau setelah hijrahnya beliau ke Madinah, hingga beliau wafat pada tahun ke-11 H.
3. Dalam peristiwa Haji Wada’ tersebut, Rasulullah saw memberikan wasiat-wasiat penting kepada umatnya melalui khutbah-khutbah beliau.
Dan salah satu khutbah beliau dalam Haji Wada adalah khutbah sebagaimana dalam teks hadits di atas, yang merupakan khutbah beliau di Padang Arafah ketika sedang melaksanakan Wuquf di Arafah.
Sesusai beliau berkhutbah, Bilal bin Rabah mengumandangkan iqamah, kemudian Rasulullah saw dan para sahabatnya melaksanakan shalat dzhur dan ashar secara jama’ taqdim secara qashar.
Kemudian setelah itu, beliau berjalan (masih di Arafah), lalu menghadap kiblat dan berdoa dengan doa yang sangat panjang, di mana dalam doa tersebut beliau banyak sekali mendoakan umatnya (Abu Syahbah, 1996: Jilid 2 hlm. 574 – 575).
Imam Al-Baihaqi meriwayatkan, “bahwasanya Rasulullah saw karena demikian banyaknya mendoakan umatnya agar mendapatkan maghfirah, hingga Allah swt mewahyukan kepada beliau bahwa Allah swt akan menghapuskan segala sesuatu dari umatnya, kecuali perbuatan dzlim antara sesame mereka.” (HR. Al-Baihaqi).
4. Teratat bahwa Rasulullah saw setidaknya berkhutbah sebanyak tiga kali dalam rangkaian pelaksanaan Haji Wada’, yaitu:
a. Khutbah Arafah beliau ketika wuquf di Arafah,
b. Khutbah beliau pada yaumun nahr (hari raya Idul Adha), ketika itu beliau berkhutbah dari atas untanya, dan
c. Khutbah beliau di hari tasyrik ketika berada di Mina.
Dalam al-Bidayah wa al-Nihayah disebutkan, dari Ibnu Umar ra bahwa: “Diturunkan surat An-Nashr pada pertengahan hari-hari tasyrik dan Rasulullah saw mengetahui bahwa itu adalah pertanda perpisahan beliau dengan umatnya. Kemudian beliau menaiki al-qushwanya, lalu kemudian beliau memberikan khutbahnya pada hari tersebut.” (HR. Al-Bazar & Al-Baihaqi).
Abu Syahbah mengoementari berkenaan dengan terjadinya beberpa kali khutbah Rasulullah saw, “bahwa di antara hikmah Rasulullah saw memberikan beberapa kali khutbahnya pada saat Haji Wada’ adalah karena peristiwa Haji Wada’ ini merupakan satu-satunya ibadah haji yang dilaksanakan Rasulullah saw, yang pelaksanaannya harus berdampak untuk menguatkan Islam dan kaum muslimin khususnya di seluruh jazirah Arab.
Di samping itu juga sebagai kalimat perpisahan dengan kaum muslimin, yang karenanya beliau mengulang-ulang wasiatnya kepada umatnya, agar mereka senantiasa ingat dan tidak mudah melupakannya. Dan pesan untuk berekonomi secara syariah termasuk salah satu pesan yang beliau wasiatkan dalam khutbahnya, yaitu untuk meninggalkan riba serta untuk tidak memakan harta sesama manusia dengan cara yang bathil.
5. Bahwa Abbas bin Abdul Muthallib merupakan salah seorang paman beliau, yang dahulu melalukan praktek riba jahiliyah. Praktek riba jahiliyah terjadi pada masa tersebut khususnya ketika memasuki masa dagang, baik pada musim dingin (as-syita’) maupun pada musim panas (as-shaif).
Pada kedua masa tersebut, umumnya masyarakat Arab berdagang ke Syam dan Shan’a (Yaman), untuk waktu yang cukup lama. Kebiasaan mereka pada waktu tersebut adalah terjadi transaksi pinjam meminjam di antara mereka untuk modal perdagangannya.
Dan salah satu “tempat peminjaman” yang populer pada masa tersebut adalah meminjam ke Abas bin Abdul Muthallib paman Rasulullah saw.
Pada masa tesebut, ketika orang meminjam kepada Abbas bin Abdul Muthallib serta berjanji akan mengembalikan pinjamannya sepulang dari perjalanan dagangnya (berkisar dua atau tiga bulanan), maka ia harus mengembalikan uang yang dipinjamnya persis sejumlah sejumlah pinjamannya, tidak kurang dan tidak lebih.
Namun apabila pada waktu yang telah disepakati si peminjam tidak bisa mengembalikannya dan minta ditangguhkan pembayarannya, maka barulah pada saat tersebut dikenakan tambahan (baca: bunga) atas utangnya tersebut.
Atau dengan kata lain, pada saat tersebut, pinjaman tidak dikenakan bunga apabila si peminjam dapat mengembalikan hutangnya tepat waktu. Namun apabila pada waktu yang telah ditentukan tidak bisa mengembalikan, barulah dikenakan bunga.
Dan ternyata praktek seperti ini disebut oleh Rasulullah saw sebagai riba jahiliyah. Itulah sebabnya beliau mengemukakan bahwa, “Begitu pula telah kuhapuskan riba jahiliyah; yang mula-mula kuhapuskan ialah riba yang ditetapkan Abbas bin Abdul Muthalib. Sesungguhnya riba itu kuhapuskan semuanya.”
6. Selain menegaskan pengharaman riba, Rasulullah saw juga menegaskan haramnya memakan harta sesama muslim dengan cara yang bathil. Beliau mengemukakan, “Sesungguhnya menumpahkan darah, merampas harta sesamamu adalah haram sebagaimana haramnya berperang pada hari ini, pada bulan ini, dan di negeri ini.” (HR. Muslim).
Pesan ini sesungguhnya menegaskan dari firman Allah swt:
وَلاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِاْلإِثْمِ وأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Dan janganlah kaliam memakan harta sebagian yang lain dengan cara yang bathil. Dan janganlah pula kalian membawa urusan harta itu kepada hakim, agar kamu dapat memakan sebagian dari harta manusia dengan cara yang dosa sedangkan kalian mengetahui. (QS. 2 : 188)
7. Bahwa praktik riba dalam kehidupan kita sekarang ini, sudah hampir merambah ke seluruh sisi kehidupan manusia, dari transaksi perbankan, asuransi, investasi, koperasi, kartu kredit, leasing kendaraan, penukaran uang, fintech, bank keliling (rentenir), pegadaian, hutang piutang dengan jaminan antara individu di masyarakat, dsb.
Sementara riba merupakan dosa yang sangat besar, yang bahkan dalam hadits riwayat Al-Hakim disebutkan bahwa riba memiliki tujuh puluh tiga pintu (tingkatan). Dan pintu (tingkatan) riba yang paling ringan adalah (dosanya) setara dengan seorang laki-laki berzina dengan ibu kandungnya sendiri.” (HR. Al-Hakim)
8. Oleh karena itulah, penting kiranya bagi kita sekalian untuk menguatkan kembali dakwah ekonomi syariah kepada seluruh umat, khususnya di bulan Dzulhijjah ini dimana terdapat penekanan dan penegasan Rasulullah saw untuk meninggalkan riba serta larangan untuk memakan harta dengan cara yang bathil.
Dan cara yang terbaiknya adalah memulainya dari diri kita sendiri, lalu mengajak orang lain untuk berhijrah menuju ekonomi syariah yang lebih berkah.
يَمْحَقُ اللهُ الرِّبَا وَيُرْبِى الصَّدَقَاتِ وَاللهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيْمٍ
Allah menghaspuskan segala macam riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa. (QS. Al-Baqarah: 276)
Wallahu A’lam Bis Shawab.[ind]