ADA hal menarik yang bisa disimak dari kisah pertemuan Nabi Khidir dengan Nabi Musa alaihimassalam yang Allah kisahkan dalam Surah Al-Kahfi. Posisi Nabi Musa saat itu sebagai pelajar dan Nabi Khidir sebagai guru.
Nabi Khidir, yang dalam satu riwayat bernama asli Balyan bin Malkan, memberikan pendahuluan sebelum memberikan pelajaran kepada Nabi Musa.
Yaitu, daya dukung pendidikan untuk seorang murid adalah sifat sabar. Karena itu, beliau meminta Nabi Musa untuk bersikap sabar dalam belajar.
Pendahuluan ini boleh jadi terasa berat untuk Nabi Musa.
Dan wallahu a’lam bishowab, di titik sikap sabar inilah, Nabi Musa merasakan hal berat yang luar biasa. Yaitu, kesabaran untuk menyimak dan menunggu. Jangan bertanya sebelum nantinya akan dijelaskan secara utuh.
Baca Juga: Belajar dari Kisah Nabi Khidir
Belajar Mendidik dari Nabi Khidir dan Lukmanul Hakim
Tentang sifat banyak bertanya terhadap sesuatu hal punya tiga makna.
Pertama, kecepatan daya nalar seorang murid dalam menyerap pelajaran. Dan, hal ini sangat positif.
Dalam kasus ini, pertemuan guru dan murid bisa berlangsung sangat singkat, karena guru tidak perlu menjelaskan secara baku.
Kedua, banyak bertanya yang muncul sebagai pengalihan topik yang sedang dibahas. Jadi, murid ini hanya menjadikan pertanyaan sebagai mainan untuk mengetes atau candaan. Kasus ini sangat tidak baik.
Dan contoh dari kasus ini seperti yang digambarkan Surah Albaqarah ayat 67 sampai dengan 71.
Ayat tersebut mengisahkan umat Nabi Musa yang mempermainkan perintah Allah dengan pertanyaan yang tidak perlu.
Ketika ada perintah, mereka bertanya. Padahal, perintah itu sudah jelas. Semestinya, perintah itu mereka laksanakan dan bukan untuk didiskusikan dan dipermainkan.
Ketiga, banyak bertanya yang mencerminkan sifat murid yang tidak sabar. Murid seperti ini tidak mau mengikuti proses panjang dari guru yang boleh jadi memang butuh waktu untuk dipahami.
Karena ketidaksabaran itu, ia mengambil kesimpulan sendiri dari pelajaran yang diterima. Dan hal ini bukan sekadar murid salah paham tapi juga bisa berakibat fatal.
Hal inilah yang menjadi poin utama yang ingin disampaikan Nabi Khidir kepada Nabi Musa. Bahwa, seorang murid harus tsiqah atau percaya seratus persen kepada guru: terhadap kaPasitasnya dan kredibilitasnya.
Proses yang panjang, jika murid bersabar, justru akan memperlihatkan sebuah pelajaran berharga tentang keluasan dan kedalaman ilmu sang guru. Dan hal itu sangat baik untuk murid.
Tentang nilai sabar dalam memahami masalah yang menjadi topik utama dari pertemuan Nabi Khidir dan Nabi Musa ini boleh jadi sangat berkait dengan tipe umat Nabi Musa yang banyak bertanya.
Dan metode pengajaran yang dilakukan Nabi Khidir ini benar-benar menggelitik dan menguji habis-habisan nilai sabar.
Secara disengaja, Nabi Khidir tidak memberikan penjelasan apa pun terhadap apa yang ia ingin ajarkan. Ia hanya mengajak Nabi Musa untuk bersamanya melakukan sesuatu.
Dan sesuatu itu sangat menguji kesabaran untuk menunggu dan menyimak penjelasan yang akan datang kemudian.
Ada tiga peristiwa yang ditunjukkan Nabi Khidir kepada Nabi Musa dalam bentuk semacam learning by doing.
Yaitu, Nabi Khidir mengajak Nabi Musa untuk melubangi perahu orang-orang miskin.
Kedua, Nabi Khidir mengajak Nabi Musa untuk membangun kembali sebuah tembok dari sebuah bangunan yang runtuh.
Yang ketiga, dan inilah yang nampak begitu ekstrim dirasakan oleh Nabi Musa, Nabi Khidir membunuh seorang anak.
Langsung saja, Nabi Musa bukan lagi bertanya tapi mengajukan protes keras. Ia seperti lupa posisi bahwa dirinya sedang belajar dengan seorang guru yang direkomendasikan Allah Subhanahu wa taala.
“Kenapa engkau membunuh seorang anak yang masih suci dengan tanpa alasan yang jelas. Engkau telah benar-benar melakukan kemungkaran,” seperti itu kira-kira yang diucapkan Nabi Musa.
Terkesan bukan lagi bertanya, tapi menggugat.
Metode Pembelajaran Ala Nabi Khidir
Allah Subhanahu wa taala mengabadikan momen pertemuan antara Nabi Musa dan Nabi Khidir ini dalam Alquran.
Salah satu hikmah yang bisa dipetik dari metode pembelajaran Nabi Khidir adalah betapa efektifnya learning by doing.
Dalam hal ini, murid tidak sekadar dipahamkan dengan nilai-nilai kebenaran yang ditunjukkan, tapi juga meluruskan sikap murid yang kurang tepat.
Jadi, ada dua nilai sekaligus. Yaitu, pemahaman dan perilaku.
Kata kunci dari metode ini adalah ditunjukkan atau diperlihatkan, bukan dijelaskan atau disampaikan. Jadi, murid diajak menyelami kasus secara nyata.
Kemudian, disampaikan hikmah atau pelajaran di balik kasus itu. Dan yang tidak kalah penting, reaksi-reaksi subjektif murid yang kurang tepat dari penyelaman kasus harus diluruskan.
Metode ini tidak banyak bicara. Guru hanya mengajak murid untuk mengalami dan menyelami kasus secara nyata.
Bisa dengan pengalaman langsung seperti yang dilakukan Nabi Khidir, bisa juga dengan teknologi audio visual. Yaitu, melalui video dari fragmen kehidupan yang sarat nilai.
Sekali lagi, guru tidak banyak bicara. Topik bercerita sendiri melalui suara, gerak, dan rasa. Dan dipersilakan murid untuk merespon secara subjektif topik tersebut: reaksi dan kesimpulan mereka.
Barulah di akhir momen, guru menjelaskan pelajaran apa yang bisa digali dari kasus itu. Dan pelurusan apa yang akan diperoleh murid dari reaksi subjektif mereka yang bisa benar, bisa juga salah.
Model Efektif Pembelajaran Orang Tua untuk Anak
Metode pembelajaran Nabi Khidir ini juga diterapkan Lukmanul Hakim kepada anaknya. Allah juga mengabadikan sosok Lukman yang begitu piawai memberikan pembelajaran untuk anaknya dalam sebuah surah dalam Alquran yang bernama Surah Lukman.
Metode pembelajaran ala Nabi Khidir dan Lukman ini seperti mensyaratkan peserta didik yang sedikit: satu dua orang, atau dalam hitungan jari tangan.
Dan, hal itu sangat cocok untuk peserta didik yang juga putra atau putri kandung kita.
Sebuah riwayat menyebutkan, Lukman pernah mengajak anaknya untuk menunggangi keledai, sementara ia berjalan.
Orang sekitar pun mengatakan, anak macam apa yang membiarkan ayahnya berjalan sementara ia duduk di keledai.
Kemudian posisi diubah. Lukman yang menunggangi keledai, sementara anaknya berjalan. Orang pun bereaksi, ayah macam apa yang enak-enakan duduk di atas keledai sementara anaknya dibiarkan berjalan.
Posisi berikutnya diubah lagi. Lukman dan anaknya sama-sama menunggangi keledai. Orang pun bereaksi, ayah dan anak macam apa yang menyiksa keledai kecil dengan menunggangi secara bersama-sama.
Dan terakhir, posisi di mana Lukman dan anaknya tidak menunggangi keledai. Keledai dituntun berjalan mengikuti keduanya yang juga sama-sama berjalan kaki.
Orang pun tetap bereaksi, ayah dan anak macam apa yang membiarkan keledai tunggangan tidak dimanfaatkan sama sekali.
Pelajaran apa yang ingin disampaikan Lukman kepada anaknya?
Bersikap dan bertindak yang benar dan baik itu harus menurut bimbingan Allah Subhanahu wa taala. Bukan penilaian dari orang lain. Karena penilaian manusia sangat berubah-ubah atau subjektif.
Metode pembelajaran antara orang tua dengan anak seperti ini, selain efektif, juga dapat merekatkan keakraban orang tua dengan anak.
Bukan hanya jalinan komunikasi yang lancar mengalir, tapi juga jalinan cinta dan sayang antara ayah atau ibu dengan anaknya.
Selamat mencoba! [Mh/ind]