Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mardiasmo menjelaskan, Instruksi Presiden sangat tegas dan sangat lugas akan sangat di-back up oleh aparat penegak hukum. Selain itu, Ditjen Bea dan Cukai juga diminta mengembangkan infrastruktur yang lebih baik lagi.
“Penyelundupan melalui adminstrasi karena pelabuhan-pelabuhan yang cukup padat bahkan bisa menyelundupkan dengan cepat, dan ini maka harus menggunakan National Single Window (NSW), menggunakan IT yang canggih, dan yang penting bawa risikonya itu secara nasional,” jelas Wamenkeu.
Dengan demikian, lanjut Wamenkeu, semua kementerian/lembaga, apakah itu Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan itu tinggal koordinasi, IT-nya juga menjadi satu sehingga betul-betul terorganisasi, termasuk dengan yang berkaitan dengan pajak, ada PPN (Pajak Pertambahan Nilai) impor dan sebagainya, sehingga betul-betul ini bisa dikerjakan dengan baik.
Sementara Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung menambahkan, bahwa Presiden Jokowi juga telah menginstruksikan untuk membuat sistem yang terpadu antara Kementerian Keuangan dalam hal ini Ditjen Bea dan Cukai dan Ditjen Pajak serta Istana, untuk dari waktu ke waktu penerimaan pajak bisa online dan bisa dimonitor di Istana.
“Kenapa hal itu dilakukan? Supaya apa yang terjadi di lapangan dalam setiap saat Presiden bisa memantau secara langsung. Dengan demikian, Presiden tahu penerimaan pajak harian dan bea cukai secara harian dipersiapkan datanya,” kata Seskab.
Adapun Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan,bahwa penegakan hukum pada pelabuhan dalam negeri dengan penguatan IT penting karena Bea dan Cukai tidak bisa bekerja sendiri. Untuk itulah, penting untuk bekerja sama dengan kementerian yang lain dan koordinasi dengan negara eksportir.
“Peningkatan IT juga harus ditunjang dengan peningkatan kualitas di sumber daya manusia dan sumber daya alam dan teknologi,” papar Heru. (setkab)