ChanelMuslim.com – Penampilan Magid Magid tak seperti politisi kebanyakan. Ia mengenakan kaus oblong, sepatu bot warna hijau, dan topi warna kuning menyala.
Tak heran, dengan penampilan seperti ini, ia ditolak masuk di hari pertama sebagai anggota Parlemen Eropa.
"Saya sadar saya berbeda (dengan kebanyakan politisi lain). Saya tak punya cara untuk menyembunyikan identitas. Saya berkulit hitam dan nama saya Magid. Saya tak akan menyesuaikan diri (menjadi anggota Parlemen Eropa)," demikian jawaban Magid setelah ia tak dibolehkan masuk ke komplek parlemen.
Parlemen Eropa membantah staf "mengusir" Magid. Magid sendiri meyakini orang yang mengusirnya adalah "pegawai Parlemen Eropa".
Seperti itulah gaya Magid, ia selalu berbicara lugas, ke pokok persoalan, dan tak mencoba menutup-nutupi perasaan.
Ia mengatakan insiden yang menimpa dirinya mencerminkan pandangan publik tentang apa yang mereka bayangkan sebagai politisi di Eropa: berkulit putih dan berjas rapi.
Pendapatnya bisa dipahami karena dari 751 anggota Parlemen Eropa, yang berkulit hitam seperti dirinya kurang dari 12 orang.
Bagi warga Sheffield, Inggris, Magid dan pernyataannya yang lugas bukan hal yang aneh. Di Sheffield inilah ia menjadi wali kota selama satu tahun, sebelum terpilih sebagai anggota Parlemen Eropa dalam pemilihan pada Mei lalu.
Magid lahir di Burao, Somalia utara pada 1989. Pada 1994, ia dibawa keluarganya meninggalkan Somalia yang dilanda perang untuk mencari kehidupan yang lebih baik.
Setelah berada di kamp pengungsian selama enam bulan di Ethiopia, ia menetap di Sheffield bersama ibu dan lima saudara.
Ia mulai tertarik dengan politik ketika terpilih menjadi presiden serikat mahasiswa Universitas Hull.
Setelah lulus, ia tetap menekuni politik dan menjadi aktivis di sela-sela kesibukan menjalankan bisnis marketing digital.
Pada 2016, ia diangkat menjadi anggota Dewan Kota Sheffield dan pada 2018 ia terpilih sebagai wali kota. Ini adalah jabatan seremonial namun selama menjabat, ia bertekad untuk menjadi wali kota yang berbeda.
Ia ingin jabatannya menarik sebanyak mungkin orang, terutama anak-anak muda, untuk tertarik dengan politik, tertarik dengan urusan pemerintahan.
Magid menjadi wali kota di usia yang relatif muda dan ini tercermin dengan caranya berpakaian. Ia lebih sering memakai kaus oblong, celana jin, sepatu bot, dan topi bisbol.
Banyak yang memujinya dan menggambarkannya sebagai "wajah segar" politisi, yang biasanya identik dengan usia paruh baya dan pakaian resmi.
Namun, ada juga yang tidak setuju. Ia menerima banyak pesan kebencian, salah satunya menyatakan – dan ini ditulis di surat pembaca koran setempat – bahwa sebagai orang berkulit hitam, ia "tak layak menjadi pejabat".
Ia juga dikatakan "telah membuat malu Sheffield".
Menanggapi surat ini, Magid mengatakan dirinya tak bisa memaksa semua orang untuk menyukainya. "Tapi saya menghormati pendapat mereka," katanya.
Selama menjabat sebagai wali kota antara Mei 2018 hingga Mei 2019 ia antara lain mengeluarkan keputusan untuk melarang Presiden Amerika Serikat berkunjung ke Sheffield.
Setelah jabatan wali kota berakhir, ia terpilih sebagai anggota Parlemen Eropa dari Partai Hijau.
Keberhasilan sebagai politisi yang populer membuatnya jadi model bagi komunitas Afrika di Inggris. Ia dianggap berhasil membongkar mitos bahwa politisi, wali kota dan anggota parlemen hanya untuk kaum kulit putih.
Ia dianggap berhasil membuat anggapan menjadi politisi adalah sesuatu yang keren.
Magid tak hanya menginspirasi kaum muda di Inggris tapi juga di banyak negara.
"Ia adalah simbol harapan," kata Jude Smith, pemuda Sheffield berusia 15 tahun yang menjadi anggota organisasi yang mendorong anak-anak muda untuk suka dengan politik.
"Tadinya tak banyak anak muda yang tertarik dengan politik. Semuanya berubah ketika Magid menjadi wali kota," katanya.[ah/bbc]