ChanelMuslim.com – Sebuah laporan PBB sebelumnya menyatakan bahwa pada tahun 2020, Jalur Gaza akan menjadi daerah yang tidak layak huni karena penurunan persentase air minum yang aman. Laporan kala itu didasarkan pada fakta yang disebabkan oleh blokade dan sedikitnya sumber air, belum terprediksi terjadinya bahwa Corona yang melanda seluruh dunia tahun ini. Sehinga realitas air di Jalur Gaza saat ini mengalami krisis ganda.
Air tanah adalah darah kehidupan lebih dari dua juta warga Palestina di Jalur Gaza. Mereka terancam kelangkaan air jika solusi perbaikan untuk krisis air ini tidak ada. Karena tingkat volume air tanah terus menurun selama beberapa tahun terakhir, dan bahaya berikutnya adalah mencapai titik nol.
Efek Corona
Sejak pandemi Corona, banyak proyek desalinasi (penyulingan air laut menjadi air tawar) di Jalur Gaza, yang diawasi oleh lembaga-lembaga internasional, telah berhenti. Karena para donatur Eropa enggang datang ke Jalur Gaza untuk memantau proyek-proyek ini karena pandemi tersebut.
Sementara itu, Wakil Kepada Otoritas Air, Insinyur Mazen Al-Banna, dalam sebuah wawancara dengan koresponden Pusat Informasi Palestina, menyatakan bahwa proyek desalinasi air di Jalur Gaza terpengaruh oleh pandemi global Corona.
Dia mengatakan, "Pendanaan proyek-proyek yang didukung Eropa mungkin terkena dampak oleh tren prioritas negara-negara Eropa untuk melindungi diri dari pandemi dan mencegah penyebaran virus."
Al-Banna mengisyaratkan pentingnya proyek-proyek stasiun desalinasi di Gaza untuk mengkompensasi kekurangan reservoir bawah tanah di sektor ini yang sangat parah. Dia menyatakan bahwa stasiun-stasiun desalinasi ini tidak beroperasi pada kapasitas penuh karena kurangnya arus listrik sepanjang waktu, yang dapat mempengaruhi realitas air jika blokade di Jalur Gaza terus berlanjut.
Sektor air dan listrik di Jalur Gaza telah mengalami krisis berturut-turut sejak pemberlakuan blokade Israel di Jalur Gaza yang sudah berjalan hampir 14 tahun. Stasiun-stasiun desalinasi dan sumur-sumur air di Jalur Gaza masih terdampak oleh tidak adanya listrik. Sehingga terjadi penurunan tajam dalam akses air ke seluruh penduduk.
Perlambatan kerja
Akibat buruk paling menonjol yang dialami stasiun-stasiun desalinasi di seluruh propinsi-propinsi di Jalur Gaza adalah perlambatan dalam pekerjaan karena blokade Israel atas Jalur Gaza. Hal ini yang ditegaskan oleh Wakil Kepala Otoritas Air Gaza, Mazen Al-Banna. Dia menjelaskan bahwa sektor air masih berada dalam tahap bahaya karena berkurangnya persentase air tanah yang cocok untuk minum hingga kurang dari 10%.
Al-Banna menjelaskan bahwa kondisi ini diperparah dengan meningkatnya jumlah penduduk, sebaliknya terjadi penurunan tingkat volume air minum.
Laporan PBB memperkirakan bahwa permintaan air tanah di Gaza akan meningkat pada tahun 2020 sebesar 60%. Laporan PBB ini, pada saat itu, telah memperingatkan bahwa kerusakan yang dialami akuifer (lapisan bawah tanah yang mengandung air dan dapat mengalirkan air) tidak mungkin diperbaiki.
Al-Banna menegaskan bahwa lebih dari 90% sumur bawah tanah tidak memenuhi standar kesehatan internasional. Dia menjelaskan bahwa beberapa kota di Jalur Gaza menutup banyak sumur karena salinitas air yang ekstrem (kadar kandungan garamnya tinggi).
Dia mengaitkan penurunan tingkat air minum di Jalur Gaza ini dengan meresapnya air laut. Ini karena Jalur Gaza adalah wilayah pantai. Di sisi lain, karena jumlah tekanan dan ekstraksi yang melebihi batas wajar untuk air, dan rendahnya persentase hujan yang mensuplai air ke reservoir bawah tanah. [ah/pip]