BERBOHONG atau dusta adalah terlarang. Tapi adakalanya, berbohong menjadi perlu.
Ada tiga ucapan bohong Nabi Ibrahim alaihissalam. Dan seumur hidupnya, hanya tiga ucapan bohong yang pernah ia lakukan.
Pertama, Nabi Ibrahim pernah mengatakan kepada orang-orang bahwa ia sakit. Hal ini dilakukan untuk menghindar dari upacara kemusyrikan yang dilakukan kaumnya.
“Kemudian dia berkata, ‘Sesungguhnya aku sakit.” (QS. 37: 89)
Kedua, Nabi Ibrahim pernah mengatakan bahwa pelaku penghancuran terhadap berhala-berhala adalah berhala yang besar. Hal ini karena pada berhala yang besar itu terdapat kapak yang terkalungkan pada lehernya. Padahal itu perbuatan Nabi Ibrahim.
“Ibrahim menjawab, ‘Sebenarnya patung yang besar itu yang melakukannya. Maka, tanyakanlah kepada berhala-berhala itu jika mereka dapat berbicara.” (QS. 21: 63)
Ketiga, Nabi Ibrahim berbohong kalau ia adalah saudara dari Siti Sarah, padahal ia adalah suaminya.
Hal ini dilakukan ketika Nabi Ibrahim dan istrinya memasuki wilayah yang dikuasai raja zalim dan selalu mengincar wanita cantik. Jika bersama wanita itu ada laki-laki yang merupakan suaminya, maka suaminya itu akan dibunuh.
Nabi Ibrahim selamat karena ia mengaku saudaranya. Yaitu saudara dalam Islam. Bukan saudara kandung.
Begitu pun dengan Siti Sarah. Ia selamat dari kejahatan raja zalim karena pertolongan langsung dari Allah subhanahu wata’ala yang akhirnya membuat takut sang raja terhadap Siti Sarah dan Nabi Ibrahim.
(Hal ini dikisahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari Abu Hurairah, hadis diriwayatkan Imam Muslim)
**
Tentu dalil ini tidak dimaksudkan sebagai pembolehan berbohong. Asal hukum dari berbohong itu haram. Kecuali…
Dibolehkan berbohong untuk melindungi diri dan orang lain dari kezaliman orang jahat. Konon ada orang soleh yang melihat orang teraniaya bersembunyi di tempat yang ia tahu. Ketika orang jahat bertanya tentang keberadaan orang teraniaya itu, ia mengatakan, “Sejak aku berdiri di sini, aku hanya melihat engkau.” Hal itu ia ucapkan setelah ia pindah posisi berdiri.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Cukuplah seseorang dikatakan pendusta, jika ia menceritakan semua yang ia dengar.” (HR. Muslim) [Mh]



