ISLAM memberikan aturan mengenai shalat berjamaah untuk wanita. Seperti kita ketahui, salah satu kekuatan umat Islam yang begitu dahsyat dalam membangun soliditas umat adalah shalat berjamaah.
Namun, bagaimana jika untuk muslimah? Apakah hal tersebut berlaku sama untuk muslimah? Hal apa saja yang perlu dipahami muslimah agar shalat jamaahnya bernilai utama di sisi Allah Subhanahu wa taala?
Berikut pembahasannya yang ditulis oleh Fatharani Fariha.
Shalat menempati kedudukan tinggi dalam Islam. Adalah rukun kedua dan berfungsi sebagai tiang agama. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
رَأْسُ الْأَمْرِ الْإِسْلَامُ وَعَمُودُهُ الصَّلَاةُ
“Pemimpin segala perkara (agama) ialah Islam (syahadatain), dan tiangnya ialah shalat” (HR At Tirmidziy).
Baca Juga: Hukum Shalat Berjamaah Imam di Masjid tapi Makmum di Rumah
Keutamaan Shalat Berjamaah
1. Mendapat penjagaan Allah dari gangguan setan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya setan itu seperti serigala, yang memburu manusia seperti serigala memburu domba. Ia menerkam domba yang menjauh sendirian.
Maka hati-hatilah kalian dari tempat-tempat yang terpencil (bersikap memisahkan diri dari jama’ah -pent.), dan kalian wajib berpegang dengan jamaah.” (HR. Ahmad dalam al-Musnad 5/243).
Beliau juga bersabda, “Tidak ada rombongan yang terdiri dari tiga orang dalam satu desa atau padang sahara, yang tidak ditegakkan pada mereka shalat, kecuali setan akan menguasainya.
Maka kalian wajib berpegang dengan jamaah, karena serigala akan menerkam domba yang sendirian.” (HR. Abu Dawud 547).
Makna sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “wajib atas kalian berpegang dengan jamaah” adalah berpegang teguhlah kalian dengan apa yang dijalani oleh jamaah ahlussunnah dalam segala sesuatu,
yang antara lain shalat lima waktu berjamaah. (al-Fathu ar-Rabbaniy ma’ Bulugh al-Amaniy 5/176).
2. Keutamaan shalat berjamaah akan bertambah dengan bertambahnya jumlah orang yang shalat
Dari hadits Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya seseorang yang shalat bersama satu orang, lebih banyak pahalanya daripada ia shalat sendirian. Shalatnya bersama dua orang, lebih banyak pahalanya daripada shalat bersama satu orang.
Semakin banyak jumlah yang shalat, semakin banyak juga pahalanya.” (HR. Abu Dawud 554).
Pada hadis ini, terdapat anjuran untuk menghadiri shalat berjamaah yang banyak makmumnya apabila tidak menimbulkan mafsadah dan tidak kehilangan maslahat yang lebih besar.
3. Mendapat jaminan perlindungan dari Allah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa shalat shubuh maka ia berada dalam jaminan perlindungan Allah.
Maka, jangan sampai Allah menuntut kalian karena mengganggu orang yang berada dalam jaminan perlindungan-Nya, walaupun hanya sedikit.
Karena barangsiapa yang dituntut oleh Allah dengan sebab telah mengganggu orang yang berada dalam jaminan perlindungannya, walaupun hanya sedikit,
niscaya tuntutan itu mengenai dirinya sendiri kemudian ia akan disungkurkan ke dalam neraka Jahanam.” (HR. Muslim 657).
Hadis ini menegaskan bahwa barangsiapa shalat shubuh, maka ia dalam jaminan perlindungan Allah. Sungguh dengan ini, ia berarti telah meminta perlindungan kepada Allah Taala dan Allah melindunginya.
Jadi, tidak pantas bagi siapapun untuk mengganggunya. Siapa yang melakukan hal itu, Allah akan menuntut dengan hak-Nya.
Dan siapa yang dituntut oleh Allah, tidak akan mendapat tempat perlindungan. Ini adalah ancaman yang sangat keras bagi orang yang mengganggu orang-orang yang shalat shubuh.
Hadis ini juga mengandung anjuran menghadiri shalat shubuh. (al-Mufhim lima Asykala min Talkhiish Kitab Muslim 2/282).
Dalam sebagian riwayat diterangkan bahwa shalat shubuh yang dimaksud adalah shalat shubuh yang dilakukan secara berjamaah.
4. Besarnya pahala shalat Isya dan Shubuh berjamaah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa shalat Isya berjamaah, seakan ia shalat setengah dari malam. Dan siapa yang shalat shubuh berjamaah, seakan ia shalat sepanjang malam.” (Muslim 656)
Yang dimaksud dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas adalah bahwa siapa yang shalat Shubuh berjamaah dan telah shalat Isya berjamaah, seakan ia shalat sepanjang malam.
Yang menguatkan pengertian ini adalah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud,
“Barangsiapa shalat Isya berjamaah, seakan ia shalat setengah malam. Dan siapa yang shalat ‘Isya dan Shubuh berjamaah, seakan ia shalat sepanjang malam.” (HR. Abu Dawud 555).
Pendapat ini dipilih oleh Imam al-Mundziri. Namun ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud adalah siapa yang shalat Isya berjamaah, maka ia seakan telah shalat setengah dari malam.
Adapun shalat shubuh berjamaah, ia seakan telah shalat sepanjang malam. Ini adalah karunia dari Allah. Pendapat ini dikuatkan oleh Ibnu Khuzaimah.
Beliau berkata, “Bab shalat Isya dan Shubuh berjamaah, keterangan bahwa shalat shubuh berjamaah lebih utama dari shalat Isya berjamaah.”
Kemudian beliau membawakan hadis yang semisal dengan riwayat Imam Muslim di atas. Sungguh, karunia Allah amatlah luas.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang shalat Shubuh dan Isya,
“Seandainya mereka mengetahui pahala yang ada pada keduanya, niscaya mereka akan mendatanginya walaupun dengan merangkak.” (Muttafaqun ‘alaih).
5. Mendapat doa para malaikat
Para malaikat akan mendoakan orang yang shalat berjamaah, sebelum dan setelah shalat, ketika ia berada di tempat shalatnya selama belum berhadats dan tidak mengganggu.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam bersabda,
“Senantiasa seorang hamba di dalam shalat, selama ia berada di tempat shalatnya menunggu shalat. Para malaikat berdoa, “Ya Allah ampunilah dia, Ya Allah rahmatilah dia.”
Sampai ia pergi atau berhadas.” Dalam riwayat Muslim, “Para malaikat akan mendoakan salah seorang dari kalian selama ia berada di tempat ia mengerjakan shalat.
Mereka berdoa, “Ya Allah rahmatilah dia, Ya Allah ampunilah dia, Ya Allah terimalah taubatnya.” Selama ia tidak mengganggu ataupun berhadas.” (Muttafaqun ‘alaih)
Syaikh Ibnu Baz mengatakan, “Para malaikat akan mendoakannya selama ia berada di tempat shalatnya. Baik sebelum ia shalat maupun setelahnya.
Selama ia tidak mengganggu dengan menggunjing orang, mengadu domba, ataupun ucapan batil lainnya. Dan selama ia belum berhadas.
6. Menunggu shalat berjamaah mendapat pahala shalat
Orang yang menunggu shalat berjamaah, mendapat pahala shalat selama ia berada di tempat shalat. Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,
“Senantiasa seorang hamba dalam shalat selama ia berada di tempat shalatnya menunggu shalat. Para malaikat berdoa, “Ya Allah ampunilah dia, Ya Allah rahmatilah dia.” Sampai ia pergi atau berhadas.”
Dalam riwayat Muslim, “Para malaikat akan mendoakan salah seorang dari kalian selama ia berada di tempat ia mengerjakan shalat.
Mereka berdoa, “Ya Allah rahmatilah dia, Ya Allah ampunilah dia, Ya Allah terimalah taubatnya.” Selama ia tidak mengganggu ataupun berhadas.”(Muttafaqun ‘alaih)
“Selama tidak mengganggu” maksudnya adalah selama tidak muncul darinya perkara yang membuat manusia dan malaikat terganggu. (al-Mufhim lima Asykala min Talkhish Kitab Muslim 2/290).
7. Mendapat ampunan Allah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila seorang imam mengucapkan ‘amin’, maka hendaklah kalian mengucapkan ‘amin’.
Karena barangsiapa yang ucapan aminnya berbarengan dengan ucapan amin para malaikat, niscaya akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Pada hadis yang lain, beliau bersabda, “Apabila imam mengucapkan ‘ghairil maghdhubi ‘alaihim wa la-dhdhaallin’ ucapkanlah, ‘aamiin’,
karena siapa yang ucapannya berbarengan dengan ucapan malaikat, niscaya akan diampuni dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘alaihi).
Manfaat Shalat Berjamaah
Shalat berjamaah mengandung banyak manfaat yang karenanya ia disyariatkan. Berikut ini adalah beberapa manfaat shalat berjamaah.
Allah menetapkan syariat agar umat ini berkumpul pada waktu-waktu tertentu
Di antaranya adalah lima kali berkumpul dalam sehari semalam dengan shalat lima waktu, sekali dalam sepekan dengan shalat jumat, sekali dalam setahun dengan shalat dua hari raya,
sekali dalam seumur hidup untuk semua kaum muslimin dari seluruh penjuru dunia dengan wuquf di Arafah.
Semua perkumpulan ini disyariatkan dengan tujuan menjalin interaksi yang baik, dengan berbuat ihsan dan saling menyayangi, membersihkan hati, dan berdakwah menuju Allah dengan perkaatan dan perbuatan.
1. Menumbuhkan perasaan saling mencintai
Dengan shalat berjamaah, kaum muslimin akan saling bertemu dan mengetahui keadaan sesama mereka.
Jadi, akan tumbuh perasaan saling mencintai dan rasa kebersamaan. Kemudian yang sakit dikunjungi, yang telah meninggal diiringi jenazahnya, dan yang membutuhkan uluran tangan dibantu.
2. Saling mengenal satu dengan yang lain
Dengan shalat berjamaah akan terjadi proses saling mengenal. Terkadang dengan saling mengenal akan diketahui hubungan kekerabatan, dan dengan sebab itu terjadilah penyambungan tali kekerabatan.
Terkadang dengan shalat berjamaah, diketahui keadaan orang yang berada dalam perjalanan, sehingga orang-orang menunaikan kewajiban yang harus berikan kepada orang tersebut.
3. Membiasakan umat Islam untuk bersatu dan tidak berpecah belah
Umat Islam sepakat untuk menaati penguasa. Sementara di dalam shalat berjamaah terdapat suatu bentuk kepemimpinan kecil.
Ketika shalat jamaah, mereka mengikuti satu imam dengan sempurna. Ini adalah salah satu gambaran umum tentang Islam.
4. Membiasakan orang untuk menahan/menekan hawa nafsunya
Seseorang yang terbiasa mengikuti imam dengan cermat; tidak bertakbir mendahului imam, atau terlambat terlalu lama, juga tidak berbarengan dengannya, akan terbiasa untuk menahan hawa nafsunya.
5. Menumbuhkan sikap disiplin
Allah Taala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (ash-Shaff: 4).
Apabila kaum muslimin telah terbiasa berdisiplin dalam shalat lima waktu, niscaya itu akan menjadi wasilah terbentuknya sikap disiplin terhadap pimpinan dalam jihad fii sabilillah.
Mereka tidak akan mendahului atau berlambat-lambat dalam melaksanakan perintah-perintah pimpinan.
6. Menumbuhkan rasa persamaan dan menghilangkan jarak di antara mereka
Dalam shalat berjamaah, orang yang paling kaya akan berdampingan dengan orang yang paling fakir. Pemimpin/pejabat akan berdampingan dengan orang yang dipimpin.
Hakim akan berdampingan dengan orang yang dihukumi. Yang muda akan berdampingan dengan orang tua, dan seterusnya.
Dengan demikian, semua akan merasa bahwa mereka sama, sehingga terjadilah rasa kebersamaan dan keakraban.
Oleh karena inilah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk meluruskan shaf, sampai-sampai beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Janganlah kalian tidak rapi dalam bershaff, sehingga hati-hati kalian pun akan centang perentang.” (HR. Muslim 432) .
7. Mendapatkan ganjaran pahala berlipat ganda
Orang yang shalat berjamaah akan mendapatkan pahala 27 kali dari shalat sendiri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendirian dengan perbedaan 27 derajat.” Dalam lafaz Muslim, beliau bersabda, “Shalat berjamaah lebih afdhal 27 derajat dari shalat sendirian.” (Muttafaqun ‘alaih).
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengatakan, Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalat dalam satu jamaah lebih utama 25 derajat daripada shalat sendirian.” (Muttafaqun ‘alaih).
Berkenaan dengan dua hadis di atas dan yang semisalnya, Imam an-Nawawi mengatakan, “Bentuk penggabungan antara hadits-hadits tersebut ada tiga:
Hadits-hadits tersebut tidak saling menafikan. Jumlah yang sedikit tidak menafikan jumlah yang banyak.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pertama-tama mengabarkan jumlah yang sedikit, kemudian Allah Taala menambah keutamaan itu, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengabarkannya.
Perbedaan itu tergantung pada keadaan orang yang mengerjakan shalat.
Sebagian mereka mendapat 25 derajat, sementara yang lain 27 derajat, sesuai dengan kesempurnaan shalat, kekhusyukannya, banyak sedikitnya jamaah, tata cara pelaksanaannya, dan yang semisalnya.
Ini adalah beberapa jawaban yang memiliki sandaran.” (Syarh an-Nawawi ‘ala Shahih Muslim 2/156-157)
Aturan Shalat Berjamaah untuk Wanita
Orang yang shalat sendirian, yang tidak mendapat pahala seperti pahala shalat berjamaah, adalah orang yang shalat sendirian tanpa uzur/alasan yang dibenarkan syariat, seperti sakit, safar atau terhalang oleh sesuatu yang membuatnya tidak bisa shalat berjamaah.
Allah Maha mengetahui siapa yang berniat bahwa seandainya ia mampu untuk shalat berjamaah, ia tidak akan meninggalkannya.
Yang seperti ini, pahalanya tetap akan disempurnakan oleh Allah.
Sebab barangsiapa bertekad dengan sungguh-sungguh untuk melakukan sesuatu, kemudian melakukannya sesuai degan kemampuannya, maka ia seperti orang yang melakukan apa yang diniatkan itu.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila seorang hamba sakit atau dalam perjalanan, maka akan ditulis baginya apa yang biasa ia lakukan ketika menetap dan sehat.” (HR. al-Bukhari 2996)
(Shalatul Jama’ah, Mafhuum wa Fadhaail wa Ahkaam wa Fawaaidu wa Adaab fii Dhaui al-Kitab wa as-Sunnah, DR. Said bin ‘Ali bin Wahf al-Qhahthaniy).
Wanita Lebih Baik Shalat di Rumahnya
Wanita tetap diperkenankan mengerjakan shalat berjamaah di masjid, namun shalat wanita lebih baik adalah di rumahnya.
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمُ الْمَسَاجِدَ وَبُيُوتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ
“Janganlah kalian melarang istri-istri kalian untuk ke masjid, namun shalat di rumah mereka (para wanita) tentu lebih baik.” (HR. Abu Daud. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Shalat Jama’ah Wanita Bersama Wanita Lainnya
Ini dibolehkan berdasarkan tiga alasan:
Berdasarkan keumuman hadis yang menceritakan keutamaan shalat jamaah. Dan asalnya, wanita memiliki hukum yang sama dengan laki-laki sampai ada dalil yang membedakannya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنما النساء شقائق الرجال
“Wanita adalah bagian dari pria.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Maksudnya adalah shalat jamaah bersama wanita tetap dibolehkan sebagaimana pria berjamaah dengan sesama pria.
Tidak ada larangan mengenai shalat wanita bersama wanita lainnya.
Hal ini juga pernah dilakukan oleh beberapa sahabat wanita seperti Ummu Salamah dan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhuma. (Shahih Fiqih Sunnah, Abu Malik, 509). Dari Roithoh Al Hanafiyah, dia mengatakan:
أن عائشة أمتهن وقامت بينهن في صلاة مكتوبة
“’Aisyah dulu pernah mengimami para wanita dan beliau berdiri (sejajar) dengan mereka ketika melaksanakan shalat wajib.”
(HR. ‘Abdur Rozak, Ad Daruquthniy, Al Hakim dan Al Baihaqi. An Nawawi mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih.
Namun hadis ini dilemahkan/didho’ifkan oleh Syaikh Al Albani, namun dia memiliki penguat dari hadits Hujairoh binti Husain. Lihat Tamamul Minnah, hlm. 154).
Begitu juga hal yang sama dilakukan oleh Ummu Salamah. Dari Hujairoh binti Husain, dia mengatakan:
أمتنا أم سلمة في صلاة العصر قامت بيننا
“Ummu Salamah pernah mengimami kami (para wanita) ketika shalat Ashar dan beliau berdiri di tengah-tengah kami.”
(HR. Abdur Rozak, Ibnu Abi Syaibah, Al Baihaqi. Riwayat ini memiliki penguat dari riwayat lainnya dari jalur Qotadah dari Ummul Hasan).
Ummul Hasan juga pernah melihat Ummu Salamah –istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam– mengimami para wanita (dan Ummu Salamah berdiri) di shaf mereka.
(Atsar ini adalah atsar yang bisa diamalkan sebagaimana kata Syaikh Al Albani dalam Tamamul Minnah, hal. 504)
Shaf Wanita Dalam Shalat
Tidak jarang kita temui masih banyak wanita yang jika shalat berjamaah dengan wanita lain posisi shaf tidak sesuai aturan.
Shafnya mengikuti shaf laki-laki, yakni imam didepan, makmum dibelakang.
Hal ini merupakan hal yang keliru, karena shaf laki-laki dan wanita dalam shalat berjamaah berbeda, sebagaimana yang dikemukakan Imam Nawawi dalam Al Majmu’ (3/455) berikut ini:
Jika seorang wanita menjadi imam sesama wanita, maka imam wanita berdiri di tengah-tengah shaf pertama.
Apabila seorang wanita menjadi makmum laki-laki, maka perempuan berdiri di belakang imam, bukan berdiri di samping imam.
Apabila kaum wanita shalat berjamaah bersama kaum laki-laki, maka shaf kaum wanita yang lebih utama adalah di shaf paling belakang untuk menjauhi terjadinya campur baur antara laki-laki dan perempuan.
Demikian beberapa hal yang berkaitan dengan shalat berjamaahnya wanita. Diharapkan hal ini menjadi perhatian kita semua dan dapat memotivasi untuk senantiasa terus memperbaiki dan menyempurnakan shalat kita.
Karena shalat berjamaah memiliki banyak keutamaan dan manfaat, selain itu shalat merupakan amalan yang akan pertama kali dihisab di hari akhir kelak. Allahu a’lam. [Mh/ind]
Sumber: https://muslimah.or.id/9674-shalat-berjamaah-bagi-wanita-2.html